Setengah Hati Berantas Korupsi? Jaksa Agung: Ada Persoalan

"Saya pikir tidak ada yang setengah hati. Jangankan pemberantasan korupsi, yang kecil pun kita laksanakan," ujar Jaksa Agung Basrief Arief.

oleh Edward Panggabean diperbarui 22 Okt 2013, 09:37 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2013, 09:37 WIB
basrief-arief-2-130722b.jpg
Jaksa Agung Basrief Arief nampak geram atas tudingan berbagai pihak bahwa lembaganya setengah hati memberantas korupsi. Terutama terkait perburuan koruptor dan proses eksekusi terpidana korupsi. Dia mengklaim selama ini telah berupaya menangkap koruptor mulai dari kelas kakap hingga kelas teri.

"Saya pikir tidak ada yang setengah hati. Jangankan pemberantasan korupsi yang kecil pun kita laksanakan, apalagi persoalan besar yang mengakibatkan kerugian negara," kata Basrief di Kejagung, Jakarta, Senin (21/10/2013) malam.

Dia mengklaim sejak 2011 hingga 2013 sebanyak 105 tersangka koruptor telah ditangkap. Namun, diakuinya, dari angka itu umumnya ditangkap di dalam negeri. Sementara untuk menangkap koruptor yang lari ke luar negeri memang memiliki banyak hambatan.

"Persoalannya memang belum bisa secara sempurna kita laksanakan itu karena keterbatasan dan persoalan yang berakibat tidak bisa melakukan eksekusi. Tapi tidak ada istilah setengah hati itu, sepenuh hatilah," ujar dia.

Basrief membantah data Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang menyebut masih ada 40 terpidana korupsi yang belum dieksekusi. Di mana 25 terpidana merupakan DPO dari 10 Kejaksaan Tinggi di beberapa wilayah Indonesia.

"Ternyata dari hasil yang lalu yang diajukan berapa itu tadi, kan sudah ada 14 dikurangi, sudah kita eksekusi," sanggahnya.

Terkait buronan yang belum tertangkap, Kejagung hanya bisa berupaya untuk melakukan pencarian baik di luar negeri maupun di dalam negeri.

Ia berdalih, berkeliarannya para terpidana korupsi akibat dibebaskan oleh pengadilan tingkat pertama hingga MA sebelum kejaksaan melakukan eksekusi. Misalnya, dengan alasan masa penahanan habis.

"Kadang-kadang habis masa tahanannya dia harus keluar demi hukum atau pernah juga terjadi putusan 2 hari lagi tapi dia sudah tidak ada," dalihnya.

Sebelumnya, tudingan lambatnya Kejagung dalam penanganan kasus korupsi berasal dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang terdiri atas Indonesia Corruption Watch (ICW), YLBHI dan Indonesia Legal Roundtable (ILR). (Rmn/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya