Liputan6.com, Jakarta Kantor Staf Presiden (KSP) menyoroti maraknya mural yang diduga menyerang Presiden Joko Widodo (Jokowi). KSP menilai, mural tersebut mencerminkan ada kekeliruan mendasar dari persepsi dan praktik demokrasi dari para pembuatnya.
"Maraknya mural di fasilitas-fasilitas publik di beberapa kota yang sebagian diduga menyerang Presiden Joko Widodo mencerminkan bahwa ada kekeliruan mendasar dari persepsi dan praktik demokrasi dari para pembuatnya," kata Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro, Jumat (3/9).
Menurut Juri, bila kritik dimaknai sebagai bagian demokrasi, maka tidak boleh mengabaikan elemen-lemen yang mendasarinya. Di antaranya kepatuhan hukum, etika, dan estetika demi menjaga ketertiban sosial.
Advertisement
"Mural-mural yang sengaja ditebarkan yang baru-baru ini menyerang Presiden Jokowi Widodo adalah cermin dari perbuatan yang justru keluar dari ketiga unsur tersebut karena menganggu ketertiban sosial dan kepatuhan hukum, minim nilai-nilai etika dan estetika," ujarnya.
Menurutnya, kritik haruslah mengandung semangat dan unsur-unsur yang membangun. Termasuk memberi solusi atas berbagai permasalahan yang menjadi obyek kritikan.
Â
Â
** #IngatPesanIbuÂ
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap 3m #vaksinmelindungikitasemua
Jokowi Terbuka Kritik
Juri menegaskan, bahwa Presiden Jokowi berkali-kali menyampaikan bahwa dirinya terbuka akan berbagai masukan maupun kritik. Bahkan tidak akan menempatkan para pengkritiknya sebagai musuh, termasuk para pembuat mural yang menyerang dirinya.
Sikap itu, lanjut dia, seperti yang disampaikan Jokowi dalam Pidato Kenegaraan 16 Agustus lalu yang mengatakan bahwa kritik itu penting bagi bangsa dan negara. Sehingga, Jokowi berterima kasih untuk seluruh anak bangsa yang telah menjadi bagian dari warga negara yang aktif dan terus ikut membangun budaya demokrasi.
"Jadi, membuat mural-mural itu tidak masalah juga tidak dilarang. Tetapi penting diperhatikan, apakah mural itu diperbolehkan ‘digambar’ di tempat publik tersebut? Apakah tidak mengganggu kenyamanan masyarakat, dan apakah kontennya tidak menyerang pribadi-pribadi orang secara sembarangan?," ujarnya.
"Silakan saja mengungkapkan dan berekspresi untuk membangun demokrasi yang penuh keadaban dan optimisme kita sebagai bangsa," pungkas Juri.
Reporter: Genan Kasah
Sumber: Merdeka.com
Â
Advertisement