Liputan6.com, Jakarta - Ipda Arsyad Daiva Gunawan selaku mantan penyidik Polres Jakarta Selatan kena semprot Majelis Hakim, lantaran tidak menjalankan tugas dengan benar sebagai penyidik terkait dengan proses penyitaan barang bukti dalam kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Rasa jengkel majelis hakim atas kerja dari para saksi penyidik mencuat ketika mencecar momen proses penyerahan DVR CCTV yang diserahkan oleh Chuck Putranto kepada Polres Metro Jakarta Selatan.
Baca Juga
"Kalau seorang penyidik melakukan penyelidikan tentu dia memerlukan barbuk DVR itu saudara tahu gak fungsi DVR untuk membuat terang peristiwa pidana tau? Kenapa kalo tau, tidak menerima tanda terima barang bukti?" kata Hakim saat sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (10/11/2022).
Advertisement
"Pada saat itu belum," jawab Arsyad.
"Waktu nerima barbuk diregister di nomorin gak?" tanya kembali hakim.
"Belum, baru kami terima masih nyala apa tidak," jawab kembali Arsyad.
Singkatnya setelah mencecar soal ihwal tidak adanya surat penyitaan DVR CCTV, lantas Majelis Hakim menyemprot para saksi karena tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
"Harus ada penyitaan Tindakan itu harus dengan berita acara ya tindakan arbitrasi kepolisian itu nda main serah-serah begitu aja kaya menyerahkan beli goreng pisang," kata Hakim.
"Sedangkan beli goreng pisang aja pake tanda terima pake resi. Beli makanan pake tanda terima apalagi barang bukti Masa barang bukti gak pakai berita acara main serahkan begitu aja, gak bener itu, mestinya beberapa data dilengkapi," tambah Hakim.
Sekedar informasi jika sederet saksi Mantan Penyidik Polres Jakarta Selatan yang hadir dalam sidang atas terdakwa Irfan Widyanto adalah Ridwan Janari; Dimas Arki; Dwi Robiansyah; dan Arsyad Daiva Gunawan.
Dakwaan Pembunuhan Berencana
Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa total lima tersangka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Maruf.
Mereka didakwa turut secara bersama-sama terlibat dengan perkara pembunuhan berencana bersama-sama untuk merencanakan penembakan pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar jaksa saat dalam surat dakwaan.
Atas perbuatannya, kelima terdakwa didakwa sebagaimana terancam Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP yang menjerat dengan hukuman maksimal mencapai hukuman mati.
Sedangkan hanya terdakwa Ferdy Sambo yang turut didakwa secara kumulatif atas perkara dugaan obstruction of justice (OOJ) untuk menghilangkan jejak pembunuhan berencana.
Atas hal tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
"Timbul niat untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan berupaya untuk mengaburkan tindak pidana yang telah terjadi," sebut Jaksa.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com
Advertisement