Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menduga, uang triliunan rupiah masuk ke Indonesia secara ilegal.
Adapun, temuan itu dilihat dari kombinasi antara data bawaan uang tunai melintasi batas negara (Cross Border Cash Carrying) atau CBCC yang diterima oleh PPATK dengan aplikasi Passenger Risk Management (PRM).
Baca Juga
"Teman-teman bisa lihat CBCC yang kami PPATK terima itu angkanya frekuensi jauh di bawah PRM," kata dia.
Advertisement
Ivan memberikan sambutan pada acara diskusi tentang Diseminasi Regulasi Mengenai Tata Cara Pelaporan Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain Ke Dalam atau Ke Luar Daerah Pabean Indonesia, Rabu (23/11/2022).
Ivan menunjukkan beberapa laporan yang diterima dari Bea Cukai. Sebut saja inisial X, Ivan menyebut hanya empat kali terpantau melaporkan melalui Bea Cukai.
"Tapi begitu dikroscek dengan PRM-nya dia 154 kali masuk. Nah berarti ada 150 kali dia masuk tidak melaporkan," ujar dia.
Ivan mengasumsikan, X selama empat kali melaporkan ke Bea Cukai membawa uang Rp 66 Miliar. Menurut dia, kalau rata-rata Rp 66 Miliar dibagi 4 maka X sekali tenteng membawa Rp 15 Miliar.
"Pastinya mereka keluar sana tidak mungkin tidak dalam rangka bawa uang tidak mungkin tidak dalam rangka ambil uang. Kalau rata-rata Rp 15 Miliar tinggal kalikan saja 150 x 15 Miliar artinya ada bolong 141 sekian kali tidak melaporkan," ujar dia.
20 Nama Diduga Lakukan Hal Sama
Lebih lanjut, Ivan membeberkan data dari 20 nama yang diduga melakukan hal serupa. Tapi, Ivan hanya fokus ke beberapa nama Pedagang Valuta Asing (PVA) dengan total nominal 964 kali.
"Artinya potensi uang masuk kalau diratakan ratakan Rp 12 Triliun yang tidak dilaporkan pada tahun 2018 dan sekitar 3 Triliun ketika 2019 yang tidak dilaporkan," ujar dia.
Advertisement