KPK Setor Rp1,2 Miliar ke Kas Negara dari Anas Urbaningrum dan PT Nindya Karya

KPK mengatakan uang Rp1,2 miliar tersebut berasal dari uang denda Anas Urbaningrum Rp 300 juta, dan dari PT Nindya Karya Rp 900 juta.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 13 Okt 2022, 15:58 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2022, 15:48 WIB
Plt Jubir KPK Ali Fikri
Plt Jubir KPK Ali Fikri memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka Rektor Unila Karomani dalam kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru. (Foto: KPK)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetorkan Rp 1,2 miliar ke kas negara sebagai upaya pemulihan aset dari hasil tindak pidana korupsi. Uang tersebut diterima KPK dari Anas Urbaningrum dan PT Nindya Karya.

"Jaksa Eksekusi Hendra Apriansyah melalui biro keuangan KPK telah menyetorkan ke kas negara berupa pembayaran uang denda sebesar Rp 1,2 miliar," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (13/10/2022).

Ali mengatakan, dari Rp 1,2 miliar tersebut, sebanyak Rp 300 juta merupakan uang denda Anas, sementara Rp 900 juta dari PT Nindya Karya.

"Untuk perkara-perkara lainnya, KPK optimalkan melakukan penagihan uang denda dan uang pengganti pada para terpidana korupsi untuk memaksimalkan tercapainya asset recovery," kata Ali.

Diketahui, Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman Anas Urbaningrum. Upaya hukum peninjauan kembali (PK) yang diajukan Anas diterima MA.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anas Urbaningrum tersebut dengan pidana penjara selama 8 tahun ditambah dengan pidana denda Rp 300. Apabila tidak diganti maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, Rabu 30 September 2020.

Andi mengatakan, MA mengabulkan permohonan PK Anas pada Rabu siang, 30 September. Majelis Hakim Agung PK yang menangani terdiri dari Sunarto sebagai Ketua majelis yang didampingi Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin (Hakim ad hoc Tipikor) masing-masing sebagai Hakim Anggota.

Anas sendiri pada 24 September 2014 divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Perjalanan Anas hingga Diseret ke Meja Hijau

Anas Urbaningrum Sidang Pengajuan PK Kasus Hambalang
Anas Urbaningrum saat mengikuti sidang lanjutan pengajuan PK kasus korupsi dan pencucian uang proyek P3SON Hambalang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (8/6). Sidang mendengar keterangan saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Anas diseret ke meja hijau terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, kasus pencucian uang, serta proyek lain.

Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yang menuntut mantan anggota KPU itu hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Jaksa penuntut umum juga meminta majelis hakim mencabut hak politik Anas.

Anas Urbaningrum kemudian mengajukan banding atas vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor dalam kasus dugaan korupsi gratifikasi atau penerimaan hadiah proyek P3SON Hambalang, proyek-proyek lainnya, serta pencucian uang.

Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta meringankan vonisnya dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara. Anas Urbaningrum tetap dikenakan denda sebesar Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. Putusan itu, dijatuhkan pada 4 Februari 2015.

Anas Urbaningrum kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Upaya hukum tersebut menemui kegagalan.

Majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung melipatgandakan hukuman yang harus dipikul mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu menjadi 14 tahun pidana penjara, denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan.

Kemudian dalam perjalanannya Anas mengajukan PK dan dikabulkan oleh MA. Dalam putusan PK itu Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 57 miliar plus USD 5,261 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka harta bendanya akan dirampas untuk menutupi uang pengganti.

Bila asetnya tidak cukup, hukuman Anas ditambah 2 tahun penjara. Hak politik Anas juga dicabut selama 4 tahun usai menjalani masa pidana pokok.

 

Korupsi Pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh

Sementara, PT Nindya Karya (Persero) divonis membayar denda Rp 900 juta dan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 44.681.053.100 oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Hakim meyakini PT Nindya Karya terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh, Tahun Anggaran 2006-2011. Adapun perbuatan rasuah itu dilakukan bersama-sama PT Tuah Sejati.

Dalam sidang, PT Nindya Karya diwakili Direktur Utama Haedar A Karim. Sedangkan, PT Tuah Sejati diwakili oleh Muhammad Taufik Reza selaku direktur perusahaan tersebut.

Kedua terdakwa korporasi itu dinilai terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.

PT Nindya Karya diperkaya sebanyak Rp44.681.053.100. Sementara, PT Tuah Sejati diperkaya sebanyak Rp 49.908.196.378.

"Mengadili, menyatakan para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ucap Ketua Hakim Susanti Arsi Wibawani di Pengadilan Tipikor, Kamis, 22 September 2022. 

Infografis Mobil Dinas Pimpinan KPK Jadi Sorotan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Mobil Dinas Pimpinan KPK Jadi Sorotan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya