Kasus Lukas Enembe Dinilai Tindakan yang Bisa Jatuhkan Martabat Orang Papua

Lukas harus berani bertanggung jawab atas perbuatannya terutama setelah melakukan hal yang tidak menguntungkan masyarakat Papua

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Okt 2022, 20:57 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2022, 19:12 WIB
Gubernur Papua, Lukas Enembe
Gubernur Papua, Lukas Enembe. (Liputan6.com/kabarpapua/Katharina Janur)

Liputan6.com, Jakarta - Ondofolo Sosiri Sentani Boas Assa Enoch mengatakan pihaknya merasa terganggu terhadap pengangkatan Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar Papua. Boas menilai Papua menjadi dilecehkan karena pengangkatan Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar tidak benar. Hal itu diungkapkan oleh Boas Assa Enock, Senin (10/10/ 2022).

Ondofolo Sosiri Boas Assa Ebock mengatakan Papua memiliki berbagai macam suku dan tidak bisa langsung mengangkat Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar.

"Dengan kasus yang menjerat Lukas Enembe dinilai merupakan tindakan pelecehan yang dapat menjatuhkan martabat orang Papua juga", ucap Boas dalam keterangannya.

Dia menegaskan, Lukas Enembe tidak bisa menjadi kepala suku besar Papua salah satunya karena tidak ada garis silsilah keturunan kepala suku yang jelas.

Lukas Enembe beserta anak dan istri telah diundang oleh KPK untuk memberikan keterangan namun tidak ada yang memenuhi panggilan tersebut sehingga dinilai bahwa keluarga LE tidak menghormati dan menghargai aturan hukum, tutur Boas.

"Lukas harus berani bertanggung jawab atas perbuatannya terutama setelah melakukan hal yang tidak menguntungkan masyarakat Papua hingga membuat marah orang Papua", ucap Ondofolo Sosiri itu.

"Masyarakat dari semua elemen yang ada harus dapat menjaga kedamaian Papua dalam bingkai NKRI", tutup Boas.

KPK Harap Lukas Penuhi Panggilan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melakukan pendekatan persuasif kepada Gubernur Papua Lukas Enembe agar bersedia memenuhi panggilan tim penyidik.

Lembaga antirasuah itu belum berniat menjemput paksa Lukas Enembe lantaran faktor resiko yang masih tinggi.

"Kami harus melakukan kalkulasi risiko yang mungkin timbul kalau misalnya ada pemanggilan secara paksa. Efek sesudahnya harus kita perhatikan supaya jangan sampai ada kerusuhan. Kami gak menginginkan itu," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangannya, Selasa (4/10/2022).

Dia memastikan, proses jemput paksa belum dilakukan bukan lantaran penegak hukum kesulitan menangkap Lukas.

Menurut Alex, aparat penegak hukum lain, baik Polri maupun TNI mengaku siap membantu KPK.

"Tentu bukan persoalan sulit untuk mengambil paksa dengan mengerahkan segala kekuatan. Tapi itu tadi, ada risiko yang tentu harus kami hitung di sana. Jangan sampai penindakan KPK sampai menimbulkan ekses yang tidak kita inginkan," kata dia.

 

Duga Ada Pihak Perkeruh Suasana

Sebelumnya, KPK juga menyebut ada pihak yang coba memperkeruh dan memprovokasi penanganan kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan proyek di Papua.

"Kami meminta kepada pihak-pihak tertentu untuk tidak memperkeruh dan memprovokasi masyarakat dengan narasi-narasi adanya kriminalisasi maupun politisasi," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (30/9/2022).

Ali meminta kepada pihak-pihak tersebut untuk tak lagi membangun opini yang menyebabkan mangkraknya penanganan kasus. Apalagi, sampai memprovokasi agar Lukas Enembe maupun saksi lain untuk tak memenuhi panggilan KPK.

"Sehingga KPK pun menyayangkan dugaan adanya pihak-pihak yang kemudian membangun opini agar saksi maupun tersangka menghindari pemeriksaan KPK," kata Ali.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya