BPIP Ingatkan Makna Pancasila soal Fatwa Salam Lintas Agama

Amin memastikan, Pancasila tidak dihegemoni oleh ajaran agama tertentu, namun Pancasila merepresentasi substansi dari ajaran agama.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 11 Jun 2024, 11:14 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2024, 11:14 WIB
Ilustrasi Pancasila, lambang negara Indonesia
Ilustrasi Pancasila, lambang negara Indonesia. (Photo by Mufid Majnun on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan bahwa penggunaan ucapan salam dengan lantas agama lain oleh umat Islam dianggap haram. Menanggapi hal itu, Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Amin Abdullah merespons, secara teologis, terdapat perbedaan antara agama dan pemikiran agama, agama dan penafsiran agama. 

“Hasil ijtima adalah pemikiran agama yang memiliki tafsir majemuk bukan mutlak, sehingga tidak memiliki kebenaran yang tunggal dan absolut,” kata Amin melalui siaran pers tertulis Selasa (11/6/2024).

Amin menyatakan, hasil ijtima harus dibentuk atas perspektif luas, termasuk mempertimbangkan dokumen dan kesepakatan internasional seperti The Amman Message, 9 November 2004; Marrakesh Declaration, 25-27 Januari 2016, tentang Hak-hak Minoritas Beragama di Dunia Islam; Abu Dhabi Declaration, 4 Februari 2019, tentang Persaudaraan Umat Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Kehidupan Bersama (Declaration on Human Fraternity for World Peace and Living Togerher); juga kesimpulan seminar internasional, Universitas Al-Azhar, Kairo, 27-28 Januari 2020.

“Hasil ijtima juga harus diuji secara publik. Pancasila sebagai ijtihad yang sudah disepakati oleh semua pihak (sehingga menjadi ijma/konsensus tertinggi, terlengkap, dan paling mengikat/binding) memiliki derajat keislaman yang telah diuji dan dibuktikan secara substantif,” jelas Amin.

Amin memastikan, Pancasila tidak dihegemoni oleh ajaran agama tertentu, namun Pancasila merepresentasi substansi dari ajaran agama. Dalam negara Pancasila, ajaran Islam bersifat “Ubuddiyyah” dipegang teguh secara pribadi dan menjadi spirit dan inspirasi dalam mengaktualisasi moralitas diri menjadi manusia yang berkualitas dalam ber-“Mu’amalah”, baik bermuamalah secara sosial maupun berkenegaraan.

“Agama menjadi inspirasi batin dalam merepresentasikan nilai kemanusiaan dan persatuan yang tinggi, sehingga semakin beragama seseorang, semakin ia akan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila,” tutur Amin.

 

Mengancam Eksistensi Pancasila

Amin melanjutkan, secara sosiologis, hasil ijtima tentang pelarangan ucapan salam lintas agama dan selamat hari raya keagamaan mengancam eksistensi Pancasila dan keutuhan hidup berbangsa yang sejak dahulu kala telah terkristalisasi menjadi sebuah kearifan lokal yang telah menjadi bagian yang diwariskan sejak ratusan tahun oleh nenek moyang .

“Keutuhan bangsa yang telah hidup ratusan tahun ini tidak boleh direduksi oleh kelompok keagamaan tertentu yang berpotensi mempolarisasi, mendisharmonisasi, dan mendisintegrasi keutuhan berbangsa,” minta Amin.

Secara yuridis Islam, sambung Amin, hasil ijtima yang dibuat hanya memiliki daya yang mengikat secara internum umat muslim dalam forum keagamaan muslim. Sehingga, hal itu tidak boleh dipaksakan ke dalam forum publik secara eksternum karena akan mereduksi nilai-nilai persatuan dan penghargaan terhadap kemajemukan berbangsa.

“Secara konstitutif, Pancasila sebagai dasar hukum tertinggi harus menjadikan seluruh kebijakan tunduk dan mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Pancasila menjadi pedoman dalam setiap penyusunan produk hukum dan kebijakan yang menyangkut kepentingan umum,” tegas Amin.

 

Ajak Masyarakat Jaga Eksistensi Pancasila

Amin mengajak, kehadiran negara dan peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjaga eksistensi Pancasila di ruang publik demi terciptanya kesetaraan bagi setiap warga negara.

Bahwa setiap yang telah menyatakan dirinya sebagai bangsa Indonesia, dan memiliki KTP Warga Negara Indonesia, wajib melaksanakan konsensus Pancasila.

“Maka dalam hal ini dengan melaksanakan toleransi dan menghormati perbedaan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika,” Amin menandasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya