Liputan6.com, Jakarta Anggota tim hukum Prabowo-Gibran, Hotman Paris Hutapea, meledek tim hukum Ganjar-Mahfud yang ia anggap sangat lucu. Pasalnya, sebagian ahli yang dibawa tim kubu Ganjar-Mahfud hanya memberi pesan moral saja, bukan untuk memperkuat bukti dalil hukum.
"Hari ini semakin lucu lagi. Kemarin saya sudah tertawa terpingkal-pingkal, sekarang parah lagi. Parah banget, masa 90 juta suara lebih dari Prabowo mau dibatalkan dari kesaksian pesan-pesan moral dari Romo. Ini kan masalah hukum, bukan masalah pesan-pesan moral. Jadi benar-benar kok aneh banget ini tim kuasa hukum mereka," kata Hotman di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
Baca Juga
Hotman Paris menyoroti psikolog sebagai ahli dari kubu Ganjar-Mahfud. Menurutnya, paparan dari psikolog saat sidang justru menguntungkan pihaknya lantaran Prabowo sekarang dianggap keren.
Advertisement
"Mereka bawa dua psikolog, dua psikolog mau dipakai untuk membatalkan 90 juta suara, masuk di akal enggak sih? Gua pusing dengarnya, ini praktek hukum yang mana coba?" ucap Hotman.
"Dia (Prabowo) menunjukkan sikap yang sangat cool. Dia menunjukkan pribadi yang sangat cool. Bahkan waktu kampanye pun dia diserang habis-habisan, dia tetap tenang. Belum lagi tari-tari gemoy-gemoy, joget-joget itu kata psikolog mereka, eh malah psikolognya menguntungkan kita," kata Hotman.
Bahkan, Hotman menyebut, paslon 03 Ganjar-Mahfud tidak tahu diri. Sebab, sudah suaranya paling rendah, tapi masih ingin menang di MK.
"Jadi benar-benar saksi mereka itu malah menguntungkan kita. Makanya saya bilang, ini 03 mau ke mana sih? Sudah suaranya parah banget, parah, parah banget, masih ingin menang lagi di MK, enggak tahu diri, apa sih?" ujar Hotman.
Hotman Ketawa Lihat Dalil Tim AMIN
Dalam persidangan sengketa pilpres 2024 sebelumnya, tim hukum Prabowo-Gibran Hotman Paris Hutapea menilai, dalil tim hukum Anies-Muhaimin (AMIN) terlalu lucu. Bahkan Hotman menyatakan mereka kacau balau.
"Kalau saya, dari awal persidangan ini kuasa hukum 01 mengatakan, Hotman akan menangis, eh tadi malah saya ketawa-ketawa. Lucu semuanya, lucu banget," kata Hotman Paris di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2024).
"Karena sepertinya mereka sangat kacau balau dalam membuat settingan," sambungnya.
Hotman menyebut, tim AMIN selalu mempersoalkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. Padahal, putusan MK nomor 90 sudah bisa menjadi syarat Gibran maju cawapres.
"Yang pertama mereka selalu kendalikan peraturan KPU mengenai umur 40 tahun, belum diubah pada saat pendaftaran Gibran. Mereka lupa adanya putusan MK nomor 90 yang mengatakan boleh atau pernah kepala daerah," ujar Hotman.
Hal yang paling lucu, menurut Hotman, ahli tim AMIN mengatakan bahwa Presiden Jokowi dan menterinya melanggar undang-undang korupsi, bansos, dan melanggar Undang-undang APBN. Padahal mereka bukanlah pihak yang terlibat dalam perkara ini.
"Pertanyaannya, bagaimana mungkin MK memutus mengabulkan permohonan mereka dengan mengatakan Jokowi melanggar undang-undang tipikor dan melanggar UU APBN," kata Hotman.
"Sedangkan Jokowi dan menterinya bukan pihak dalam perkara ini, dan MK tidak punya kapasitas untuk menentukan apakah ada korupsi atau tidak. Makanya saya bilang tadi, saya ketawa," ucap Hotman.
Â
Advertisement
Romo Magnis Ibaratkan Presiden dengan Mafia dan Pencuri
Profesor Franz Magnis Suseno alias Romo Magnis menyindir etika kepemimpinan presiden dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa pilpres 2024.
Romo Magnis sebagai ahli yang dihadirkan tim hukum Ganjar-Mahfud itu menilai Jokowi seperti pimpinan organisasi mafia.
"Presiden adalah penguasa atas seluruh masyarakat. Oleh karena itu, ada hal khusus yang dituntut dari padanya dari sudut etika," ujar Romo Magnis di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
Menurut Romo Magnis, Presiden harus menunjukkan kesadaran bahwa yang menjadi tanggung jawabnya adalah keselamatan seluruh bangsa. Kata Romo Magnis, di tengah masyarakat ada kesan bahwa Jokowi memakai kekuasaannya sebagai presiden demi keuntungan sendiri dan keluarganya. Perilaku seperti itu, menurut Romo, adalah fatal.
"Maka seorang presiden harus menjadi milik semua, bukan hanya misalnya milik mereka yang memilihnya. Kalaupun ia misalnya berasal dari satu partai, begitu ia menjadi presiden, segenap tindakannya harus demi keselamatan semua," ucap Romo Magnis.
"Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip menjadi dengan pimpinan organisasi mafia. Di sini dapat diingatkan bahwa wawasan etis presiden Indonesia dirumuskan dengan bagus dalam pembukaan UUD 1945," kata Romo.
Romo Magnis menilai apabila penguasa bertindak tidak atas dasar hukum dan tidak demi kepentingan seluruh masyarakat melainkan memakai kuasanya untuk menguntungkan kelompok, kawan, keluarganya sendiri, maka motivasi masyarakat untuk menaati hukum akan hilang.
"Akibatnya, hidup dalam masyarakat tidak lagi aman. Negara hukum akan merosot menjadi negara kekuasaan dan mirip dengan wilayah kekuasaan sebuah mafia," pungkasnya.
Sebagai disclaimer, saat menyinggung soal presiden dan etika, Romo Magnis tidak menyebut sosok Jokowi sebagai contoh pelakunya. Dia hanya menjelaskan dalam kapasitas keilmuan sebagai seorang filsuf.
Â
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Ibaratkan Presiden dengan Pencuri
Romo Magnis juga mengibaratkan presiden yang bagi-bagi bantuan sosial demi memenangkan pasangan calon tertentu mirip pegawai yang diam-diam mencuri uang dari kas toko. Menurut Romo Magnis, perilaku seperti itu merupakan pelanggaran etika.
"Kalau presiden dengan begitu saja bagi bansos untuk kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam ambil uang tunai dari kas toko. Itu pencurian dan pelanggaran etika," kata Romo Magnis.
Romo Magnis mengatakan, bansos bukan milik presiden, melainkan milik bangsa Indonesia yang pembagiannya menjadi tanggung jawab kementerian yang bersangkutan dan ada aturan dalam pembagiannya.
"Itu juga tanda bahwa dia sudah kehilangan wawasan etika dasarnya tentang jabatan sebagai presiden bahwa kekuasaan yang dia miliki bukan untuk melayani diri sendiri, melainkan melayani seluruh masyarakat," lanjut Romo Magnis.
Romo Magnis menyatakan bahwa yang ia sampaikan adalah secara teoretis.Â
"Mengenai bansos, saya tidak mengatakan apa pun tentang yang dilakukan Presiden Jokowi. Saya mengatakan, kalau seorang presiden yang sebetulnya tidak mengurus langsung kementerian, mengambil bansos yang sudah disediakan di situ untuk kepentingan politiknya, maka itu pencurian. Apakah itu terjadi di Indonesia? Itu bukan urusan saya," tutur Romo Magnis.
Â
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement