Liputan6.com, Jakarta - Sekolah Tinggi Teologi (STT) Ekumene mengirimkan hak jawab terkait pemberitaan yang dimuat dengan judul "5 Mahasiswa Ikut Wisuda Meski Belum Dapat Nilai Mata Kuliah, Dosen Lapor Polisi". Berita itu tayang pada 13 Februari 2022 lalu.
Berikut hak jawab yang ditandatangani oleh Tim Kuasa Hukum STT Ekumene Dr (c) Marlas Hutasoit SH, MH yang diterima, Rabu (16/2/2022):
Dengan ini kami menyatakan keberatan atas penayangan berita tentang dugaan pemalsuan ijazah di STT Ekumene yang dilakukan oleh saudara Yohanes Parapat di beberapa media tanpa terlebih dahulu konfirmasi kepada pihak STT ekumene maupun tim kuasa hukum STT
Advertisement
Maka dalam kesempatan ini kami memberikan hak jawab sebagai bentuk klarifikasi sekaligus menjelaskan duduk persoalan sebagaimana porsinya agar tidak menimbulkan berita tidak benar yang berpotensi ke arah fitnah dan pembunuhan karakter.
Baca Juga
Berikut poin-poin hak jawab kami:
1. Bahwa pelapor sebagaimana laporan polisi Nomor: STTLP/B/6294/XII/2021/SPKT/ Polda Metro Jaya tertanggal 15 Desember 2021 belum terlihat jelas apa objek laporan dugaan tindak pidana yang dilaporkan, siapa terduga, sebagai pelaku dari dugaan tindak pidana tersebut serta siapa korban dari dugaan tindak pidana tersebut.
2. Bawa atas laporan polisi pelapor tersebut, penyelidik telah mengundang pihak STT Ekumene dalam rangka meminta klarifikasi atas laporan pelapor sampai dengan saat ini status laporan pelapor masih tahap penyelidikan (klarifikasi), sehingga pengakuan pelapor beberapa media tentang pemalsuan dan melaporkan 5 mahasiswa adalah sikap dan tuduhan yang tergesa-gesa, dan mendahului hasil penyelidikan pihak penyelidik Polda metro jaya.
3. Pihak STT Ekumene selaku lembaga pendidikan yang sah dan memiliki legalitas tetap mendukung langkah pihak penyelidik untuk mengungkap laporan pelapor tersebut secara profesional dan komprehensif, demi mengungkap kebenaran dan keadilan laporan pelapor perlu didalami secara lengkap demi menghindarkan dari tuduhan yang unfair yang dilontarkan secara sepihak oleh pelapor.
4. Bahwa pihak STT Ekumene sangat menyesalkan adanya pengaduan ini terlebih pelapor sampai dengan saat ini masih sebagai bagian dari lingkungan civitas akademika STT Ekumene selaku dosen dan ketua ikatan alumni, pihak STT merasa tidak pernah ada permasalahan perihal tuduhan pelapor dan tujuan pelapor tersebut pun belum pernah dibahas berdasarkan mekanisme internal kampus. Seharusnya secara etika dosen permasalahan ini sejatinya dibahas di internal kampus STT Ekumene dan tidak langsung dibawa ke ranah publik yang terkesan tergesa-gesa dan berpotensi adanya dugaan untuk mengedepankan kepentingan individual atau kelompok.
5. Bahwa fakta pelapor yang merupakan dosen dari program pascasarjana dan direktur pascasarjana periode 11 Februari 2019 hingga 4 Januari 2021 merupakan pejabat yang berwenang mengetahui dan menyetujui mahasiswa untuk menjalani yudisium dan wisuda. STT Ekumene melakukan yudisium pada tanggal 21 November 2020 dan 15 November 2021 serta wisuda pada tanggal 25 November 2020 dan 17 November 2021 dimana kelima mahasiswa tersebut ikut.
6. Bahwa Permendikbud 3 tahun 2020 Pasal 17 ayat 1 mensyaratkan mahasiswa yang mengikuti wisuda adalah yang telah menempuh kegiatan perkuliahan magister, mahasiswa program profesi, program spesialis, program magister, program magister terapan, program doktor, dan program doktor terapan, dinyatakan lulus apabila telah menempuh seluruh beban belajar yang ditetapkan dan memiliki capaian pembelajaran lulusan yang ditargetkan oleh program studi dengan indeks prestasi kumulatif atau IPK lebih besar atau sama dengan 3,00
7. Bahwa sesuai dengan aturan dan mekanisme Permendikbud 3 tahun 2020 Pasal 17 Ayat 1, mahasiswa yang mengikuti wisuda adalah yang telah menempuh kegiatan perkuliahan magister dengan ketentuan; -Paling lama 4 tahun akademik untuk program magister, program magister terapan, atau program spesialis setelah menyelesaikan program sarjana atau diploma 4 atau sarjana terapan.- Telah menyelesaikan beban belajar mahasiswa paling sedikit 36 SKS.- Telah menyelesaikan tugas akhir.
8. Bahwa kemudian dari pantauan kami pada beberapa media online adanya pencatutan nama penasehat hukum STT Ekumene Marlas Hutasoit sebagai salah satu narasumber patut diduga menyalahi kode etik jurnalistik Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 3 karena memuat berita dan atau melakukan pemenggalan atas perintah secara sepihak tanpa didahului adanya konfirmasi terhadap pihak yang terkait baik kepada tim kuasa hukum maupun kepada pihak STT Ekumene. Oleh karenanya kami meminta kepada wartawan dan media cetak maupun online untuk tidak menyiarkan dan atau memuat berita tentang STT Ekumene maupun berita yang terkait yang tidak berdasarkan atas konfirmasi kepada pihak STT Ekumene maupun tim kuasa hukum.
9. Bahwa sesuai dengan uraian diatas, kami mengimbau kepada seluruh pihak untuk kiranya dapat menahan diri demi kebaikan bersama agar tidak menimbulkan terjadinya potensi berita bohong dan atau pembunuhan karakter yang tidak berdasa. Karena sampai dengan saat ini, atas laporan polisi pelapor tersebut masih berstatus tahap penyelidikan atau klarifikasi sehingga pengakuan pelapor beberapa media tentang pemalsuan dan melaporkan 5 mahasiswa adalah sikap dan tuduhan yang tergesa-gesa dan mendahului hasil penyelidikan pihak penyelidik Polda metro Jaya. Kita sebaiknya menunggu langkah komprehensif pihak penyelidik dalam mengungkap fakta kebenaran dari laporan pelapor ini.
Demikian disampaikan atas perhatian dan kerjasama yang baik disampaikan terima kasih.
Hormat kami
Tim Kuasa Hukum STT Ekumene
Dr (c) Marlas Hutasoit SH, MH.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dosen Lapor Polisi
Seorang dosen kampus Sekolah Tinggi Teologi (STT) Ekumene, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Yohanes Parapat membuat laporan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan pemalsuan surat.
Pelaporan tersebut merupakan buntut adanya lima mahasiswa yang ikut wisuda virtual, sementara belum mendapat nilai mata kuliah.
Aduan itu tertulis dalam Laporan Polisi (LP) Nomor: STTLP/B/6294/XII/2021/SPKT/ Polda Metro Jaya tertanggal 15 Desember 2021. Untuk terlapor masih dalam proses penyelidikan.
Tempat kejadian kasus dugaan tindak pidana itu berada di Kampus STT Ekumene, Jakarta dengan waktu 2019 sampai dengan 2021. Ada dua saksi yang dihadirkan dalam pembuatan laporan tersebut.
Dugaan Pasal yang dilanggar adalah Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 28 Ayat (6) dan Ayat (7) dan/atau Pasal 42 Ayat (4) juncto Pasal 93 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Dikti.
Terkait perkembangan laporan tersebut, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengaku masih melakukan kroscek terlebih dahulu.
"Saya cek dulu," tutur Zulpan kepada wartawan, Sabtu (12/2/2022).
Sementara itu, Dosen STT Ekumene, Yohanes Parapat menjelaskan alasan dari pembuatan laporan dugaan pemalsuan surat atau ijazah tersebut ke Polda Metro Jaya.
"Saya melihat ada wisuda secara online dan ada beberapa mahasiswa yang mata kuliah saya itu belum saya berikan, atau tidak saya berikan nilai kepada beberapa mahasiswa tersebut," kata Yohanes.
Yohanes kemudian mencari tahu apakah lima mahasiswa program magister tersebut memasukkan mata kuliah yang diajarkannya di Kampus STT Ekumene. Ternyata, memang semua mata kuliah yang diajarkannya tercantum di riwayat studi lima mahasiswa yang diwisuda itu.
"Saya menanyakan atau minta klarifikasi bersama tim kuasa hukum kepada lima mahasiswa dan Pimpinan Kampus STT Ekumene. Undangan klarifikasi tidak dihadiri. Setelah itu, saya dibantu kuasa hukum melayangkan somasi dan sudah dijawab, tapi tidak menjawab substansi yang kami harapkan. Lalu, kami melaporkan ke Polda Metro Jaya," ucap Yohanes.
Meski begitu, Yohanes masih membuka pintu penyelesaian di luar proses hukum terkait kasus tersebut. Dia mempersilakan pihak pimpinan kampus dan mahasiswa yang merasa terlibat untuk bertemu dengannya.
"Apabila dari mahasiswa atau Pimpinan STT mau bertemu dan memperbaiki, jika memang benar ada hal tidak tepat, tentu saya mau. Artinya, saya punya dan mau diselesaikan secara baik, tidak harus melalui hukum. Apabila memang belum berhak untuk lulus, maka mahasiswa tadi jangan diluluskan dulu," terang Yohanes.
Kuasa Hukum pihak STT Ekumene yang telah diperiksa penyidik, Marlas Hutasoit mengatakan bahwa laporan yang dibuat oleh Yohanes Parapat saat ini masih dalam tahap klarifikasi di Polda Metro Jaya.
"Untuk keperluan klarifikasi, pihak STT Ekumene telah diperiksa dalam rangka memberikan klarifikasi di Penyelidik Polda Metro Jaya," ujar Marlas.
Marlas menyatakan, kampus STT Ekumene sebagai lembaga pendidikan mendukung langkah polisi dalam melakukan rangkaian penyelidikan, demi pengungkapan kasus agar tidak menimbulkan fitnah dan berita bohong alias hoaks.
"Kita menunggu hasilnya. Kami berharap biarkan pihak penyelidik melakukan tugasnya dengan baik dan profesional. Oleh karenanya, kita berharap semua pihak dapat menahan diri demi kebaikan bersama," kata Marlas menandaskan.
Advertisement