KPK Isyaratkan Dirut Anak Usaha PT Summarecon Agung Sudah Tersangka

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan Direktur Utama PT Java Orient Property Dandan Jaya Kartika sudah berstatus tersangka.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 22 Jul 2022, 04:01 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2022, 04:01 WIB
FOTO: KPK Perpanjang Masa Penahanan Oon Nusihon
Tersangka dugaan suap pengurusan IMB apartemen di Yogyakarta, Oon Nusihono saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/6/2022). Masa penahanan VP Real Estate PT Summarecon Agung (SA) Tbk, Oon Nusihono diperpanjang KPK terkait dugaan suap yang juga melibatkan mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan Direktur Utama PT Java Orient Property Dandan Jaya Kartika sudah berstatus tersangka.

Alex tak menyangkal status tersangka Dandan saat dimintai konfirmasi terkait gugatan praperadilan yang diajukan Direktur anak usaha PT Summarecon Agung (SMRA) itu.

"Enggak mungkin kalau baru saksi mengajukan praperadilan, silakan simpulkan sendiri, kan, sudah saya kasih clue-nya," ujar Alex sapan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (21/7/2022).

Alex menjelaskan, pihak yang mengajukan gugatan praperadilan biasanya terkait upaya paksa seperti penggeledahan, penahanan, maupun penetapan tersangka.

"Yang mengajukan praperadilan itu apakah penggeledahan itu sah atau tidak, penahanan sah atau tidak, termasuk penetapan tersangka," kata Alex.

Diketahui, Direktur PT Java Orient Property Dandan Jaya Kartika menggugat praperadilan KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

Dalam petitumnya, Dandan meminta mejelis hakim menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: B/282/DIK.00/23/06/2022 tanggal 03 Juni 2022 yang menetapkan dirinya sebagai tersangka tidak berdasar atas hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yakni eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana, dan sekretaris pribadi Haryadi bernama Triyanto Budi Yuwono sebagai penerima suap.

Lalu tersangka pemberi suap yakni Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono.

Kronologi Kasus Dugaan Suap

FOTO: Masa Penahanan Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti Diperpanjang
Mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/6/2022). Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan informasi perpanjangan masa penahanan Haryadi Suyuti sebagai tersangka dugaan suap izin pembangunan Apartemen di Pemkot Yogyakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi kasus dugaan suap Wali Kota Yogyakarta (2017-2022) Haryadi Suyuti (HS).

Menurut dia, kasus dimulai pada sekitar 2019. Saat itu, tersangka Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk melalui Dandan Jaya selaku Dirut PT JOP (Java Orient Property), mengajukan permohonan IMB (izin mendirikan bangunan). PT JOP adalah anak usaha dari PT. Summarecon Agung Tbk.

"Mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta," kata Alex saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat 3 Juni 2022.

Kemudian, kata Alex, proses permohonan izin berlanjut pada 2021 dan untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi Suyuti yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022.

"Diduga ada kesepakatan antara ON (Oon) dan HS (Haryadi) antara lain HS berkomitmen akan selalu 'mengawal' permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung," kata Alex.

Dia mengungkap, dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan adanya beberapa syarat yang tidak terpenuh, yaitu terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.

Terbitkan Surat Rekomendasi Pembangunan

Alex memastikan, Haryadi mengetahui terjadi kendala di lapangan. Dia pun menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodasi permohonan Oon dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan.

“Selama proses penerbitan izin IMB ini, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar sejumlah Rp 50 juta dari ON untuk HS melalui NWH (Nurwidhihartana), Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, dan TBY (Triyanto Budi Yuwono), Sekretaris Pribadi merangkap ajudan HS,” bongkar Alex.

Atas skema tersebut, akhirnya pada 2022, IMB pembangunan Apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP bisa terbit dan pada 2 Juni 2022. ON pun datang ke Yogyakarta untuk menemui HS di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sejumlah sekitar USD 27.258.

“Uang itu dikemas dalam tas goodiebag melalui TBY sebagai orang kepercayaan HS dan sebagian uang tersebut juga diperuntukkan bagi NWH,” tutur Alex.

Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Deretan Kepala Daerah Terkena OTT KPK. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya