Liputan6.com, Jakarta - Ditutupnya pintu gerbang Perumahan Kemang Pratama 3, Kota Bekasi, Jawa Barat, semakin membuat warga penat. Warga pun mempertanyakan dasar hukum yang diambil pihak RW setempat untuk menutup akses utama masyarakat luas itu.
Salah satunya Sutono, warga Kemang Pratama 1 RW 20 Bekasi yang kerap melintasi jalan Kemang Pratama 3. Menurutnya, penutupan gerbang dilakukan secara sepihak tanpa adanya koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
"Kalau penutupan gerbang Kemang 3 ini kan seharusnya koordinasi dengan warga sekitar, warga kampung, kelurahan, kecamatan, Dishub, Pemkot," kata Sutono kepada Liputan6.com, Kamis (9/7/2020).
Advertisement
Selain itu, kata dia, tidak adanya acuan perda atas hal ini, membuat tindakan penutupan perlu ditinjau lebih lanjut.
"Karena kan kita harus mengacu perdanya apa, RW itu bisa nutup-nutup akses masuk, membuat orang tidak bisa leluasa menggunakan fasum fasos yang ada," jelasnya.
Sutono menilai penutupan gerbang telah banyak merugikan masyarakat luas karena terhambatnya aktivitas. Kebanyakan waktu warga terbuang percuma akibat harus memutar dengan jarak tempuh yang lebih jauh.
"Kalau saya setiap hari rutin (lewat Kemang 3), karena itu kan jalan pintas. Sekarang saya harus mutar, lewat Polsek, terus lewat Pekayon," paparnya.
Menurut Sutono, penutupan akses juga akan berimbas pada meningkatnya kemacetan di seputaran perumahan elit tersebut, yang dipenuhi gedung sekolah, ruko dan tempat usaha. Terlebih jika sekolah-sekolah sudah mulai diperbolehkan beroperasi kembali.
"Karena otomatis nanti pengantar anak-anak sekolah itu, pasti masuk lewat cluster yang di sekitar. Setiap pagi sore itu pasti macet. Sampai sekarang nggak ada solusi," ucapnya.
Terkait penggunaan kartu mirip e-toll untuk akses keluar masuk Kemang Pratama 3, Sutono mengaku belum pernah ditawari meski sudah ada pengumuman sebelumnya.
"Sudah diumumkan kalau mau melewati jalan Kemang 3 itu harus pakai e-toll yang harus bayar. Kalau tidak salah motor Rp 10 ribu, mobil Rp 15 ribu untuk sekali daftar buat warga luar Kemang 3, warga kampung dan semua orang di luar RW 13," ungkapnya.
Pihak RW setempat, lanjut Sutono, berdalih penggunaan kartu demi memberikan rasa aman dan nyaman di lingkungan sekitar. Namun kebijakan tersebut diyakini Sutono justru tidak akan efektif menciptakan keamanan dan kenyamanan warga.
"Kalau untuk menjaga keamanan kan harusnya (warga luar) yang masuk tinggalkan identitas, ditanya mau ke mana tujuannya, itu kan harus memberdayakan satpam. Di kompleks TNI juga enggak pakai e-toll kan, tetap meninggalkan identitas," ujar dia.
Alih-alih menjaga keamanan, sambungnya, penggunaan e-toll yang minim data per orangan, bukan tak mungkin akan dimanfaatkan oknum tak bertanggung jawab untuk berbuat kejahatan.
"Masalahnya kalau e-toll dipakai orang luar untuk berbuat kejahatan, apakah bisa dideteksi secara dini. Kalau meninggalkan identitas kan tidak. Tapi kalau pakai e-toll kan masuk tidak terperiksa, karena udah otomatis masuk," tegasnya.
Aktivitas Warga Terhambat
Oleh sebab itu Sutono berharap agar gerbang Kemang Pratama 3 bisa dibuka kembali, agar aktivitas warga tidak lagi terhambat. Karena, kata dia, keamanan dan kenyamanan sejatinya tidak bisa diukur dengan sebuah upaya atau kebijakan tertentu, terlebih harus merugikan banyak orang.
"Apakah warga Kemang itu harus terkotak-kotak per cluster? Kalau memang harus lapor, izin masuk, nggak masalah. Ya kalau mau aman, satu rumah lima satpam, itu baru aman," celetuknya.
Terkait hal ini, Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Enung Nurcholis mengatakan pihaknya akan mengecek langsung ke pihak Kemang Pratama 3 untuk evaluasi lebih lanjut. "Besok kami akan mengecek ke lapangan," singkat Enung.
Sebelumnya Heridon, Ketua RW 13 Kemang Pratama 3 beralasan penutupan gerbang perumahan dimaksudkan untuk keamanan dan kenyamanan warga di lingkungannya.
"Kami memanage supaya di lingkungan kami, orang masuk ke sini itu nggak sembarangan," katanya.
Pihaknya juga sengaja memberlakukan kartu mirip e-toll untuk mempermudah warga memperoleh akses keluar masuk, khususnya warga perumahan. Untuk mendapatkan kartu ini, warga cukup mengganti biaya pembuatan kartu yang nilainya bervariasi.
Pun demikian, warga yang berjalan kaki diakui Heridon tetap bisa melintasi gerbang perumahan.
"Pintu itu sebenarnya tidak ditutup mati. Kalau motor memang harus memutar. Tapi kalau orang jalan kaki, bisa (melintas), tidak masalah," tandasnya.
Advertisement