Liputan6.com, Jakarta - Di tengah peringatan Hari Anak Nasional pada 23 Juli 2024, Bareskrim Polri mengungkap kasus eksploitasi seksual terhadap anak atau prostitusi anak yang melibatkan jaringan besar di media sosial.
"Pengungkapan kasus ini menjadi kado bagi kita semua," kata Kabag Penum Humas Polri Kombes Erdi Chaniago saat jumpa pers di Gedung Bareskrim Jakarta, Selasa (23/7/2024).
Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Dani Kustoni, mengungkapkan bahwa jaringan ini beroperasi di media sosial X dan Telegram. Empat orang pelaku, MI, YM, MRP, dan CA, tertangkap tangan dan dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Advertisement
Para pelaku menjalankan bisnis eksploitasi seksual dengan modus menawarkan jasa open BO perempuan di bawah umur, dewasa, dan selebritis kurang terkenal, bahkan warga negara asing. Mereka membangun sistem jaringan yang rapi, dengan peran masing-masing: admin media sosial, pemasaran, penyedia rekening, dan muncikari.
“Modus pelaku menawarkan jasa layanan seksual atau ‘open BO’ perempuan-perempuan di bawah umur, dewasa juga ada, kemudian yang dikenal istilah sekuter (selebritis kurang terkenal), warga negara asing dan lainnya,” kata Kombes Dani di tempat yang sama.
Jaringan ini mengoperasikan grup Telegram bernama Premium Place yang memiliki 3.200 akun aktif. Untuk bergabung di grup tersebut, calon member harus membayar sejumlah uang, mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta.
Premium Place kemudian dibagi lagi menjadi grup Hidden Gems untuk member loyal. Di sini, para pelaku menawarkan jasa open BO dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 8 juta hingga Rp 17 juta.
Polisi Ringkus 7 Pelaku Prostitusi Online Anak Bawah Umur di Surabaya
Polrestabes Surabaya meringkus tujuh orang pelaku kasus prostitusi online anak di bawah umur di Kota Pahlawan. Ketujuh orang itu yakni, YY, RS, AM, SS, RI, AS dan satu lagi anak laki-laki di bawah umur.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro Sukmono, mengatakan ketujuh pelaku yang sudah ditetapkan menjadi tersangka ini terancam Pasal 2 dan Pasal 17 UU No 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menjadikan empat anak di bawah umur sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK).
Dan atau Pasal 88 dan Pasal 80 UU No 35 tahun 2014 tentang Perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau pasal 296 KUHP.
"Adapun ancaman hukumannya terkait pasal TPPO minimal 3 tahun, maksimal 15 tahun. Untuk pasal perlindungan anak ancaman hukumannya minimal tiga tahun dan maksimal hingga 10 tahun," ujar Hendro, Selasa (14/5/2024).
Hendro menceritakan, kasus prostitusi anak di bawah umur ini terungkap melalui laporan salah korban di Mapolrestabes Surabaya, dengan nomor LP:442/B/ VI/ RES.1.24/2024/SPKT/POLRESTABES SURABAYA/ POLDA JAWA TIMUR, Senin 6 Mei 2024.
Polisi pun melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap YY perempuan 24 tahun asal Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Ia dibekuk bersama enam anak buahnya, dan empat anak di bawah umur yang dijadikannya PSK.
"Tersangka YY sebagai muncikari dibantu enam tersangka lain sebagai bawahan yang bekerja sebagai admin atau joki dengan peran mencari tamu melalui aplikasi," ucap Hendro.
Hendro mangatakan, tersangka YY mengendalikan empat orang korban sebagai PSK sejak bulan Januari 2024. Mereka berasal dari Sumatera Selatan dan rata-rata masih berusia 15-17 tahun.
Dalam aksinya, YY memesan dua unit di apartemen B di Surabaya sebagai basecamp. Setiap harinya, sejak pukul 12.00 WIB, YY mendatangkan ahli make up untuk merias para korban. Lalu, sekitar pukul 14.00 WIB para tersangka dan korban mulai berpindah menuju hotel yang sudah ditentukan YY.
Setibanya di hotel, tersangka YY memesan lima kamar. Empat kamar digunakan sebagai tempat untuk melayani tamu, sedangkan satu kamar lainnya digunakan sebagai kantor para joki sebagai operator prostitusi online untuk mencari tamu melalui aplikasi.
"Rata-rata masing-masing korban melayani 10-20 tamu perhari, dengan jam operasional sejak pukul 15.00 - 03.00 WIB dini hari. Setelah aktivitas selesai, mereka kembali ke apartemen B," ujar Hendro.
Advertisement
Para Korban Tidak Pernah Menerima Uang dari Hasil Kerjanya
Rata-rata tarif yang ditetapkan oleh tersangka YY kepada tamu untuk menerima pelayanan dari para korban sekitar Rp300 ribu sampai Rp1,3 juta, tergantung negosiasi antara joki para pelangganya.
"Namun uang dari semua tamu dikuasai oleh YY, untuk para korban tidak pernah menerima hasil kerjanya. Tersangka YY selalu berdalih bahwa para korban masih mempunyai utang kepada tersangka YY untuk biaya akomodasi dari Sumsel ke Surabaya, dan biaya hidup sehari-hari," ucap Hendro.
Sehingga, kata Hendro para korban dipaksa untuk terus bekerja guna melunasi utangnya kepada tersangka YY.
Sementara itu, para admin atau joki memperoleh komisi dari YY, mulai dari Rp75 ribu sampai dengan Rp450 ribu berdasarkan uang yang diihasilkan dari tarif setiap aktivitas prostitusi tersebut.
"Untuk keempat anak yang jadi korban, mereka saat ini menjalani rehabilitasi dan pembinaan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Provinsi Jawa Timur," ujar Hendro.