Liputan6.com, Jakarta - Kuasa Hukum Terdakwa Irfan Widyanto, Henry Yosodiningrat berharap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dapat bijaksana melihat bahwa kliennya hanyalah korban kebohongan yang dilakukan oleh mantan atasannya yakni Ferdy Sambo, dalam kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Dari awal sidang saksi semua meringankan, membantu dan menjelaskan yang sebenarnya bahwa fakta seperti ini (korban kebohongan), mudah-mudahan Majelis Hakim juga melihat ternyata klien kami ini juga bisa sebetulnya adalah korban," tutur Henry usai menghadiri sidang dengan agenda pemeriksaan saksi Ketua RT Duren Tiga Seno Sukarto dan asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo, Diryanto alias Kodir di PN Jaksel, Kamis (24/11/2022).
Henry menegaskan, keterangan para saksi yang pernah dihadirkan berikut bukti-bukti sudah sangat jelas menunjukkan terdakwa Irfan Widyanto tidak melakukan tindak pidana. Keterangan Seno Sukarto dan Diryanto alias Kodir misalnya, kedua saksi tersebut mengaku tidak kenal dan tidak pernah bertemu dengan terdakwa Irfan Widyanto.
Advertisement
Baca Juga
Sementara, kesaksian Kodir pun menyebutkan bahwa CCTV yang dipasang di pos satpam dibeli menggunakan uang Ferdy Sambo, sehingga unsur Pasal UU ITE pun tidak terpenuhi. Henry mengingatkan bahwa kliennya hanya menjalankan perintah atasan saat mengganti DVR CCTV, yang menjadi bukti kasus kematian Brigadir J.
Terdakwa Irfan Widyanto juga tidak mengetahui bahwa DVR yang diganti tersebut merupakan bukti kasus kematian Brigadir J. Hal itu sebagaimana kesaksian AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay, yang merupakan atasan terdakwa.
"Maka yang dipahami oleh orang reserse (Irfan) adalah ambil dan serahkan pada penyidik. Apapun perintahnya dimaknai seperti itu dan dilaksanakan oleh terdakwa Irfan, itu tidak salah dan sangat benar," ujar Henry.
Ada Tekanan Psikis
Lebih lanjut, ada tekanan psikis hirarki dari perintah seorang Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri. Henry menyebut, jika kesenjangan tersebut hanya sebatas pangkat, maka mungkin kliennya mampu memberikan penolakan secara tegas.
Namun berbeda dengan hirarki secara jabatan. Ferdy Sambo yang menjabat Kadiv Propam tentu sangat ditakuti oleh anggota Polri, terlebih Irfan yang hanya berpangkat AKP.
"Bahwa perintah yang katanya dari Agus kepada Irfan untuk mengamankan, kan kita sudah uji. Pengertian mengamankan itu, mengambil, menyerahkan kepada penyidik. Jadi bukan mengamankan terus dia berdiri, pegang senjata itu bukan. Jadi betul tidak ada kaitannya dengan dakwaan," Henry menandaskan.
Irfan Widyanto sendiri merupakan terdakwa anggota Polri dengan jabatan terendah dalam kasus obstruction of justice perkara kematian Brigadir J. Dia berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) dan diduga menjadi kepanjangan tangan Ferdy Sambo untuk mengambil dan merusak CCTV di sekitar Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Para terdakwa kasus obstruction of justice perkara kematian Brigadir J dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka juga dikenakan Pasal 48 jo Pasal 32 Ayat (1) UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Advertisement