Hari Selasa, tepatnya pada 19 November 2013 mungkin menjadi hari baik bagi internal Polri. Pada hari itu, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Sutarman memperbolehkan bagi anggota polwan mengenakan kerudung atau jilbab saat berdinas.
Kabar baru ini mendapat sambutan antusias dari anggota Polri, khususnya bagi polwan beragama Islam. Selang 5 hari kebijakan ini keluar, terlihat di jajaran Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, puluhan polwan mulai menutupi auratnya dengan berjilbab. Mereka tetap tampil cantik dan anggun memakai jilbab saat bertugas.
Bripka Ulfa Dewi misalnya, yang bertugas di Satlantas Polrestabes Surabaya. Dia merasa senang dan bangga saat bertugas bisa memakai jilbab. Dari 146 polwan di jajaranya, 40 di antaranya kini memakai jilbab.
Tak hanya Bripka Ulfa, staf bagian Sumber Daya Manusia Brigadir Reni Nila Sari, dan staf bagian Perlindungan Perempuan dan Anak, Aiptu Rusyani ini juga merasakan hal senada.
Keduanya yang merupakan anggota Polresta Tegal Jawa Tengah ini tiada henti bersyukur. Karena keputusan ini sudah cukup lama dinantikan lantaran sejauh ini baru polwan wilayah Aceh yang lebih dulu diizinkan berjilbab. Keduanya pun langsung mengenakan jilbab dengan menyesuaikan warna dan model pakaian dinas sebagai anggota kepolisian.
Ini menjadi sejarah pertama kali bagi internal Polri sepanjang institusi ini berdiri. Entah inspirasi darimana Sutarman mengeluarkan kebijakan ini. Apakah terinspirasi dari Polda Aceh atau memang tergugah untuk memenuhi hak asasi manusia atau bagian dari gebrakan Sutarman sebagai pemimpin baru di institusi Polri.
Sutarman sendiri mengaku, kebijakan pemakaian jilbab ini merupakan hak asasi manusia yang tidak boleh dilarang.
"Itu hak asasi seseorang. Saya sudah sampaikan, kalau ada anggota Polri yang mau pakai jilbab, silakan," kata Sutarman di sela-sela pertemuan Kapolri dengan pewarta di Mabes Polri pada hari 'pendeklarasian' tersebut.
Namun kebijakan ini sepertinya masih sebatas wacana. Selain belum membuat aturan baku, Polri juga belum menyiapkan anggaran. Rupanya Sutarman sengaja melemparkan wacana ini menjelang rancangan APBN 2014 mendatang agar sampai di telinga DPR. Aturan ini sementara mengacu kepada Polda Aceh.
Padahal di Aceh sendiri kebijakan ini masih belum sempurna. Sutarman mengakui, pemakaian seragam juilbab di Aceh masih belum serasi. Belum sepadan dengan seragam Polri.
Sutarman hanya bisa mempersilahkan kepada bawahanya jika ingin mengenakan jilbab, agar mengeluarkan uang dari kantongnya masing-masing sebelum anggaran pengadaan jilbab ini keluar. Mau tak-mau, para polwan yang ingin mengenakan jilbab pun kini menggunakan dana swadaya.
Selain jilbab, Polri juga rencananya akan mengeluarkan seragam muslim untuk para polwan. Karena ini akan menjadi tak sepadan ketika berjilbab, tapi lekukan tubuh masih terlihat seksi di balik balutan seragam Polri. Inilah yang menjadi kerisauan Wakapolri Komisaris Jenderal Polisi Oegroseno.
Menurut Oegroseno, pemakaian seragam jilbab alangkah baiknya jika dipadu dengan seragam terusan yang mendukung jilbab. Sehingga jauh dari kesan seksi.
Untuk merancang jilbab atau seragam muslim ini, Polri pun akan melakukan riset. Polri sengaja membentuk tim riset agar nantinya jilbab dan seragam muslim ini sesuai dengan apa yang diharapkan semua pihak.
Kontrol Perilaku
Meskipun masih tergolong wacana, kebijakan baru ini disambut antusias di internal Polri. Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol Sudjarno misalnya, ia sangat mengapresiasi kebijakan pemakian jilbab ini. Bagiamanapun, ia mengimbau kepada jajaranya agar lebih rapi dan sesuai atauran baku nantinya.
Aturan baru ini harus benar-benar sesuai nilai-nilai yang terkandung di balik jilbab itu sendiri. Bukan malah semakin banyak aturan yang dilanggar atau sekedar pemoles kecantikan semata. Mau warna dan bentuk apapaun yang penting sesuai dengan seragam Polri dan aturan bakunya.
Dan yang terpenting, Sudjarno menekankan bahwa nilai religi di dalam pengenaan jilbab setidaknya bisa mengontrol tertib dan disiplin polwan. Apalagi menurut Sudjarno, sebagai seorang anggota Polri tugas dan tanggungjawab mengayomi dan melayani masyarakat selalu melekat di pundaknya. Maka itu dengan berjilbab, seorang anggota polwan tidak menjadi penghalang bagi kinerjanya, justru sebaliknya.
Penyeragaman
Seiring kebijakan ini mulai berjalan tanpa aturan baku, polemik justru mulai muncul di internal Polri sendiri. Kebijakan ini terkesan plin-plan. Sutarman yang beberapa hari lalu mengeluarkan kebijakan ini tiba-tiba mengeluarkan telegram agar penggunaan seragam ini sementara waktu ditunda. Penundaan ini menurut Sutarman bukan terkait larangan penggunaan jilbab, tetapi lebih kepada penyeragaman.
Kabar beredar bahwa Sutarman dan wakilnya Oegroseno bersilang pendapat juga beredar. Oegroseno disebut-sebut yang meminta Sutarman menunda kebijakan baru ini. Oegroseno menimbang-nimbang soal seragam jilbab ini agar jangan sempai terkesan seksi.
Namun Sutarman membantah isu miring tersebut. Sutarman menegaskan bahwa keputusan penundaan kebijakan ini atas permintaan dirinya. Penggunaan jilbab para polwan bukan sebuah masalah besar baginya.
Penyeragaman jilbab dan seragam muslim menjadi alasan utama Sutarman menunda kebijakan yang belum genap sepekan tersebut. Agar pemakaian jilbab ini tidak berwarna-warni. "Artinya, nggak ada masalah sebetulnya."
"Begitu dipakai jilbabnya warna-warni, dan ini menjadi persoalan. Tetapi memakainya saya mendapat apresiasi yang luar biasa dari berbagai pihak. Artinya nggak ada masalah sebetulnya. Ini masalahnya tinggal menyeragamkan," ungkap Sutarman di Mako Ditpoludara Baharkam Polri, Pondok Cabe, Pamulang, Senin (2/12/2013).
Akankah jilbab dan seragam muslim segera direalisasikan atau malah dibatalkan? kita lihat kebijakan Kapolri nanti. Semoga ini bukan pepesan kosong sebagai iming-iming Sutarman kepada masyarakat atas kinerja sebagai kapolri baru. Meskipun kebijakan ini sebenarnya tidak membawa manfaat langsung bagi masyarakat luas. Tapi pada akhirnya, kebijakan jilbab Polwan ini 'kendur' alias molor dan ditunda. (Rmn/Ism)
Kabar baru ini mendapat sambutan antusias dari anggota Polri, khususnya bagi polwan beragama Islam. Selang 5 hari kebijakan ini keluar, terlihat di jajaran Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, puluhan polwan mulai menutupi auratnya dengan berjilbab. Mereka tetap tampil cantik dan anggun memakai jilbab saat bertugas.
Bripka Ulfa Dewi misalnya, yang bertugas di Satlantas Polrestabes Surabaya. Dia merasa senang dan bangga saat bertugas bisa memakai jilbab. Dari 146 polwan di jajaranya, 40 di antaranya kini memakai jilbab.
Tak hanya Bripka Ulfa, staf bagian Sumber Daya Manusia Brigadir Reni Nila Sari, dan staf bagian Perlindungan Perempuan dan Anak, Aiptu Rusyani ini juga merasakan hal senada.
Keduanya yang merupakan anggota Polresta Tegal Jawa Tengah ini tiada henti bersyukur. Karena keputusan ini sudah cukup lama dinantikan lantaran sejauh ini baru polwan wilayah Aceh yang lebih dulu diizinkan berjilbab. Keduanya pun langsung mengenakan jilbab dengan menyesuaikan warna dan model pakaian dinas sebagai anggota kepolisian.
Ini menjadi sejarah pertama kali bagi internal Polri sepanjang institusi ini berdiri. Entah inspirasi darimana Sutarman mengeluarkan kebijakan ini. Apakah terinspirasi dari Polda Aceh atau memang tergugah untuk memenuhi hak asasi manusia atau bagian dari gebrakan Sutarman sebagai pemimpin baru di institusi Polri.
Sutarman sendiri mengaku, kebijakan pemakaian jilbab ini merupakan hak asasi manusia yang tidak boleh dilarang.
"Itu hak asasi seseorang. Saya sudah sampaikan, kalau ada anggota Polri yang mau pakai jilbab, silakan," kata Sutarman di sela-sela pertemuan Kapolri dengan pewarta di Mabes Polri pada hari 'pendeklarasian' tersebut.
Namun kebijakan ini sepertinya masih sebatas wacana. Selain belum membuat aturan baku, Polri juga belum menyiapkan anggaran. Rupanya Sutarman sengaja melemparkan wacana ini menjelang rancangan APBN 2014 mendatang agar sampai di telinga DPR. Aturan ini sementara mengacu kepada Polda Aceh.
Padahal di Aceh sendiri kebijakan ini masih belum sempurna. Sutarman mengakui, pemakaian seragam juilbab di Aceh masih belum serasi. Belum sepadan dengan seragam Polri.
Sutarman hanya bisa mempersilahkan kepada bawahanya jika ingin mengenakan jilbab, agar mengeluarkan uang dari kantongnya masing-masing sebelum anggaran pengadaan jilbab ini keluar. Mau tak-mau, para polwan yang ingin mengenakan jilbab pun kini menggunakan dana swadaya.
Selain jilbab, Polri juga rencananya akan mengeluarkan seragam muslim untuk para polwan. Karena ini akan menjadi tak sepadan ketika berjilbab, tapi lekukan tubuh masih terlihat seksi di balik balutan seragam Polri. Inilah yang menjadi kerisauan Wakapolri Komisaris Jenderal Polisi Oegroseno.
Menurut Oegroseno, pemakaian seragam jilbab alangkah baiknya jika dipadu dengan seragam terusan yang mendukung jilbab. Sehingga jauh dari kesan seksi.
Untuk merancang jilbab atau seragam muslim ini, Polri pun akan melakukan riset. Polri sengaja membentuk tim riset agar nantinya jilbab dan seragam muslim ini sesuai dengan apa yang diharapkan semua pihak.
Kontrol Perilaku
Meskipun masih tergolong wacana, kebijakan baru ini disambut antusias di internal Polri. Wakapolda Metro Jaya Brigjen Pol Sudjarno misalnya, ia sangat mengapresiasi kebijakan pemakian jilbab ini. Bagiamanapun, ia mengimbau kepada jajaranya agar lebih rapi dan sesuai atauran baku nantinya.
Aturan baru ini harus benar-benar sesuai nilai-nilai yang terkandung di balik jilbab itu sendiri. Bukan malah semakin banyak aturan yang dilanggar atau sekedar pemoles kecantikan semata. Mau warna dan bentuk apapaun yang penting sesuai dengan seragam Polri dan aturan bakunya.
Dan yang terpenting, Sudjarno menekankan bahwa nilai religi di dalam pengenaan jilbab setidaknya bisa mengontrol tertib dan disiplin polwan. Apalagi menurut Sudjarno, sebagai seorang anggota Polri tugas dan tanggungjawab mengayomi dan melayani masyarakat selalu melekat di pundaknya. Maka itu dengan berjilbab, seorang anggota polwan tidak menjadi penghalang bagi kinerjanya, justru sebaliknya.
Penyeragaman
Seiring kebijakan ini mulai berjalan tanpa aturan baku, polemik justru mulai muncul di internal Polri sendiri. Kebijakan ini terkesan plin-plan. Sutarman yang beberapa hari lalu mengeluarkan kebijakan ini tiba-tiba mengeluarkan telegram agar penggunaan seragam ini sementara waktu ditunda. Penundaan ini menurut Sutarman bukan terkait larangan penggunaan jilbab, tetapi lebih kepada penyeragaman.
Kabar beredar bahwa Sutarman dan wakilnya Oegroseno bersilang pendapat juga beredar. Oegroseno disebut-sebut yang meminta Sutarman menunda kebijakan baru ini. Oegroseno menimbang-nimbang soal seragam jilbab ini agar jangan sempai terkesan seksi.
Namun Sutarman membantah isu miring tersebut. Sutarman menegaskan bahwa keputusan penundaan kebijakan ini atas permintaan dirinya. Penggunaan jilbab para polwan bukan sebuah masalah besar baginya.
Penyeragaman jilbab dan seragam muslim menjadi alasan utama Sutarman menunda kebijakan yang belum genap sepekan tersebut. Agar pemakaian jilbab ini tidak berwarna-warni. "Artinya, nggak ada masalah sebetulnya."
"Begitu dipakai jilbabnya warna-warni, dan ini menjadi persoalan. Tetapi memakainya saya mendapat apresiasi yang luar biasa dari berbagai pihak. Artinya nggak ada masalah sebetulnya. Ini masalahnya tinggal menyeragamkan," ungkap Sutarman di Mako Ditpoludara Baharkam Polri, Pondok Cabe, Pamulang, Senin (2/12/2013).
Akankah jilbab dan seragam muslim segera direalisasikan atau malah dibatalkan? kita lihat kebijakan Kapolri nanti. Semoga ini bukan pepesan kosong sebagai iming-iming Sutarman kepada masyarakat atas kinerja sebagai kapolri baru. Meskipun kebijakan ini sebenarnya tidak membawa manfaat langsung bagi masyarakat luas. Tapi pada akhirnya, kebijakan jilbab Polwan ini 'kendur' alias molor dan ditunda. (Rmn/Ism)