Komdigi Dukung Penuh Penegakan Hukum Proyek PDNS: Siap Beri Infomasi dan Data yang Dibutuhkan

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menegaskan dukungan penuh terhadap proses penegakan hukum terkait proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) periode 2020-2024, saat Kementerian masih bernama Kominfo.

oleh Putu Merta Surya Putra Diperbarui 14 Mar 2025, 15:12 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2025, 15:12 WIB
Sekretaris Jenderal Kemkomdigi, Ismail. Credit: Humas Komdigi
Sekretaris Jenderal Kemkomdigi, Ismail. Credit: Humas Komdigi... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menegaskan dukungan penuh terhadap proses penegakan hukum terkait proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) periode 2020-2024, saat Kementerian masih bernama Kominfo.

Dukungan itu merupakan komitmen Kemkomdigi dalam menjunjung tinggi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola yang baik dalam setiap proses pengadaan barang dan jasa.

Pernyataan itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemkomdigi, Ismail, di Jakarta, Jumat (14/3/2025), menanggapi penyelidikan yang sedang dilakukan oleh aparat penegak hukum terkait proyek PDNS.

Dia menuturkan, pihaknya berkomitmen penuh terhadap prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola yang baik dalam setiap proses pengadaan barang dan jasa.

Ismail juga menekankan bahwa sebagai institusi yang taat hukum, kementerian siap bekerja sama sepenuhnya dengan aparat penegak hukum dalam proses penyidikan yang tengah berlangsung.

"Kami siap memberikan informasi dan data yang dibutuhkan guna memastikan proses hukum berjalan dengan lancar," tambahnya.

Lebih lanjut, Ismail menjelaskan bahwa proyek PDNS dirancang untuk memperkuat infrastruktur data nasional guna mendukung transformasi digital Indonesia, khususnya dalam aspek keamanan data dan efisiensi layanan publik.

Kemkomdigi menegaskan bahwa transparansi dan akuntabilitas adalah nilai fundamental yang terus dijunjung tinggi dalam setiap kebijakan dan program kementerian.

Kejaksaan Bongkar Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan PDNS

Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) mengungkap kasus dugaan korupsi yang melibatkan pengadaan barang dan jasa pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) periode 2020-2024.

Kasus ini mengarah pada tindakan yang merugikan negara dengan total kerugian yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting, menjelaskan bahwa kasus ini berawal pada tahun 2020 hingga 2024, ketika Kominfo melakukan pengadaan barang dan jasa untuk pengelolaan PDNS dengan total pagu anggaran sebesar Rp958 miliar.

Dalam pelaksanaannya, pejabat di Kominfo bersama perusahaan swasta melakukan pengondisian untuk memenangkan PT AL sebagai pelaksana tender pada tahun 2020 dengan nilai kontrak Rp60.378.450.000.

"Tahun 2021 kembali perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp102.671.346.360," kata Beni melalui keterangan tertulis, Jumat, (14/3/2025).

"Pada tahun 2022, terdapat adanya pengondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan swasta tersebut untuk memenangkan perusahaan yang sama," sambungnya.

Bani menjelaskan, hal itu dilakukan dengan menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp188.900.000.000.

Perusahaan yang sama kembali memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak Rp350.959.942.158 pada 2023 dan Rp256.575.442.952 pada 2024. Perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301.

"Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia," ungkap Beni.

 

Lakukan Penyidikan

Dia menegaskan, meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp959.485.181.470, tetapi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.

Proyek pengadaan PDSN itu hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS, serta tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai dengan BSSN.

Terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025.

Safrianto pun memerintahkan sejumlah jaksa penyidik melakukan penyidikan terhadap perkara dugaan korupsi tersebut.

"Pada hari yang sama, diterbitkan juga Surat Perintah Penggeledahan dan Surat Perintah Penyitaan lalu Jaksa Penyidik melakukan penggeledahan di beberapa tempat di antaranya di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tangerang Selatan," jelas Beni.

Dari hasil penggeledahan tersebut jaksa penyidik telah menemukan dan menyita beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah dan bangunan serta barang bukti elektronik, dan lain-lain yang patut diduga berhubungan dengan tindak pidana korupsi a quo.

"Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar," imbuh dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya