Mereka yang Sudah Ditetapkan Tersangka saat Demo Tolak RUU Cipta Kerja Jadi UU

Demo penolakan RUU Cipta Kerja menjadi UU di berbagai daerah ada yang berakhir dengan ricuh hingga tindakan anarkis terjadi.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 12 Okt 2020, 16:27 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2020, 16:27 WIB
Sejumlah aliansi buruh yang demo tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja diadang Brimob saat menuju ke Gedung DPR/MPR, Kamis (9/10/2020)
Sejumlah aliansi buruh yang demo tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja diadang Brimob saat menuju ke Gedung DPR/MPR, Kamis (9/10/2020). (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta - Demo penolakan RUU Cipta Kerja menjadi UU di berbagai daerah ada yang berakhir dengan ricuh hingga tindakan anarkis terjadi.

Salah satunya yang terjadi di Jakarta. Aparat kepolisian pun terus mencari bukti-bukti aksi anarkis saat demo menolak UU Cipta Kerja.

Bahkan, menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, sejauh ini ada 43 orang yang ditetapkan sebagai tersangka.

"Ada 43 orang yang sudah kita tetapkan sebagai tersangka," kata dia saat dihubungi, Minggu, 11 Oktober 2020.

Tak hanya di Jakarta, sebelumnya, Polda Jawa Timur (Jatim) menetapkan 14 demonstran menjadi tersangka perusakan fasilitas umum saat demo pada Kamis, 8 Oktober 2020.

"Terhadap 14 orang yang kita tetapkan menjadi tersangka, kemudian kita akan lakukan penahanan sesuau Pasal 170 atau pengrusakan secara bersama-sama," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, Jumat, 9 Oktober 2020.

Berikut mereka yang sudah ditetapkan sebagai tersangka saat demo ricuh penolakan RUU Cipta Kerja menjadi UU dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

14 Demonstran Jadi Tersangka Perusakan Fasilitas Umum

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Aksi demo di depan Gedung Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (8/10/2020). (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur (Jatim) menetapkan 14 demonstran menjadi tersangka perusakan fasilitas umum saat aksi unjuk rasa tolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) pada Kamis 8 Oktober 2020.

"Terhadap 14 orang yang kita tetapkan menjadi tersangka, kemudian kita akan lakukan penahanan sesuau Pasal 170 atau pengrusakan secara bersama-sama," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko usai acara pelepasan dan serahterima demonstran kepada keluarga di Mapolda Jatim, Jumat, 9 Oktober 2020.

Trunoyudo menegaskan, 14 orang itu ditetapkan tersangka karena bersalah telah merusak fasilitas umum, hingga kendaraan milik masyarakat dan aparat kepolisian.

Mereka diduga telah merusak pagar Gedung Negara Grahadi, kendaraan masyarakat, mobil polisi, pot bunga dan tempat sampah di tepi jalan, dan lainnya. "Terhadap 14 orang ini, tentu kita akan lakukan proses penyidikan secara prosedural dan profesional," ucap Trunoyudo.

Namun, Trunoyudo tak menjelaskan detail peran dan latar belakang belasan tersangka itu. Dia juga merahasiakan apakah mereka pelajar, mahasiswa, atau buruh dari Malang atau Surabaya.

"Kita tidak melihat dari status sosialnya, tetapi lebih pada esensi cukup bukti bahwasannya yang bersangkutan merupakan pelaku pengrusakan," jelas Trunoyudo.

 

22 Orang Jadi Tersangka Demo Ricuh Surabaya

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Aksi demo di depan Gedung Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (8/10/2020). (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Kericuhan demo tolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja di tiga lokasi di Surabaya, yaitu depan Kantor Gubernur Jatim, DPRD Jatim dan Gedung Negara Grahadi Surabaya, pada Kamis, 8 Oktober 2020, meninggalkan sejumlah cerita.

Cerita itu dari polisi yang terluka hingga 22 orang ditetapkan menjadi tersangka. Polisi yang dimaksud terluka itu adalah Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Jhonny Edison Isir.

Hal tersebut terlihat saat dia menggelar rilis kasus kerusuhan saat demo tolak UU Omnibus Law di Mapolrestabes Surabaya, Jumat, 9 Oktober 2020.

Dalam gelar perkara tersebut, tampak tangan Isir membengkak. Bahkan jari-jarinya saat memegang microphone tak bisa melingkar rekat. Meski demikian pihaknya menuturkan, tangannya baik-baik saja dan tak menjawab apakah terluka karena lemparan atau pukulan massa.

Isir menuturkan, ada sekitar 253 anak dan dewasa diamankan. Dari total tersebut petugas menetapkan 22 orang ini menjadi tersangka kerusuhan saat demo.

"Jadi mereka yang kita amankan ini adalah anak-anak dan orang dewasa yang anarki. Mereka membawa barang berbahaya ada yang bawa sajam, bom molotov, batu dan benda keras lainnya. Mereka merusak fasum mobil polisi, pos polisi, pintu gerbang dll. Jadi ada 22 anak yang kita tetapkan sebagai tersangka," ujarnya.

Dari 22 orang yang ditetapkan, lanjut Isir, lima orang dewasa dan 17 anak-anak. Untuk anak-anak ini adalah anak sekolah dengan umur antara 14 tahun hingga 17 tahun. Mereka diamankan lantaran merusak dan bertindak anarkis.

Pengamanan ini dilakukan sebelum dan sesudah kericuhan di sejumlah tempat di Surabaya, Kamis, 8 Oktober 2020. Dalam pengamanan kericuhan, tercatat banyak petugas yang mengalami luka dan seorang jurnalis juga mengalami luka tangannya.

Pihaknya menegaskan para pelaku kerusuhan akan dijerat UU Darurat pasal 170. Sedangkan 231 dilepaskan dengan syarat dijemput orangtua dan menulis surat pernyataan.

"Kita mengamankan banyak barang bukti dari anak-anak ini baik sebelum dan sesudah kerusuhan. Diantaranya bom molotov, parang, batu, kayu dan mobil patroli yang rusak," ujar dia.

Sedangkan dugaan aksi perampasan dan penghapusan file jurnalis, lanjut perwira melati tiga, pihaknya akan mendalaminya. Terkait ada enam jurnalis yang melaporkan aksi anarki oleh oknum Polri tersebut ke Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) juga akan ditindak lanjuti.

Hanya saja saat ditanya akan saksi kepada oknum Polri tersebut, pihaknya belum bisa menjawab secara detail. Sebab ada juga jurnalis yang melakukan peliputan namun tak memakai atribut jurnalistik. Sehingga adanya dugaan kesalahpahaman pun terjadi.

"Maka kalau bisa dan sebisa mungkin saat meliput jurnalis membawa atributnya. Supaya petugas kepolisian tak salah paham begitu," tegasnya.

 

43 Tersangka Demo Anarkis Omnibus Law di Jakarta

Demo Berujung Anarkis, Sebagian Jakarta Porak Poranda
Kondisi halte bus transjakarta Sarinah di Jalan MH Thamrin terlihat rusak parah, Jakarta, Kamis (8/10/2020). Unjuk rasa menentang disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja berujung aksi anarkis merusak berbagai fasilitas umum. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Kepolisian terus mencari bukti-bukti terkait aksi anarkis saat demo menolak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus menyampaikan, sejauh ini ada 43 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dikenakan pasal berbeda-beda tergantung tindak pidana yang dilakukan.

"Ada 43 orang yang sudah kita tetapkan sebagai tersangka," kata dia saat dihubungi, Minggu, 11 Oktober 2020.

Sebelumnya, Yusri menyebut tersangka demo anarkis berjumlah 87 orang. Menurut dia, 87 orang itu belum seluruh menyandang status tersangka.

"Ini semua masih berproses. Penyidik masih mendalami keterlibatan mereka," ujar dia.

Yusri menjelaskan, 14 orang di antaranya dijebloskan ke rutan Polda Metro Jaya. Sementara sisa dikenakan wajib lapor dan telah dipulangkan.

"14 orang kita lakukan penahanan," ucap dia.

 

9 Orang Jadi Tersangka di Kabupaten Tangerang

Ribuan massa buruh di Kota Tangerang kembali turun ke jalan menggelar demo menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja
Ribuan massa buruh di Kota Tangerang kembali turun ke jalan menggelar demo menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

Polisi menetapkan 9 orang sebagai tersangka terkait demo tolak RUU Cipta Kerja yang berujung anarkistis di wilayah Kecamatan Pasar Kemis dan Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang beberapa waktu lalu. Ke-9 tersangka itu adalah H, F, HR, RH, R, YP, AS, SB, dan J.

"5 dari 9 tersangka dijerat juga dengan pasal mengenai perbuatan melawan petugas yang sedang melaksanakan tugas yang sah menurut undang-undang," kata Kapolresta Tangerang Kombes Ade Ary Syam Indradi saat konferensi pers di Mapolresta Tangerang, Senin (12/10/2020).

Ade juga menjelaskan, kelima tersangka yang dijerat Pasal 212 KUHP mengenai itu adalah HR, YP, H, R, dan RH. Sementara tersangka lain dijerat Pasal 170 KUHP mengenai tindakan perusakan secara bersama-sama.

Dia menuturkan, 5 tersangka dijerat pasal melawan petugas karena memaki petugas yang menghalaunya saat hendak sweeping buruh di salah satu perusahaan di Desa Sukatani, Kecamatan Rajeg sebagai buntut demo.

"Kelima tersangka membentak-bentak dan mengeluarkan kalimat yang merendahkan martabat institusi," ujar Ade.

Tidak hanya itu, kelima tersangka bersama 4 tersangka lainnya juga terlibat dalam perusakan dan memasuki properti orang tanpa izin di salah satu perusahaan di kawasan industri Desa Sukaasih, Kecamatan Pasar Kemis saat demo tolak RUU Cipta Kerja.

Menurut dia, dari 9 tersangka memiliki peran berbeda-beda.

"Ada yang memerintahkan agar mereka berkumpul untuk melakukan aksi sweping ke pabrik. Ada juga yang mendorong pintu gerbang utama pabrik hingga roboh. Dan ada pula yang sampai masuk ke ruang kantor lalu mengacak-acak dan merusak ruang kantor," tutur Ade.

Dua peristiwa itu, selain terekam kamera CCTV juga terdokumentasikan kamera ponsel. Dari pertunjuk itu, polisi memperdalam penyelidikan. Kemudian, setelah ditambah keterangan saksi, polisi pun menciduk para tersangka.

Ade juga menyesalkan unjuk rasa yang mestinya damai dan sesuai koridor aturan malah berujung aksi anarkistis dan melawan petugas. Ade pun menegaskan, akan memberikan tindakan tegas bagi siapa saja yang melawan hukum.

"Menyampaikan aspirasi di hadapan umum dilindungi konstitusi. Namun harus sesuai aturan dan tidak melawan hukum," pungkas Ade.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya