Liputan6.com, Jakarta Sejumlah masalah dan keluhan penggunaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) mendapat sorotan dari Anggota Fraksi PDI-Perjuangan, Kaisar Kiasa Kasih Said Putra. Menurutnya, implementasi Coretax yang terburu-buru dan gangguan teknis yang berulang justru menyulitkan dunia usaha, memperlambat proses bisnis, dan mengganggu stabilitas keuangan perusahaan.
Pemerintah menerapkan Coretax DJP sebagai bagian dari reformasi perpajakan untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi administrasi pajak. Namun, sejak implementasi wajib per 1 Januari 2025, Coretex sering mengalami gangguan.
"Kendala terbesar meliputi gangguan akses, lambatnya validasi data, kesulitan dalam pendaftaran, dan dampak langsung terhadap cash flow perusahaan. Situasi ini berisiko menghambat kepatuhan perpajakan, meningkatkan beban administratif, dan berpotensi merugikan dunia usaha," kata Kaisar Kiasa Kasih Said.
Advertisement
Menyikapi hal tersebut, Kaisar mendorong segera dilakukan perbaikan sistem dan perubahan kebijakan sebagai solusi darurat dalam menjalankan kewajiban perpajakan.
1. Penundaan Penerapan Wajib Coretax & Pengaktifan Masa Transisi
Kaisar mengatakan pemerintah perlu memberikan phase roll out, di mana perusahaan masih dapat menggunakan sistem lama.
"DJP harus mengaktifkan dual system (Coretax dan sistem lama) secara bersamaan, sehingga Wajib Pajak memiliki opsi ketika terjadi gangguan sistem," kata Kaisar.
2. Peningkatan Infrastruktur dan Stabilitas Sistem Coretax
Penting untuk meningkatkan kapasitas server dan bandwidth untuk memastikan sistem tetap stabil saat digunakan secara masif. Menyediakan server cadangan (redundancy system) untuk mengurangi risiko kegagalan sistem secara total (total downtime).
"Pastikan data yang dikelola oleh DJP tidak mengalami kebocoran seperti kasus-kasus yang pernah terjadi (seperti kasus E-KTP). Melakukan simulasi beban sistem sebelum setiap pembaruan besar untuk menghindari gangguan teknis," ujarnya.
3. Percepatan Proses Pendaftaran dan Akses Awal Coretax
Menyediakan jalur pendaftaran cepat (fast track) bagi perusahaan yang membutuhkan akses segera. Serta mengembangkan self-service portal dengan verifikasi otomatis, sehingga pendaftaran tidak bergantung pada proses manual yang memakan waktu lama.
4. Peningkatan Dukungan Teknis
Kaisar mendorong adanya peningkatan layanan support 24/7, termasuk hotline khusus untuk menangani keluhan teknis secara cepat. Serta mengadakan pelatihan dan sosialisasi intensif untuk membantu perusahaan dalam adaptasi sistem Coretax.
“Pemerintah perlu segera memperbaiki infrastruktur sistem, memberikan phase roll out, serta menyediakan solusi darurat untuk faktur pajak dan cash flow perusahaan. Hal ini penting agar Coretax benar-benar menjadi alat yang memudahkan, bukan malah membebani pengguna," ungkapnya.
Modernisasi Sistem Perpajakan
Mengingat pada tahun 2025 jumlah Wajib Pajak diperkirakan mencapai 70 juta, Kaisar menekankan bahwa modernisasi sistem perpajakan menjadi kebutuhan penting untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan kemudahan administrasi.
"Lebih dari itu, yang paling utama adalah memastikan penerimaan negara kita tidak terganggu," tegasnya.
Berdasarkan hasil rapat Komisi XI DPR RI dan Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP) Kementerian Keuangan menyepakati bahwa Coretax dan sistem lama akan berjalan secara paralel. Sistem lama yang dimaksud adalah pembayaran dan lapor pajak lewat DPJ online (pajak.go.id). Langkah ini ditempuh untuk memberikan kemudahan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam melakukan kewajiban perpajakan.
Advertisement
Kendala dalam Implementasi Coretax
Sejumlah permasalahan utama berdasarkan keluhan yang Kaisar Kiasa terima antara lain, pertama adalah gangguan sistem dan downtime Coretax.
"Sejak awal implementasi, sistem Coretax sering tidak bisa diakses, sehingga perusahaan tidak dapat menjalankan kewajiban perpajakannya tepat waktu. Tidak semua perusahaan memahami sistem Coretax, namun tetap diwajibkan menggunakannya tanpa transisi yang cukup," jelasnya.
Gangguan tersebut berdampak pada keterlambatan seluruh proses perpajakan, dari input faktur hingga pelaporan SPT.
Masalah kedua adalah proses pendaftaran cortex yang sangat lambat. "Wajib Pajak harus menunggu hingga 15 hari hanya untuk mendaftar, yang menghambat akses ke layanan perpajakan lainnya,” katanya.
Pembuatan dan Akses Faktur Pajak juga mengalami kendala. faktur pajak yang tidak bisa diakses menyebabkan keterlambatan dalam penyelesaian transaksi bisnis.
"Banyak perusahaan memiliki kebijakan bahwa invoice dan faktur pajak harus lengkap sebelum melakukan penagihan. Dengan sistem Coretax yang tidak berfungsi optimal, penagihan menjadi terhambat dan cash flow perusahaan terganggu," jelasnya.
Ketiga, berdampak pada Cash Flow Perusahaan. Keterlambatan pembuatan faktur pajak berdampak pada tertundanya pembayaran dari pelanggan, sehingga perusahaan mengalami gangguan keuangan.
"Tagihan tidak dapat diproses karena sistem Coretax tidak bisa diakses, yang dapat berpotensi merugikan sektor usaha secara luas," kata Kaisar.
Keempat, potensi manfaat Coretax yang belum terwujud. Secara konsep, Coretax menawarkan otomatisasi dalam pengolahan faktur pajak, bukti potong PPh, dan laporan pajak lainnya. Jika berjalan lancar, Coretax seharusnya mempercepat proses administrasi perpajakan dan mengurangi ketergantungan pada vendor.
“Namun, karena sistem masih belum stabil, justru menyebabkan keterlambatan, frustrasi pengguna, dan peningkatan beban kerja karyawan pajak di perusahaan," ujarnya.
(*)
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)