Waketum MUI Ceritakan soal Toleransi di Indonesia saat Konferensi Perdamaian Filipina

Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud, menyampaikan pidatonya yang bertema “One Family Under God: A Vision for a World of Freedom and Peace”.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Des 2022, 06:17 WIB
Diterbitkan 02 Des 2022, 22:29 WIB
Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud, menyampaikan pidatonya yang bertema  “One Family Under God: A Vision for a World of Freedom and Peace” (Istimewa)
Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud, menyampaikan pidatonya yang bertema “One Family Under God: A Vision for a World of Freedom and Peace” (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud, menyampaikan pidatonya yang bertema “One Family Under God: A Vision for a World of Freedom and Peace”. Menurut dia, hal itu menjadi tema besar yang diangkat karena perang yang terjadi di negara-negara Muslim tahun demi tahun terus bertambah.

“Dari saya kecil sudah menyaksikan Perang melalui TV hitam putih, sampai sekarang belum selesai, bahkan malah tambah, konflik Rusia Ukraina yang menambah beban ekonomi yang sangat berat di belahan dunia termasuk Indonesia,” kata Kiai Marsudi saat menghadiri acara Global Peace Conference dan Global Peace Festival yang digelar Global Peace Foundation (GPF) yang bermarkas di Washington DC, di Hotel Mariot and Widus Hotel, Clark Filipina, seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (2/12/2022).

Kiai Marsudi Syuhud lalu mengajak, kepada tokoh-tokoh dunia untuk menghentukan perang dan meminta untuk para tokoh-tokoh agama untuk menjadikan ajaran agama sebagai problem solving.

“Religion teaching must be as problem solving of crisis, conflict, and war in any countries, (Ajaran agama harus sebagai pemecahan masalah krisis, konflik, dan perang di negara mana pun, red),” ujar dia.


Contoh Konkret

Tidak lupa, Kiai Marsudi mengambil Indonesia sebagai contoh konkret tentang penanganan Konflik yang ada di masyarakat Indonesia, dengan beberapa pendekatan. Dia menjelaskan, pertama ada budaya kumpal-kumpul di masyarakat menjadi bukti kongkret yang dapat dirasakan masyarakat untuk memperkecil konflik sosial.

"Kumpal kumpul antarumat seagama atau antarumat beragama, berbeda dengan negara-negara yang tidak memiliki budaya seperti ini. Cenderung masalah kecil pun mudah menjadi besar karena tidak bisa langsung ditangani,” jelas pengasuh Pondok Pesantren Ekonomi Darul Uchwah Jakarta ini.

Kedua, Indonesia mempunyai organisasi sosial lebih dari 100 organisasi baik dari organisasi sosial keagamaan atau organisasi sosial konvensional. Keberadan organisasi tersebut diyakini berguna saat ada konflik. Sebab organisasi organisasi inilah yang tampil langsung menanganinya secara bersama pemerintah saling bantu-membantu.

“Ini semua adalah muncul dari semangat ajaran agamanya yang terus mendorong penganutnya untuk hidup rukun, baik rukun antarumat seagama, dan rukun antarumat beragama dan rukun antarumat sebangsa,” kata dia.

Terakhir, pidato Kiai Marsudi dengan doa keselamatan dan pesan perdamaian. Dia meminta untuk jangan berhenti membangun kedamaian sampai kita beristirahat dengan damai.

Sebagai informasi, Selain KH Marsudi Syuhud, acara plenary intermission diisi tokoh-tokoh lain seperti Founder and Chairman Global Peace Foundation, Mr Dr Hyun Jin Moon, H,E, Ashok Sajjanhar former Indian Ambassador to Sweden, Hon Il Yoon Kim President Parliament Society of the Republic of Korea, Hon Abu Amri, A Taddik Minister Bangsa Moro Autonomous Region of Muslim Mindanau, HE Sara Z Duterte Vice President, HE Gloria Macapagal Arroyo.

Infografis Penyebab Buruknya Kualitas Udara di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Penyebab Buruknya Kualitas Udara di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya