Liputan6.com, Jakarta - Terbongkarnya kasus konten 'Video Gay Kids' telah mengisyaratkan rentannya anak-anak menjadi korban eksploitasi konten pornografi. Pelaku menyebarkan konten porno dengan melibatkan anak-anak.
Advertisement
Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak mengungkap, dari sekian banyak konten video porno yang diedarkan tersangka, ternyata ada beberapa video atau foto yang melibatkan anak-anak Indonesia.
Advertisement
“Juga kami temukan fakta bahwa dalam video yang diunggah atau diperjualbelikan tersebut ada video-video yang diduga melibatkan anak-anak Indonesia,” ujar Ade Safri seperti dikutip Sabtu (19/8/2023).
Ase Safri menuturkan bahwa temuan tersebut juga menjadi perhatian dan kekhawatiran polisi bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk menindaklanjuti kasus video gay kids.
“Perlu dilakukan mitigasi untuk memberikan kepastian, perlindungan untuk anak-anak kita, pemenuhan hak-hak mereka, melakukan rehabilitasi, melibatkan semua stakeholders baik KPAI maupun pemda setempat, termasuk dari psikolog anak," katanya.
Selain upaya koordinasi dengan KPAI, kata Ade, pihaknya juga telah meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) untuk melakukan pemblokiran konten pornografi anak yang ditemukan di media sosial.
"Kami telah bekerja sama dengan Kementerian Kominfo untuk melakukan takedown maupun blokir terhadap situs-situs yang beredar di Telegram, baik itu Telegram maupun Facebook," ucapnya.
Kasus Kejahatan
Terkait kasus 'Video Gay Kids' yang berujung penangkapan dua tersangka yakni berinisial R (21) dan LNH (16), polisi masih terus mencari pihak yang memproduksi konten video porno ini.
"Termasuk upaya-upaya penegakan hukum akan terus kita lakukan dan kita akan buru sampai di mana pun predator-predator anak yang melakukan tindak pidana yang terjadi,” jelasnya.
Karena dua tersangka ini hanya berperan menjual konten video yang disebarkan lewat media sosial. Dengan harga variatif seperti tersangka LHN, menjual 110 foto dan video dihargai sebesar Rp10.000, kemudian untuk 220 foto dan video dipatok Rp20.000, sampai dengan VIP Rp60.000.
Kemudian untuk tersangka R, juga berperan mempromosikan dan menjual video asusila lewat akun telegram miliknya. Dengan tarif kisaran Rp150 ribu untuk foto dan video pornografi sesama jenis khusus dewasa. Kemudian, untuk video gay anak dibanderol Rp250 ribu.
"Jadi tersangka R dan LNH ini mendapatkan konten video maupun foto dari salah satu akun telegram yang ada di luar negeri. Dengan cara membeli sejumlah uang kemudian hasil pembelian di create untuk dibuatkan akun telegram," katanya.
"Oleh sebab itu kami sampaikan dari awal kami penyidik Ditreskrimsus PMJ tidak hanya berhenti sampai di sini, kami akan terus memburu mengejar sampai kepada jaringan pembuat video maupun foto-foto yang bermuatan asusila yang dimana di dalamnya juga melibatkan eksploitasi anak sebagai korbannya," sambungnya.
Atas perbuatannya, keduanya dijerat Pasal 27 ayat 1 juncto pasal 45 UU ITE dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Khusus untuk LNH yang merupaka. anak yang berkonflik dengan hukum juga disertakan Pasal 76i juncto Pasal 88 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com
Advertisement
Anak Rentan Jadi Korban
Lebih lanjut, Komisoner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Kawiyan mengakui dengan adanya kasus ini, telah menandakan rentannya anak Indonesia menjadi korban dari bisnis pornografi.
"Kita tahu semua bahwa korban maupun pelaku di dalam kasus ini adalah anak ya, ada pelaku yang juga anak kemudian kami tentu saja merasa prihatin atas kasus ini. Bahkan anak-anak kita masih sangat rentan menjadi korban dalam penyalahgunaan dan peredaran pornografi," ujarnya.
Atas hal ini, Kawiyan berharap polisi tidak hanya menangkap tersangka yang hanya menyebarluaskan konten-konten tersebut. Melainkan harus memburu otak utama pembuat konten yang menjadikan anak Indonesia sebagai korban.
"Selain itu kami berharap juga agar para korban dilacak kemudian ditangani, karena para korban itu adalah ada yg anak anak. Jadi supaya para korban itu kemudian kita ketahui identitasnya," ujarnya.
Atas adanya kasus ini KPAI, kata Kawiyan, akan bergerak memberikan pendampingan psikologi dan rehabilitasi bagi para korban. Termasuk meminta kepada orang tua ataupun sekolah menyadarkan pentingnya pengawasan media sosial.
"Saya kira kemudian ini menunjukan bahwa anak anak kita masih rawan terhadap peredaran dan produksi pornografi. Untuk itu, marilah bersama untuk lebih cermat, mendampingi anak-anak kita kita dalam menggunakan HP, gadgets dan media sosial," tuturnya.