Liputan6.com, Jakarta - Selama masa sidang ke-3 tahun 2017-2018, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) berkali-kali menggelar rapat paripurna dalam rangka melaksanakan fungsinya. Namun, capaian kehadiran para anggota dewan tersebut sangat tidak memuaskan.
Pasalnya, menurut data yang dimuat WikiDPR, rata-rata kehadiran anggota DPR RI seluruhnya adalah 222 dari 560 anggota atau hanya 39,64 persen saat rapat-rapat paripurna.
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar membeberkan alasan kenapa banyak anggota dewan yang membolos saat sidang. Menurut dia, banyak anggota dewan yang melihat rapat paripurna sebagai tahapan ketok palu, bukan tahap perdebatan. Hal ini karena dalam rapat paripurna, suatu keputusan dianggap pasti akan lolos manakala sudah masuk ke paripurna.
Advertisement
"Di paripurna itu biasa disebut tingkat dua, tingkat ketok palu, tingkat pesetujuan. Secara politik, tingkat dua paripurna itu tidak mempengaruhi keputusan secara signifikan, karena sudah diputuskan di tingkat satu," ujar Iskandar saat ditemui Liputan6.com di ruang kerjanya, Komplek Gedung DPR RI, Jakarta Selatan, Selasa (27/8/2019).
Selain itu, ucap Iskandar, alasan lain juga karena kerap kali saat diadakan rapat paripurna, para anggota dewan sedang berada di daerah pemilihannya. Menurut mantan aktivis 98 itu, rapat paripurna juga sering kali diinformasikan secara mendadak setelah mengadakan rapat pimpinan DPR.
"Semua pimpinan DPR datang, diputuskanlah dari rapat pimpinan, dibawa ke Bamus (Badan Musyawarah), (yakni)Â rapat tertinggi di luar paripurna. Terdiri dari semua ketua fraksi, ketua komisi, dan pimpinan dewan. Di Bamus baru diputusin, oke kita dua hari lagi paripurna," jelas Iskandar.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Lumrah
Karena selalu mendadak, maka seringkali anggota dewan sedang berada di luar Jakarta kerap kali absen. Dan Iskandar menganggap hal yang lumrah aktivitas tersebut.
"Tugas dewan itu bukan duduk, dia harus di dapil. Dia harus merawat konstituennya, itu satu masalah. Sehingga kalo mereka harus ke Jakarta, mereka memang harus punya kelebihan ongkos sendiri, enggak ditanggung sama negara. Yang kita tanggung ketika mereka pulang ke dapil masing-masing," papar Iskandar.
Â
Jagat Alfath Nusantara, Mahasiswa Jurusan Kriminologi Universitas Indonesia.
Advertisement