Sekda Bogor Ditelisik soal Gratifikasi Tanah 20 Hektare Rachmat Yasin

Febri mengatakan, Burhanudin diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 28 Jun 2019, 07:58 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2019, 07:58 WIB
Rachmat Yasin
Senin (13/01/14), Bupati Bogor, Rachmat Yasin mendatangi gedung KPK untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus Hambalang (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Daerah Bogor Burhanudin ditelisik penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal dugaan penerimaan gratifikasi tanah 20 hektare (ha) yang diterima bekas Bupati Bogor Rachmat Yasin (RY).

"KPK mengonfirmasi pengetahuan para saksi terkait dengan proses dan mekanisme hibah tanah seluas 20 hektare yang diduga menjadi gratifikasi untuk tersangka RY sebagai Bupati Bogor," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (27/6/2019).

Febri mengatakan, Burhanudin diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor.

Selain Burhanudin, tim penyidik juga mengonfirmasi dugaan penerimaan gratifikasi tanah 20 hektare Rachmat Yasin kepada pegawai kantor Pertanahan Kabupaten Bogor M Amin Arsyad dan PNS di kantor Camat Jonggol M Odan.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Rachmat Yasin, Bupati Bogor periode 2009-2014 dalam kasus suap. Rachmat Yasin kini dijerat dengan kasus dugaan "memalak" dan "menyunat" para satuan perangkat kerja daerah (SKPD) selama menjabat Bupati Bogor.

Rachmat Yasin diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa SKPD Rp 8.931.326.223. Setiap SKPD diduga memiliki sumber dana yang berbeda untuk memberikan dana kepada Rachmat Yasin.

Uang tersebut diduga digunakan Rachmat Yasin untuk biaya operasional dan kebutuhan kampanye Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014.

Selain itu, Rachmat Yasin juga diduga menerima gratifikasi, yaitu berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor dan Toyota Velflre senilai Rp 825 juta.

Untuk penerimaan gratifikasi berupa tanah seluas 20 hektare, Rachmat Yasin sengaja meminta kepada anak buahnya untuk memeriksa satu bidang tanah seluas 350 hektare. Pemilik tanah tersebut hendak membangun pesantren di tanah tersebut.

"Pada 2010 seorang pemilik tanah seluas 350 hektare yang terletak di Desa Singasan dan Desa Cibodas, Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor ingin mendirikan Pondok Pesantren dan Kota Santri. Untuk itu dia (pemilik tanah) berencana akan menghibahkan tanahnya seluas 100 hektare agar pembangunan pesantren terealisasi," kata Febri.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Gratifikasi

Diperiksa 30 Jam, Bupati Bogor Langsung Ditahan KPK
Rachmat Yasin di Gedung KPK (Liputan6.com/Faisal R Syam).

Pemilik tanah tersebut kemudian menyampaikan maksudnya untuk mendirikan pesantren pada Rachmat Yasin melalui stafnya. Rachmat Yasin menjelaskan agar dilakukan pengecekan mengenai status tanah dan kelengkapan surat-surat tanahnya.

Pada pertengahan 2011, Rachmat Yasin melakukan kunjungan lapangan di sekitar daerah pembangunan Pondok Pesantren tersebut. Melalui perwakilannya, Rachmat menyampaikan ketertarikannya terhadap tanah tersebut. Rachmat juga meminta bagian agar tanah tersebut juga dihibahkan untuknya.

"Pemilik tanah kemudian menghibahkan atau memberikan tanah seluas 20 Ha tersebut sesuai permintaan RY. Diduga RY mendapatkan gratifikasi agar memperlancar perizinan lokasi pendirian Pondok Pesantren dan Kota Santri," kata Febri.

Atas dugaan perbuatannya itu, Rachmat Yasin disangka melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Rachmat Yasin sendiri diketahui baru bebas pada 8 Mei 2019 kemarin. Dia sebelumnya dijerat dalam kasus suap rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor Tahun 2014 atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 Hektare.

Sebelumnya, Rachmat Yasin divonis 5 tahun 6 bulan penjara. Dalam perkara yang diawali operasi tangkap tangan (OTT) pada 7 Mei 2014, KPK juga memproses FX Yohan Yap (swasta), M Zairin (KepaIa Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor) dan Kwee Cahyadi Kumala, Komisaris Utama PT. Jonggol Asri dan Presiden Direktur PT. Sentul City.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya