Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan memeriksa mantan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dalam sidang kasus dugaan suap pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan di Basarnas.
Selain Henri, jaksa juga berencana memeriksa Korsmin Kabasarnas Letkol Adm Arif Budi Cahyanto dan Sekretaris Kabasarnas Ika Kusumawati. Mereka direncanakan akan dimintai keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/11/2023).
Baca Juga
"Hari ini (6/11) untuk agenda pemeriksaan saksi-saksi dalam perkara Terdakwa Mulsunadi Gunawan dkk, tim jaksa KPK akan menghadirkan Henri Alfiandi (Kabasarnas), Afri Budi Cahyanto (Korsmin), dan Ika Kusumawati (Sekretaris Kabasarnas)," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (6/11/2023).
Advertisement
Sebelumnya, Mulsunadi Gunawan selaku Komisaris PT Intertekno Grafika Sejati sekaligus Komisaris PT Bina Putera Sejati bersama Marilya selaku Direktur PT Intertekno Grafika Sejati sekaligus Direktur PT Bina Putera Sejati didakwa memberikan suap terhadap Henri Alfiandi sebesar Rp2,4 miliar.
Pemberian suap itu disebut berkaitan dengan pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan di Basarnas. Suap diberikan kepada Henri melalui Letkol Adm Afri Budi Nurcahyo.
"Memberi cek senilai Rp 1.499.999.898,00 dan uang tunai sebesar Rp 999.710.400,00 kepada Henri Alfiandi," ujar Jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Jaksa mengatakan, selama Henri menjabat sebagai Kabasarnas terdapat pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan pada tahun anggaran 2021 hingga 2013. Nilai anggaran di tahun 2021 sebesar Rp 8.372.925.000, sementara di tahun 2022 sebesar Rp 14.999.998.975, dan di tahun 2023 sebesar Rp 9.997.104.000.
Â
Suap Pengadaan Alat Pendeteksi Korban Reruntuhan
Jaksa menyebut Henri meminta kepada Afri untuk mengelola dana yang berasal dari pemungutan fee 10 persen dari nilai proyek yang ada di Basarnas. Alokasi pembagiannya sebesar 15 persen untuk Henri Alfiandi, 77,5 persen untuk operasional yang dikelola berdasar arahan Henri Alfiandi.
"Sedangkan sisanya untuk cadangan ataupun yang lainnya," jelas jaksa.
Jaksa menyebut Mulsunadi Gunawan mengenal Henri sejak 2013 ketika masih menjabat sebagai Komandan Lanud (Danlanud) Pekanbaru. Mulsunadi Gunawan dan Henri juga disebut kerap berkomunikasi untuk membahas proyek yang sedang berjalan dan akan dikerjakan di Basarnas.
Salah satu proyek yang dimaksud adalah pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan Tahun Anggaran 2021 hingga 2023.
Â
Advertisement
Proyek Pengadaan Dialihkan
Jaksa mengungkap pada 2021 terdapat pelelangan pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan pagu senilai Rp 8.438.579.600. Saat itu, PT Sahabat Inovasi Pertahanan ditetapkan sebagai pemenang lelang berdasarkan Surat Penunjukan Penyedia Barang dan ter-tanggal 16 November 2021.
Namun, PT Sahabat Inovasi Pertahanan diberikan waktu kurang dari satu bulan untuk menyelesaikan proyek tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan itu, Direktur PT Sahabat Inovasi Pertahanan, William Widynata bertemu dengan Awang Kurniawan selaku Direktur Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk mencari solusi.
Dalam pertemuan tersebut, Direktur PT Intertekno Grafika Sejati Marilya membahas pengalihan pekerjaan dari PT Sahabat Inovasi Pertahanan ke PT Bina Putera Sejati, milik Mulsunadi Gunawan untuk menyelesaikan proyek tersebut.
Â
Henri Minta Jatah Fee 10 Persen
Kemudian, Marilya melakukan pertemuan dengan Afri di kantor Basarnas untuk mendapatkan arahan terkait pengerjaan pengadaan proyek tersebut.
"Selanjutnya Afri Budi menjelaskan adanya arahan dari Hendri Alfiandi agar menyerahkan fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak untuk setiap pekerjaan yang ada di Basarnas, atas penjelasan tersebut Marilya menyanggupinya," kata Jaksa.
Atas perbuatannya, Gunawan dan Marilya dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Keduanya juga dijerat dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Advertisement