Hardiknas 2021, FSGI: Krisis Pendidikan Masih Terjadi di Indonesia

Sekjen FSGI Heru Purnomo menyebut, sejak awal program pembelajaran jarak jauh atau belajar dari rumah selama pandemi sudah keliru

oleh Lizsa Egeham diperbarui 02 Mei 2021, 15:16 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2021, 15:16 WIB
FOTO: Perbaikan Sistem Pembelajaran Jarak Jauh
Seorang siswi memperhatikan ponsel saat belajar secara daring di Jakarta, Rabu (4/11/2020). Federasi Serikat Guru Indonesia merekomendasikan sejumlah usulan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengubah sistem Pembelajaran Jarak Jauh. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan sejumlah kritik kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2021. FSGI menilai, saat ini krisis pendidikan masih berlangsung di tengah pandemi Covid-19.

"Sampai hari ini, ketika kebijakan belajar dari rumah di masa pandemi masih berlangsung, krisis di pendidikan masih berlangsung. Bahkan kebijakan pendidikan yang dibuat masih belum mampu mengatasi krisis di pendidikan," kata Wakil Sekjen FSGI Mansur dikutip dari siaran persnya, Minggu (2/5/2021).

Menurut dia, Kemendikbud seperti tak berdaya dan kebingungan mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dari kebijakan pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19. Mansur mengatakan, kebijakan yang dibuat belum menunjukkan hasil yang diharapkan.

"Justru angka putus sekolah bertambah dan peserta didik dari keluarga miskin nyaris tak terlayani karena ketiadaan alat daring," ujar dia.

Sekjen FSGI Heru Purnomo menyebut, sejak awal program pembelajaran jarak jauh atau belajar dari rumah selama pandemi sudah keliru. Pasalnya, disparitas digital antar daerah di Indonesia sangat lebar.

"Program beajar dari rumah tidak efektif karena terlalu bertumpu kepada internet sehingga kebijakan yang dibuat adalah pemberian bantuan kuota (internet) pada pendidik dan peserta didik," jelas Heru.

Sayangnya, kata dia, pemberian bantuan kuota tidak disertai dengan pemetaan kebutuhan kuota internet yang beragam. Selain itu, peserta didik dari keluarga miskin yang tidak memiliki gawai dan wilayah blank spot tak dapat menikmati bantuan kuota internet.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Sekolah Tatap Muka Dinilai Akan Timbulkan Masalah Baru

DKI Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka di 85 Sekolah
Suasana kegiatan pembelajaran tatap muka di SDN Pondok Labu 14, Jakarta Selatan, Rabu (7/04/2021). Mulai hari ini, Pemprov DKI melakukan pembelajaran tatap muka bagi 85 sekolah dari semua jenjang pendidikan hingga 29 April. (merdeka.com/Arie Basuki)

Hal ini akhirnya membuat mereka tidak bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh. Alih-alih memperbaiki kegagalan menangani dampak buruk pembelajaran jarak jauh, Heru menuturkan pemerintah justru melakukan relaksasi pembukaan sekolah tatap muka serentak pada Juli 2021.

"Seolah melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) adalah cara ampuh mengatasi permasalahan pendidikan di masa pandemic. Padahal ini hanya kemalasan berpikir mencari terobosan lain," tutur dia.

Heru menilai kebijakan ini justru dapat menimbulkan permasalahan lain. Misalnya, ledakan kasus Covid-19 apabila pembukaan sekolah tidak disertai kesiapan dan perlindungan berlapis untuk peserta didik dan pendidik.

"Sudah banyak kasus covid setelah satuan pendidikan menggelar PTM," ucap Heru.

Untuk itu, FSGI mendorong Kemendikbud bersinergi dengan Dinas Pendidikan di daerah untuk memastikan terlaksananya proses pembelajaran antara siswa dan guru dengan berbagai model dan cara sesuai disparitas wilayah, potensi dan kesiapan sekolah.

"Kemendikbud membuat skenario yang jelas dan terpantau untuk masing-masing sekolah. Tidak lagi diserahkan kepada tim Covid secara global dalam satu kabupaten/kota," ujar Heru.

Tak hanya itu, FSGI mendorong Kemendikbud bekerjasama dengan Dinas Pendidikan di daerah melakukan pemetaan yang jelas tentang efektifitas belajar dari rumah di wilayah perkotaan dan Pedesaan. Heru mengingatkan agar Kemendikbud tak hanya menjadikan pembagian paket internet sebagai solusi.

"Program bantuan Pulsa/Paket internet bisa saja dilanjutkan tetapi harus dibarengi dengan pembagian gadget dan atau alat penguat sinyal. Opsi penggunaan guru kunjung dan lainnya harus menjadi alternatif," pungkas Heru.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya