Pembangunan Berkelanjutan Dinilai Penting Diterapkan di Tanah Papua

Deklarasi Manokwari merupakan bentuk komitmen Pemprov Papua dan Papua Barat untuk menunjang pembangunan berkelanjutan berbasis wilayah adat.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Agu 2021, 21:29 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2021, 17:14 WIB
webinar
Webinar Katadata SAFE 2021 bertajuk Green Development Acceleration in the Land of Papua, Kamis (26/8/2021). (Ist)

Liputan6.com, Jakarta Memastikan pembangunan yang berkelanjutan di tanah Papua menjadi komitmen semua pihak terkait saat ini. Baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, organisasi lingkungan hingga masyarakat adat setempat.

Hal tersebut menjadi bagian dari perwujudan Deklarasi Manokwari, yang merupakan hasil International Conference on Biodiversity and Economy Creative (ICBE) 2018. Deklarasi tersebut bentuk komitmen Pemprov Papua dan Papua Barat untuk menunjang pembangunan berkelanjutan berbasis wilayah adat.

Kepala Bappeda Papua Barat Charlie Danny Heatubun mengungkapkan, komitmen deklarasi tersebut hingga kini terus ditindaklanjuti secara agresif oleh kedua pemerintah daerah setempat.

Sejumlah kebijakan tersebut dikeluarkan guna memastikan komitmen sejumlah poin yang menjadi komitmen deklarasi itu terwujud. Khususnya, memastikan bahwa kelesatarian lingkungan dan hak-hak wilayah adat tetap terjaga di tengah pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan.

"Memang dalam perkembangannya turunan kebijakan deklarasi itu sangat progresif. Terutama kami di Papua Barat ada 2 Perdasus. Sejak itu banyak juga implementasi yang sudah dilakukan, dan ada forum untuk mengawal masing-masing butir Deklarasi Manokwari, sehingga secara regulasi itu bisa disahkan," ujar Charlie dalam webinar Katadata SAFE 2021 bertajuk 'Green Development Acceleration in the Land of Papua, Kamis (26/8/2021).

Namun menurut dia ada sejumlah kendala yang kini dihadapi dalam menjaga agar komitmen besama tersebut bisa dijalankan dengan baik. Antara lain memastikan pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian hutan minimal 70 persen, melibatkan dan memenuhi hak-hak masyarakat adat dan tetap menjaga ekosistem laut minimal 50 persen.

"Kita coba atasi krisis iklim yang juga jadi masalah global ini dengan cara-cara konvensional. Kita tidak menggunakan teknologi canggih, tapi bagiamana kebijakan-kebijakan ramah lingkungan, perhatian masyarakat adat, sekaligus kita gunakan untuk atasi krisis iklim," ungkapnya.

Dia menjabarkan, saat ini tantangan yang dihadapi antara lain dari sisi fiskal. Bagaimana Pemerintah Pusat khususnya bisa memberikan insentif bagi masyarakat setempat asli tanah Papua bisa terus menjaga komitmen tersebut, tapi di sisi lain kesejahteraan mereka meningkat.

"Salah satu yang diharapkan dengan penetapan standar nilai ekonomi dari emisi karbon. Kendala terbesar saat ini dari aspek fiskal, apa yang kita butuhkan ini insentif fiskal berbasis ekologis. Kita mengharapakan bisa segera regulasi yang mengarahkan kita akan nilai ekonomi karbon ditetapan dan itu dilaksanakan," tambahnya.

Kendala lainnya adalah perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal ini tentunya membutuhkan kolaborasi dan kemitraan yang intensif dari semua pihak.

"Pemda sendiri sudah bekerja keras dengan mitra pembangunan, termasuk Bapenas. Temasuk dengan pilot project pembangunan rendah karbon di Papua Barat," ungkapnya.

Guna menggenjot pembangunan berkelanjutan dan berorientasi pada masyarakat adat, Pemerintah Pusat telah mengeluarkan Instruksi Presien No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Untuk memastikan implementasinya berbagai program dalam Inpres tersebut, diterbitkan pula Keputusan Presiden No. 20 Tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Tim ini di bawah komando wakil presiden dan beranggotakan 40 Kementerian dan lembaga terkait. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas dalam hal ini desk Papua menjadi koordinator seluruh program yang dilakukan Pemerintah pusat itu.

"Program-programnya cukup banyak, mulai dari aspek pelestarian dan penghijauan sampai dengan menanggulangi bencana. Jadi (pembangunan) Papua itu, kita (Bappenas) jadikan hub untuk mengakomodir berbagai pihak untuk sinergikan," ungkap Kepala Desk Papua Kementerian PPN/Bappenas Aruminingsih.

Menurutnya pembangunan berkelanjutan di Papua ini memerlukan paket yang lengkap. Yang berarti, antara program, tim dan pembiayaan dapat disinergikan dengan baik, sehingga implementasinya bisa maksimal dan tepat sasaran.

"Kegiatan yang kita lakukan sudah upayankan fasiltasi dan sudah ada sumber pendanaannya. Sehingga proses awalnya butuh waktu, tapi setelah masuk pelaksanaanya sudah ada pendanaannya. Itu tidak mudah tapi kita kerjakan bersama," tambahnya.

Lebih lanjut dia menegaskan Pembangunan berkelanjutan ditegas penting dilakukan di tanah Papua. Apalagi, Papua adalah juara Indeks Kualitas Lingkungan Hidup di Indonesia. Karena itu harus dipastikan pembangunan yan dilakukan mempertahankan prestasi ini.

 

 

Keberadaan Tanah Adat

Merespons hal tersebut, Founder and Chief Executive Officer, EcoNusa Foundation Bustar Maitar berharap, sebagai juara, masyarakat di Papua dan Papua barat diberi hadiah yang pantas untuk bisa lebih meningkatkan kesejahteraannya.

"Kalau hadiahnya ada (pembangunan berkelanjutan dan kelestarian lingkungan) itu selalu dijaga oleh masayarakat," ungkapnya.

Hadiah atau penghargaan itu menurutnya tidak bisa diberikan tidak hanya sebatas uang. Namun, bisa juga dengan pengakuan resmi dari pemerintah akan keberadaan tanah adat di Bumi Cendrawasih tersebut.

"Sampai hari ini tidak ada satu jengkal pun di Papua/Papua Barat yang diakui Pemerintah sebagai tanah adat," tegasnya.

Sementara itu, pembicara lainnya Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Surya Tjandra mengungkapkan, pihaknya mengimplementasikan Sistem Penataan agraria berkelanjutan dan inklusif dalam konteks pembangunan di Papua.

Dengan sistem tersebut, diharapkan dapat memaksimalkan tata ruang untuk pembangunan di Papua dan Papua Barat. Dengan tidak mengesampingkan kelestarian lingkungan dan wilayah adat setempat.

Dia menjabarkan, pengimplementasian sistem tersebut dilakukan secara bertahap. Yaitu proses input data, penataan aset legalisasi, penatagunaan tanah dan ruang lalu penataan akses.

"Daerah tanah Papua itu ruangnya bukan cuma untuk manusia, tapi juga bukan hanya untuk tumbuhan dan binatang. Nah itu kita lihat ketemunya di mana. Jadi butuh pemahaman ruang yang efektif," ungkapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya