AHY Sebut Lukas Enembe Sulit Berbicara dan Berjalan Akibat Stroke

Meski ada kesulitan, AHY mengatakan pihaknya masih bisa berkomunikasi dengan Lukas Enembe, pada kemarin malam, Rabu, 28 September 2022.

oleh Benedikta Ave Martevalenia diperbarui 29 Sep 2022, 12:45 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2022, 12:11 WIB
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono
Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono terkait kasus yang menjerat Ketua Umum (ketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Provinsi Papua, sekaligus gubernur Papua, Lukas Enembe. (Foto:Liputan6/Ave Martevalenia)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum (ketum) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengklarifikasi terkait kasus hukum yang menjerat kadernya sekaligus Gubernur Papua, Lukas Enembe.

AHY membenarkan bahwa Lukas Enembe saat ini sedang sakit, sehingga belum bisa memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka.

Lukas Enembe, menurut AHY, selama empat tahun terakhir mengalami stroke yang menyebabkan dirinya sulit berjalan dan berbicara.

"Memang ada kesulitan komunikasi dengan Pak Lukas, karena kondisi Beliau yang sedang sakit. Dalam empat tahun ini, Pak Lukas sudah empat kali terkena serangan stroke. Sehingga Beliau ada keterbatasan dalam berjalan maupun berbicara", jelas AHY saat konferensi pers di Taman DPP Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).

Meski demikian, kemarin malam Rabu, 28 September 2022, Partai Demokrat berhasil berkomunikasi dengan Lukas Enembe.

"Alhamdulillah, meski ada kesulitan, kami akhirnya bisa melakukan komunikasi dengan Beliau tadi malam," kata AHY.

Pada kesempatan yang sama, AHY memutuskan untuk menonaktifkan sementara Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Papua.

Keputusan ini dilakukan Demokrat agar Lukas Enembe dapat berkonsentrasi penuh dalam menghadapi proses hukumnya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka. 

"Kami mendukung upaya Pak Lukas mencari keadilannya, selama proses itu berjalan mengingat Pak Lukas berhalangan untuk melaksanakan tugasnya atau nonaktif, maka kami menunjuk Saudara Willlem Wandik sebagai Pelaksana Tugas Ketua DPD Partai Provinsi Papua," kata AHY saat jumpa pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).  

Menurut AHY, keputusan itu sudah sesuai dengan Anggaran Dasar Partai Demokrat Pasal 42 Ayat 5. Diketahui, Willem Wandik adalah salah satu Wakil Ketua Umum Partai Demokrat yang juga menjabat sebagai anggota Komisi V DPR RI.

"Dengan kapasitas dan integritas dimiliki, Saudara Willlem Wandik dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya,” jelas AHY.


Jadi Tersangka, Lukas Belum Hadir ke KPK

20151207-pilkada-papua-gubernur lukas
Gubernur Papua, Lukas Enembe. (Liputan6.com/Katharina Janur)

Sebagai informasi, saat ini Lukas Enembe sudah berstatus tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua.

Namun hingga surat pemanggilan kedua pada 26 September 2022, Lukas Enembe masih tidak kooperatif untuk hadir ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Juru Bicara KPK Ali Fikri berharap, Lukas dan penasihat hukumnya bisa kooperatif dalam pemanggilan selanjutnya untuk patuh terhadap proses hukum yang berlaku untuk bisa menjelaskan secara langsung kepada tim penyidik KPK soal pembelaan mereka.

"Kami berharap tersangka dan penasihat hukumnya kooperatif hadir karena ini merupakan kesempatan untuk dapat menjelaskan langsung di hadapan tim penyidik KPK," kata Ali menandasi.


KPK Ingatkan Pasal Obstruction of Justice di Kasus Lukas Enembe

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menegaskan pihaknya tak ragu menerapkan Pasal 21 UU Tipikor kepada mereka yang sengaja menghalangi proses penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua Lukas Enembe.

"KPK akan keras untuk menerapkan ketentuan Pasal 21 UU 31 Tahun 1999 (Pemberantasan Tipikor) yang kita kenal dengan obstruction of justice," ujar Nawawi dalam keterangannya, Selasa (27/9/2022).

Pasal 21 UU Tipikor menyatakan, 'Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.'

Maka dari itu, Nawawi meminta kepada semua pihak agar tak mencoba-coba menggagalkan proses penyidikan terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe.

"Kepada pihak lain diharapkan agar membantu supaya proses pemeriksaan pengambilan keterangan LE dapat secepatnya terlaksana dan jangan justru mencoba mencegah, merintangi, atau pun menggagalkan proses penyidikan," kata Nawawi.

Infografis 3 Manfaat Tidur Cukup Cegah Risiko Penularan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 3 Manfaat Tidur Cukup Cegah Risiko Penularan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya