Liputan6.com, Jakarta - Bambang Hero Saharjo selaku Saksi Ahli Lingkungan Hidup sekaligus yang menghitung kerugian lingkungan kasus dugaan korupsi timah dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam sidang tersebut, saksi ahli Bambang Hero Saharjo tidak bisa menunjukan secara rinci angkanya saat ditanya Hakim dan Penasihat Hukum (PH).
Baca Juga
Hal ini bermula saat Hakim menanyakan perhitungan luasan daerah kerusakan berdasarkan dengan Daerah Ukur (DU) saat sidang atas terdakwa Harvey Moeis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Kamis 14 November 2024.
Advertisement
"Kalau tadi luasannya bagaimana itu, hubungannya luasan dengan DU," tanya Hakim kepada Bambang.
Bambang menjawab, terdapat 170.000 hektare (ha) galian timah yang terdapat puluhan hektare di dalam DU dan bukan DU di dalam masing-masing kluster yang sudah dibagi.
"Yang Mulia ada semua itu dengan fokusnya di 5 smelter itu, tadi sudah saya sampaikan juga," jawab Bambang.
PH Terdakwa juga memberikan pertanyaan lanjutan dari jawaban Bambang, terkait dengan DU yang ada di IUP dengan total 88.900 ha berapa saja rinciannya.
"Itu kan pasti ada rinciannya per masing-masing area itu, dan fakta di persidangan kan yang kita ketahui bahwa PT Timah itu punya 127 iup berarti kan mewakili 127 DU izin," kata Penasihat Hukum (PH).
Senada, Majelis Hakim menegaskan kepada Bambang untuk dapat menunjukan rincian yang diminta oleh Penasihat Hukum (PH).
"Terus sekarang ahli bisa tidak menunjukkan apa yang diminta oleh Penasihat Hukum Terdakwa," tanya Hakim.
"Yang jelas saya sampaikan bahwa breakdown itu adalah IUP yang berada di dalam PT Timah dan di luar PT Timah, dan sekali lagi khusus untuk smelter ini batasnya disini," jawab Bambang.
Pemisahan Kerugian Lingkungan
Kemudian, Hakim juga mempertanyakan apakah Bambang melakukan pemisahan kerugian lingkungan yang ada di IUP PT Timah dan di luar PT Timah.
"Masuk akal ya Ahli, tadi luasan 88 (ribu hektare) kan itu bukan hanya punya PT Timah, jadi apakah ahli kemudian pada saat penghitungan kerugian lingkungan, apakah memisahkan antara yang IUP PT Timah denngan yang non PT Timah tadi," tanya Hakim.
"Tidak Yang Mulia," jawab Bambang.
Sebelumnya, auditor investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Suaedi, dihadirkan jaksa dalam sidang dugaan korupsi timah dan bersaksi untuk terdakwa Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021, Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, dan MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa, Rabu 13 November 2024.
Terjadi dialog menarik ketika majelis hakim meminta Suaedi untuk menjelaskan letak kerugian PT Timah.
"Jika PT Timah menambang sendiri, maka ada 2 cost yakni biaya penggantian lahan dan biaya penambangan. Dimana letak kerugian negaranya? Kemudian jelaskan variable sehingga biaya peleburan disimpulkan kemahalan," tanya Hakim Alfis Setyawan.
Advertisement
Sidang Korupsi Timah, Hakim Minta Auditor BPK Jelaskan Kerugian
Terhadap pertanyaan hakim tersebut, Suaedi menyimpulkan telah terjadi kerugian negara dari analisa atas BAP yang diperlihatkan penyidik kepadanya.
"Dari keterangan saksi dan ahli ini adalah penambangan illegal yang mulia. Sumberdaya alam diperlukan izin. Maka kami bekesimpulan bahwa perolehan bijih timah tanpa izin itu illegal, dan itulah kerugian negara yang Mulia," jelas Suaedi.
Auditor BPKP tersebut juga menjelaskan bahwa ia belum pernah mengklarifikasi keterangan saksi maupun ahli dalam BAP. Saksi juga mengakui bahwa saat kunjungan lapangan tidak melakukan verifikasi dan klarifikasi data.
Ditemui usai persidangan Penasehat Hukum terdakwa Mochtar Riza Pahlevi, Junaedi Saibih, menyampaikan kekecewaannya.
"Saksi terbukti tidak menjalankan SOP sebagai auditor. Hanya menganalisa daan menyimpulkan berdasarkan BAP yang diperlihatkan penyidik. Demikian pula ketika melakukan kunjungan lapangan, tidak melakukan verifikasi dan klarifikasi, hanya dating ke lapangan saja," ujar Junaedi Saibih.
Dalam persidangan itu berulangkali majelis hakim mengingatkan bahwa yang diminta dari penjelasan saksi adalah soal angka dan cara penghitungan. Terkait fakta illegal dan tindakan melawan hukum sudah disampaikan di persidangan sebelumnya.