Melihat Kembali Kasus 8 Napi Koruptor yang Kini Telah Bebas Bersyarat

Sejumlah narapidana (napi) kasus korupsi atau koruptor telah divonis bebas pada Selasa 6 September 2022 usai menjalani hukuman masing-masing di dalam penjara.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 07 Sep 2022, 19:52 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2022, 19:52 WIB
Remisi untuk Koruptor
Ilustrasi remisi koruptor. (Liputan6.com/Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah narapidana (napi) kasus korupsi atau koruptor telah divonis bebas pada Selasa 6 September 2022 usai menjalani hukuman masing-masing di dalam penjara.

Salah satu yang menyita perhatian mendapat vonis bebas adalah Pinangki Sirna Malasari atau dikenal dengan sebutan Jaksa Pinangki. Ia bebas bersyarat, setelah menjalani masa tahanan selama dua tahun di Lapas Kelas II Tangerang.

"Pinangki bebas bersyarat. Dia sudah dua tahun di Lapas," kata Kepala Divisi Permasyarakatan Masjuno, Selasa 6 September 2022.

Selain pinangki, ada warga binaan lainnya yang mendapatkan hak Integrasi berupa Pembebasan Bersyarat (PB). Ada juga Ratu Atut Chosiyah yang merupakan mantan Gubernur Banten divonis bebas.

"Betul hari ini sudah dikeluarkan dari Lapas Kelas IIA Tangerang dengan program pembebasan bersyarat," ujar Kabag Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (PAS) Kemenkumham Rika Aprianti dalam keterangannya, Selasa 6 September 2022.

Rika mengatakan, Atut sudah memenuhi syarat menerima program pembebasan bersyarat layaknya narapidana lainnya meski dia menjalani pidana kasus korupsi.

Tak hanya itu, mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar, mantan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali, dan mantan Gubernur Jambi Zumi Zola juga divonis bebas.

Menurut Rika, mereka juga bebas lantaran menjalani program pembebasan bersyarat.

"Iya betul," ujar Rika.

Berikut melihat sederet narapidana (napi) kasus korupsi atau koruptor telah divonis bebas pada Selasa 6 September 2022 usai menjalani hukuman masing-masing di dalam penjara serta kasusnya terdahulu dihimpun Liputan6.com:

 

1. Pinangki Sirna Malasari

Pinangki Sirna Malasari Jalani Sidang Lanjutan Suap Djoko Tjandra
Terdakwa dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di Mahkamah Agung, Pinangki Sirna Malasari saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020). Sidang mendengar keterangan saksi-saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pinangki Sirna Malasari atau dikenal dengan sebutan Jaksa Pinangki, telah bebas bersyarat, setelah menjalani masa tahanan selama dua tahun di Lapas Kelas II Tangerang.

"Pinangki bebas bersyarat. Dia sudah dua tahun di Lapas," kata Kepala Divisi Permasyarakatan Masjuno, Selasa 6 September 2022.

Lantas, apakah kasus yang menjerat Pinangki? 

Pinangki merupakan mantan jaksa yang terseret dalam kasus korupsi dan pencucian uang. Pinangki ketika itu menjabat sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung.

Ia terlibat sejumlah perkara, mulai dari terima suap USD 500 ribu dari buronan Djoko Tjandra, pencucian uang senilai 444.900 dolar AS, hingga pemufakatan jahat menyuap pejabat Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung.

Jaksa Eksekutor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat akhirnya mengeksekusi terpidana Pinangki Sirna Malasari ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Tangerang, Banten, untuk menjalani pidana penjara selama empat tahun sesuai putusan Pengadilan Tinggi Jakarta, Senin 2 Agustus 2021.

"Sudah dieksekusi sekitar pukul 14.00 WIB tadi di LP Tangerang," kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono Budisantoso saat dikonfirmasi Antara.

Eksekusi atas Pinangki ke Lapas Tangerang berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Nomor Print-539/M.1.10/Fu/07/2021 tanggal 30 Juli 2021.

Atas surat perintah tersebut, jaksa eksekutor Kejari Jakarta Pusat melaksanakan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan negeri Jakarta Pusat Nomor 38/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 8 Februari 2021 jo Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 10/Pid.Sus/2021/PT.DKI tanggal 14 Juni 2021 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Dalam amar putusannya menyatakan Pinangki tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersama melakukan tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan kesatu-primair dan ketiga primair. Membebaskan terdakwa tersebut karena itu dari dakwaan kesatu primair dan ketiga primair.

Menyatakan terdakwa Pinangki terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu subsidair dan pencucian uang sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua dan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan ketiga subsidiair.

Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana selama empat tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.

Lalu menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangi seluruhnya dengan pidana yang dijatuhkan.

"Tedakwa Pinangki dimasukkan ke Lapas Wanita dan Anak Kelas IIB Tangerang untuk menjalani pidana penjara selama empat tahun," kata Riono.

Pinangki juga menjalani pidana kurungan selama enam bulan dengan catatan tambahan pidana kurungan dilaksanakan apabila kewajiban membayar uang denda tidak dilaksanakan.

Tambahan pidana kurangan ini, kata Riono, tidak dilaksanakan apabila kewajiban membayar uang denda dilaksanakan.

Hingga kini Pinangki belum membayarkan pidana denda sebesar Rp 600 juta seperti yang tertuang dalam amar putusan.

"Denda akan dilaksanakan sendiri pembayarannya oleh terpidana. Jika tidak bayar, maka akan diganti dengan kurungan selama enam bulan," ujar Riono.

 

2. Ratu Atut Chosiyah

Ratu Atut Jalani Sidang Perdana Kasus Alat Kesehatan
Ratu Atut Chosiyah (tengah) saat menghadiri sidang perdana dugaan korupsi dan suap pengadaan alat kesehatan Provinsi Banten pada 2012 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (8/3). Sidang ini beragendakan pembacaan dakwaan. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Tangerang. Atut menjalani program pembebasan bersyarat.

"Betul hari ini sudah dikeluarkan dari Lapas Kelas IIA Tangerang dengan program pembebasan bersyarat," ujar Kabag Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (PAS) Kemenkumham Rika Aprianti dalam keterangannya, Selasa 6 September 2022.

Rika mengatakan, Atut sudah memenuhi syarat menerima program pembebasan bersyarat layaknya narapidana lainnya meski dia menjalani pidana kasus korupsi.

"Sudah memenuhi persyaratan administratif dan substantif," kata Rika.

Menurut Rika, meski sudah bebas bersyarat, Atut masih menjalani bimbingan dari Balai Pemasyarakatan Serang hingga 2026 mendatang. Menurut Rika, sejatinya Atut bebas murni pada 8 Juli 2025.

"Masih wajib mengikuti bimbingan, dalam hal ini dari Bapas Serang sampai dengan 8 Juli 2026," kata Rika.

Menurut Rika, selama masa bimbingan, Atut tidak diperkenankan melakukan tindak pidana maupun pelanggaran umum atau khusus. Jika melanggar, maka pembebasan bersyarat akan dicabut.

"Aturannya sama sampai masa itu tidak boleh ada tindak pidana apapun, ataupun pelanggaran umum atau khusus kalau sampai terjadi program hak PB akan dicabut dan menjalani sisa pidana di dalam Lapas," kata Rika.

Lalu, apakah kasus Ratu Atut Chosiyah? Terdakwa kasus korupsi pengadaan alat kesehatan Banten, Ratu Atut Chosiyah menjalani sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis 20 Juli 2017.

Ketua Majelis Hakim Masud menjatuhi vonis bagi mantan Gubernur Banten itu 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 Juta.

Ratu Atut terbukti memperkaya diri sebanyak Rp 3,8 miliar saat pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten, pada 2011-2013 lalu. Atut berperan mengarahkan Djaja Buddy, selaku kepala Dinas Kesehatan yang telah berkoordinasi dengan Tubagus Chaeru Wardana alias Wawan adik Ratu Atut terkait anggaran pengadaan alat kesehatan.

Atas putusan ini Ratu Atut menerima dan menyatakan tidak mengajukan banding. Sedangkan jaksa penuntut umum masih mempertimbangkan putusan hakim karena lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 8 tahun penjara.

Saat ini Ratu Atut juga tengah menjalani hukuman 7 tahun penjara atas kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.

Ratu Atut Chosiyah juga pernah mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) terkait kasus suap terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.

Tim kuasa hukum Atut, TB Sukatma mengatakan, pengajuan upaya hukum PK dilakukan lantaran pihaknya menilai ada kekhilafan hakim dalam menjatihkan vonis terhadap Atut. Terlebih pada tingkat kasasi, hukuman Atut diperberat dari empat tahun menjadi tujuh tahun penjara.

"Yang pasti gini, saya enggak hafal satu persatu, tapi itu banyak. Banyak novum yang kita ajukan dan novum itu memiliki nilai yang sangat signifikan," ujar Sukatma saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu 6 Januari 2021.

Sukatma mengatakan pihaknya sudah menyerahkan novum atau bukti baru untuk memperkuat upaya hukum PK. Dalam novum, Sukatma menyatakan tidak adanya keterlibatan Atut dalam kasus suap hakim MK Akil Mochtar.

"Novum itu novum tertulis dan nanti ada saksi juga yang kita ajukan termasuk ahli, termasuk dalam bentuk dokumen. Itu memang menunjukkan signifikan, ternyata Ibu (Atut) enggak terlibat dalam perkara sebagaimana ditingkat putusan tingkat kasasi, terus juga putusan di bawahnya Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri," kata Sukatma.

Ratu Atut sendiri dinilai hakim terbukti bersalah melakukan suap terhadap Hakim MK Akil Mochtar. Suap yang diberikan Atut senilai Rp 1 miliar untuk memenangkan gugatan salah satu pasangan calon bupati dalam Pilkada Lebak, Banten.

Pada perkara itu, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Atut dengan hukuman 4 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan. Namun, pada tingkat kasasi, hukuman Atut diperberat menjadi 7 tahun.

 

3. Mirawati Basri

Mirawati Basri Jalani Sidang Dakwaan Suap Impor Bawang Putih
Tersangka dugaan suap pengurusan kuota dan izin impor bawang putih tahun 2019, Mirawati Basri menunggu waktu persidangan perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa, (31/12/2019). Sidang beragendakan pembacaan dakwaan oleh JPU KPK. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Perantara suap mantan Anggota DPR RI Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra, Mirawati Basri juga telah divonis bebas. Meski telah bebas bersyarat, semuanya masih harus menjalani wajib lapor.

"Setelah ini, ada proses menjalani masa pembimbingan dan pengawasan di Bapas, kalau di Bapas pengampunya atau pendampingnya itu Bapas Serang," kata Kepala Divisi Permasyarakatan Kemenkumham Banten, Masjuno, Selasa 6 September 2022.

Adapun, Lapas Kelas IIA Tangerang telah melalui seluruh tahapan program reintegrasi berdasarkan Aturan dan SOP yang berlaku.

Dimulai dari sidang TPP tingkat UPT bersama dengan PK Bapas dan dilanjutkan ke sidang TPP Tingkat Wilayah selanjutnya diusulkan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

TPP Tingkat Pusat di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melaksanakan sidang terhadap usulan pembebasan bersyarat dan Asimilasi Kerja Sosial narapidana. Semuanya dilaksanakan dalam kurun waktu yang sudah berjalan sebelumnya.

Sebelumnya, Mirawati Basri, terpidana kasus suap kuota impor bawang putih kepada I Nyoman Dhamantra pada 23 Februari 2021, dijebloskan ke lapas Anak dan Wanita kelas II Tangerang, Banten, sesuai dengan putusan MA Nomor : 349K/Pid.Sus/2021 selama lima tahun kurungan, denda Rp 500 juta subside 3 bulan kurungan

Mirawati dinilai turut serta menerima uang suap Rp2 miliar yang awalnya dijanjikan Rp3,5 miliar dari pengusaha atas bantuannya mengurus kuota impor bawang putih.

Putusan itupun lagi–lagi menjadi lebih rendah dibanding dengan tuntutan JPU KPK, yang meminta agar Mirawati dihukum selama 7 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Kembali terkuak indikasi semakin melemahnya pemberantasan koruptor yang jelas sangat merugikan Negara.

 

4. Desi Arryani

KPK Tahan Lima Tersangka Kasus Proyek Fiktif Waskita Karya
Tersangka mantan Kepala Divisi III Waskita Karya, Desi Arryani menuju mobil tahanan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/7/2020). Desi Arryani merupakan satu dari lima tersangka kasus dugaan korupsi terkait proyek fiktif di PT Waskita Karya yang ditahan KPK. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Mantan Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk Desi Arryani juga mendapatkan vonis bebas pada Selasa 6 September 2022. Meski telah bebas bersyarat dari di Lapas Kelas II Tangerang, ia masih harus menjalani wajib lapor.

"Setelah ini, ada proses menjalani masa pembimbingan dan pengawasan di Bapas, kalau di Bapas pengampunya atau pendampingnya itu Bapas Serang," kata Kepala Divisi Permasyarakatan Kemenkumham Banten, Masjuno.

Adapun, Lapas Kelas IIA Tangerang telah melalui seluruh tahapan program reintegrasi berdasarkan Aturan dan SOP yang berlaku.

Dimulai dari sidang TPP tingkat UPT bersama dengan PK Bapas dan dilanjutkan ke sidang TPP Tingkat Wilayah selanjutnya diusulkan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

TPP Tingkat Pusat di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melaksanakan sidang terhadap usulan pembebasan bersyarat dan Asimilasi Kerja Sosial narapidana. Semuanya dilaksanakan dalam kurun waktu yang sudah berjalan sebelumnya.

Sebelumnya, Desi Arryani, mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) menjadi salah satu orang yang juga bebas bersyarat bersamaan dengan ketiga pelaku korupsi di atas, adalah seorang tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan subkontraktor fiktif pada 41 proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya. Desi diduga meraup keuntungan sebanyak Rp3.415.000.000 atas pelaksanaan subkontraktor fiktif.

Dessy melalui putusan PN Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor : 59/Pid.Sus/TPK/2020/PN. Jkt. Awalnya akan menjalani pidana selama empat tahun terhitung mulai tahun 2020.

Selain pidana badan, Desi Arryani juga memiliki kewajiban membayar denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, Dessy harus mengganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.

 

5. Patrialis Akbar

Patrialis Akbar Jalani Sidang Lanjutan Permohonan PK
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar usai mengikuti sidang permohonan PK ke MA di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (8/11). Sebelumnya, Patrialis Akbar divonis 8 tahun penjara. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar turut mendapatkan vonis bebas bersyarat pada Selasa 6 September 2022.

Menurut Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pas Kemenkumham Rika Apriyanti, Patrialis Akbar bebas lantaran menjalani program pembebasan bersyarat.

"Iya betul," ujar Rika singkat saat dikonfirmasi, Selasa 6 September 2022.

Mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar divonis 8 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta. Selain itu, Patrialis juga didenda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa Patrialis Akbar telah terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama dan berlanjut," ucap Hakim Ketua Nawawi Pamolango saat membacakan vonis, Senin 4 September 2017.

Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta majelis hakim menjatuhkan vonis 12 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta atau subsider 6 bulan kurungan.

Tak hanya itu, dia juga dikenakan pidana tambahan dengan diwajibkan mengembalikan US$ 10.000 dan Rp 4.043.195. Hanya saja, majelis hakim menjatuhkan pidana selama satu bulan jika Patrialis tidak mengembalikan uang tersebut. Adapun, jaksa penuntut umum KPK menuntut satu tahun penjara jika tidak mampu mengembalikan.

Hal yang memberatkan menurut majelis hakim, perbuatan Patrialis tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, dan mencederai lembaga Mahkamah Konstitusi.

Sementara itu, hal yang meringankan, Patrialis bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, punya tanggungan. Jasanya sebagai menteri dan mendapat Satya Lencana juga menjadi pertimbangan majelis hakim.

Pada persidangan sebelumnya, JPU dalam tuntutan menyatakan, perbuatan Patrialis tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi. Selain itu, terdakwa juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi.

Lebih jauh, jaksa menilai Patrialis dalam persidangan kerap berbelit-belit memberikan keterangan di persidangan. Meski begitu, terdakwa dianggap sopan dalam persidangan dan masih memiliki tanggungan keluarga.

Yang jelas, ucap JPU, Patrialis terbukti menerima hadiah uang US$ 70 ribu dan janji Rp 2 miliar dari Basuki Hariman yang merupakan pemilik PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa dan anak buahnya NG Fenny melalui Kamaludin.

Hadiah dan janji kepada tersebut bertujuan untuk mempengaruhi putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Patrialis kemudian mengakukan upaya hukum peninjauan kembali alias PK. Permohonan PK Patrialis diterima dan MA memotong hukumannya menjadi 7 tahun penjara denda Rp 300 juta subsider 3 bulan.

Patrialis juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar USD10 ribu dan Rp4.043.195 subsider 4 bulan kurungan.

 

6. Zumi Zola

Senyum Zumi Zola Usai Diperiksa KPK
Senyum Gubernur Jambi nonaktif Zumi Zola usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/7). Zumi Zola menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka mantan Plt Kadis PUPR Jambi Arfan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Terpidana kasus korupsi selanjutnya yang sudah mendapat vonis bebas adalah mantan Gubernur Jambi Zumi Zola. Bebasnya Zumi Zola dibenarkan oleh Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pas Kemenkumham Rika Apriyanti.

Menurut Rika, Zumi Zola bebas lantaran menjalani program pembebasan bersyarat.

"Iya betul," ujar Rika singkat saat dikonfirmasi, Selasa 6 September 2022.

Sebelumnya, Zumi Zola divonis 6 tahun penjara. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga mengharuskan Zumi Zola membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar ketua majelis hakim Yanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 6 Desember 2018.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa. Pada tuntutannya, jaksa meminta majelis hakim mengganjar Zumi Zola dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Pada Agustus lalu, JPU KPK mendakwa Zola telah menerima gratifikasi. Penerimaan gratifikasi sejak ini sejak Zola menjabat sebagai Gubernur Jambi pada tahun 2016. Atas penerimaan gratifikasi, JPU mendakwa Zola telah melanggar Pasal 12B atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Selain itu, JPU mendakwa mantan artis sinetron ini telah memberi suap kepada pimpinan DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019. Uang suap diberikan Zumi terkait ketok palu pembahasan APBD Tahun Anggaran 2017. Jaksa menyebut, agar pembahasan anggaran APBD 2017 lancar Zumi harus mengguyur anggota DPRD masing-masing Rp 200 juta, Badan Anggaran sebesar Rp 225 juta, dan anggota komisi masing-masing mendapat Rp 375 juta.

Uang suap digelontorkan Zumi juga terkait pembahasan anggaran daerah tahun 2018. Atas pemberian suap ini, mantan Bupati Tanjung Jabung Timur ini didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Zumi Zola juga sempat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) atas vonis 6 tahun terkait kasus suap dan gratifikasi. Pada Rabu 6 Januari 2021 merupakan sidang perdana PK tersebut di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Pada sidang perdana ini, pihak Zumi Zola menyampaikan permohonan pengajuan PK. Zumi sendiri turut hadir dalam sidang perdana PK tersebut.

 

7. Suryadharma Ali

Suryadharma Ali Ikhlas Kiswah Diambil KPK Meski Dengan Cara Ilegal
Mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali alias SDA mengiklaskan Kiswahnya yang laku terjual Rp 450 juta dalam lelang di KPK pada Rabu...

Mantan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali juga ikut mendapat vonis bebas bersyarat pada Selasa 6 September 2022.

Bebasnya Suryadharma Ali dibenarkan oleh Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pas Kemenkumham Rika Apriyanti. Menurut Rika, Suryadharma Ali bebas lantaran menjalani program pembebasan bersyarat.

"Iya betul," ujar Rika singkat saat dikonfirmasi, Selasa 6 September 2022.

Sebelummya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 6 tahun penjara terhadap terdakwa kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun 2011-2013 serta penyalahgunaan Dana Operasional Menteri (DOM) Suryadharma Ali.

Selain hukuman badan, mantan Menteri Agama ini juga dikenakan hukuman denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan kurungan.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Suryadharma Ali terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar Ketua Majelis Hakim Aswijon di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 11 Januari 2016.

Hakim menilai, pelanggaran yang dilakukan mantan Ketua Umum PPP ini di antaranya penunjukan Petugas Penyelenggara lbadah Haji (PPIH), penggunaan sisa kuota haji nasional, proses pendaftaran haji, penyediaan perumahan haji, pengelolaan Biaya Penyelenggaraan lbadah Haji (BPlH) dan pengelolaan DOM tahun 2011-2013.

Dari perbuatannya tersebut, Suryadharma terbukti mendapat keuntungan mencapai Rp 1.821.698.840. Hal inilah yang membuat hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar nilai keuntungannya tadi.

"Jika dia tidak dapat membayarnya, maka harta bendanya akan disita senilai dengan yang dibebankan. Apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka diganti pidana kurungan selama 2 tahun," kata hakim.

Vonis Suryadharma Ali ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK yang menginginkan mantan Ketua Umum PPP itu divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, jaksa juga menuntut agar pria yang akrab disapa SDA itu membayar ganti rugi atas kerugian negara sebesar Rp 2,325 miliar. Serta dicabut hak politiknya selama 5 tahun terhitung sejak yang bersangkutan selesai menjalani masa hukuman.

Namun hakim juga tidak mengabulkan tuntutan jaksa yang terkait pencabutan hak politiknya. Menurut hakim, pidana yang dijatuhkan pada Suryadharma Ali telah pantas.

"Menurut majelis hakim, tidak perlu lagi dikenakan lagi (pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik)," pungkas Hakim.

Suryadharma Ali juga sempat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mantan politikus PPP itu menilai vonis 10 tahun tersebut tidak adil.

"Ya (tidak adil) saya tidak tahu ada kekhilafan atau apa," ujar Suryadharma, Senin 4 Juni 2018.

Saat disinggung lebih lanjut perihal adanya novum atau bukti baru setelah proses peradilan perkara selesai, Ali enggan menanggapi lebih lanjut. Dia yakin ada landasan yang kuat untuk upaya PK kali ini.

"Belum waktunya disampaikan, lihat nanti," tukas Suryadharma Ali.

 

8. Amril Mukminin

Bupati Bengkalis non aktif, Amril Mukminin, ketika ditahan oleh KPK dalam perkara suap dan gratifikasi.
Bupati Bengkalis non aktif, Amril Mukminin, ketika ditahan oleh KPK dalam perkara suap dan gratifikasi. (Liputan6.com)

Tidak hanya di Pulau Jawa, narapidana koruptor mendapatkan pembebasan bersyarat juga ada di Riau. Dia adalah Amril Mukminin, mantan Bupati Bengkalis, yang menerima suap miliaran pembangunan jalan.

Amril Mukminin sudah keluar dari Rutan Pekanbaru pada Rabu pagi, 7 September 2022. Hal itu terlihat dari foto Amril saat keluar di pintu Rutan dan sempat didampingi petugas mengisi data.

Kepala Sub Seksi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Riau Koko Syawaluddin Sitorus membenarkan bebasnya Amril Mukminin.

"Hari ini (Rabu) bebasnya," kata Koko, Rabu siang (7/9/2022).

Koko menjelaskan, Amril Mukminin mendapatkan pembebasan bersyarat. Pembebasan bersyarat ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan keputusan dari Kemenkumham pusat.

"Wajib lapornya pada 27 Mei 2024 nanti," kata Koko.

Selama menjalani hukuman, mantan Bupati Bengkalis itu mendapatkan 8 bulan dan 15 hari pemotongan atau remisi. Remisi yang didapatkan mulai dari bersifat umum (RU) dan khusus (RK).

"Total RK 2 bulan dan total RU 6 bulan 15 hari," jelas Koko.

Sebagai informasi, KPK mengeksekusi Amril Mukminin ke Rutan Pekanbaru pada 22 Oktober 2021. Sebelum itu, Amril juga sudah ditahan, dipotong vonis Mahkamah Agung yaitu 4 tahun penjara.

Selain vonis 4 tahun, suami dari Bupati Bengkalis Kasmarni itu juga dihukum membayar denda Rp300 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Putusan MA tersebut menguatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru. Hukuman itu lebih rendah dari putusan Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru yang menghukum Amril dengan pidana penjara selama 6 tahun.

Amril juga diberi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 3 tahun. Hukuman itu dijalankan terhitung sejak Amril selesai menjalani pidana penjara.

Dalam dakwaan JPU, disebutkan, Amril beberapa kali menerima suap dari PT CGA. Amril diduga menerima suap sekitar Januari 2016 hingga tahun 2017.

Amril menerima uang suap itu di beberapa lokasi. Di antaranya, di Starbucks Coffee Mall Plaza Indonesia Jakarta, Restoran Hotel Adi Mulya Medan, di pinggir jalan dekat Hotel Royal Asnof Pekanbaru dan di Hotel Grand Elite Pekanbaru.

Amril menerima uang sebesar SGD 520,000 atau setara dengan Rp5,2 miliar. Uang itu diterima melalui Azrul Nor Manurung alias Asrul (ajudan Amril) dari Ichsan Suaidi selaku pemilik PT CGA yang diserahkan melalui Triyanto (pegawai PT CGA).

Diduga uang itu diberikan PT CGA sebagai upaya melaksanakan pekerjaan proyek pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning. Proyek jalan itu dianggarkan dari dana multiyears.

Infografis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Jauh di Bawah Negeri Jiran. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Jauh di Bawah Negeri Jiran. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya