Liputan6.com, Jakarta Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menyebut satu anak meninggal dunia dan satu anak lainnya masih dirawat karena gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA).
Adapun, kasus itu muncul di Jakarta Timur dan Jakarta Barat.
Kendati demikian, Dinkes DKI Jakarta belum dapat memberitahukan secara detail Rumah Sakit (RS) tempat anak tersebut dirawat. Hal itu disampaikan demi meningkatkan kewaspadaan dan privasi pasien.
Advertisement
"Satu meninggal, satu dirawat di rumah sakit. Cuma kan yang dirawat di rumah sakit, kita kan perlu menjaga privasi rumah sakitnya juga, nanti diserang juga itu, didatangi semua. Yang penting kan tahu kondisinya lebih baik gitu kan," kata Kepala Seksi Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinkes DKI Jakarta Ngabila Salama dalam keterangannya, Senin (6/2/2023).
Ngabila menyampaikan bahwa kondisi pasien anak sudah ditangani dengan baik. Saat ini, dia mengaku kondisi pasien anak sudah lebih membaik.
"Iya, kondisinya sudah, ya udah ditangani lebih baik lah, tentunya ada progres yang lebih baik gitu," kata dia.
Lebih lanjut, Ngabila mengatakan bahwa dua kasus gagal ginjal akut pada dua anak di DKI Jakarta tersebut ditemukan sekitar akhir Januari 2023 lalu.
"Jadi memang kondisinya memang sekitar akhir Januari baru ditemukan. Bahkan terakhir di Jakarta ditemukan 31 Oktober kan kasus baru. Nah, ini ditemukan lagi," ucapnya.
Â
Dua Kasus
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr M Syahril menyampaikan Dinkes DKI Jakarta melaporkan dua kasus GGAPA.
Syahril menjelaskan, satu kasus konfirmasi GGAPA merupakan anak berusia 1 tahun yang mengalami demam pada tanggal 25 Januari 2023. Sementara satu anak lainnya satu kasus suspek.
"(Kemudian, anak tersebut) diberikan obat sirop penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion. Pada tanggal 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil atau anuria," jelas Syahril dalam keterangan resmi, Senin (6/2/2023).
Kemudian, lanjut Syahril, anak dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta Timur untuk mendapatkan pemeriksaan. Pada tanggal 31 Januari, pasien mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa.
'Dikarenakan ada gejala GGAPA, maka direncanakan untuk dirujuk ke RSCM tetapi keluarga menolak dan pulang paksa," ujar Syahril.
Lalu, pada tanggal 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD. Sejak saat itu, kata Syahril, pasien sudah mulai buang air kecil.
"Pada tanggal 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Namun, tiga jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia," kata Syahril.
Sementara itu, satu kasus lainnya yang masih merupakan suspek adalah anak berusia 7 tahun, mengalami demam pada tanggal 26 Januari. Kemudian, anak mengkonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri.
"Pada tanggal 30 Januari, (anak) mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari puskesmas. Pada tanggal 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan," jelas Syahril.
Lebih lanjut, Syahril merinci bahwa pada tanggal 2 Februari, anak dirawat di RSUD Kembangan. Kemudian, anak dirujuk dan masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta hingga saat ini.
"Pada saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait pasien ini," imbuh Syahril.
Dengan dilaporkannya tambahan kasus baru GGAPA, hingga 5 Februari 2023 tercatat 326 kasus GGAPA dan satu suspek yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia.
Advertisement