Menkopolhukam: Meski Diprotes, Nama KRI Usman Harun Diberlakukan

Menkopolhukam Djoko Suyanto juga menyayangkan protes Singapura atas penamaan kapal TNI AL KRI Usman Harun.

oleh Riski Adam diperbarui 06 Feb 2014, 22:02 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2014, 22:02 WIB
joko130407b.jpg
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto menyayangkan protes Singapura atas penamaan kapal TNI Angkatan Laut (AL) KRI Usman Harun.

Singapura, menurut Djoko, seharusnya mengerti bila ada perbedaan persepsi dan kebijakan tentang penamaan pahlawan pada masing-masing negara. Apalagi, pemberian nama itu sudah dipertimbangkan sesuai bobot pengabdian 2 tokoh pahlawan yang bernama lengkap Usman Haji Mohamed Ali dan Harun Said itu.

"Bahwa ada persepsi yang berbeda terhadap policy pemerintah RI oleh negara lain (Singapura), tidak boleh menjadikan kita surut dan gamang untuk tetap melanjutkan policy itu dan memberlakukannya," kata Menkopolhukam, Djoko Suyanto dalam keterangan persnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (6/2/2014).

Djoko menegaskan, pemerintah Indonesia memiliki tatanan, aturan, prosedur dan kriteria penilaian sendiri untuk menentukan seseorang mendapat kehormatan sebagai pahlawan. Karena itu, tak boleh ada intervensi dari negara lain.

"Tentu pertimbangan tersebut dinilai sesuai dengan bobot pengabdian dan pengorbanan mereka-mereka yang 'deserve' untuk mendapatkan kehormatan dan gelar itu," tegasnya.

Menteri Luar Negeri (menlu) Singapura K.Shanmugam melayangkan protes terhadap pemerintah Indonesia setelah kapal milik TNI AL yang diluncurkan diberi nama Usman-Harun. Figur kedua orang tersebut dicitrakan negatif di negera tersebut terkait konfrontasi Indonesia dan Malaysia pada 1965.

Usman dan Harun Said merupakan anggota marinir yang melakukan pengeboman McDonald House di kawasan Orchard Road, Singapura pada 10 Maret 1965 atas konflik Indonesia dan Malaysia saat itu. Akhirnya, keduanya dihukum mati di Singapura pada 17 Oktober 1968.

Dalam Straits Times, disebutkan Usman dan Harun diperintahkan pemerintah RI yang dipimpin Sukarno untuk melakukan konfrontasi dengan Malaysia. Singapura, kala itu, merupakan bagian dari Malaysia.

Konfrontasi yang dikenal dengan slogan `Ganyang Malaysia` itu dilakukan sebagai bentuk penolakan atas masuknya Sabah dan Sarawak ke dalam Federasi Malaysia, yang menurut Sukarno, bisa membuat Malaysia menjadi boneka Inggris.

Usman dan Harun kemudian melakukan pengeboman di McDonald House di Orchard Road, Singapura, pada 10 Maret 1965 yang menewaskan 3 orang dan melukai 33 orang. (Adm/Ali)

Baca Juga:
Singapura Protes Nama KRI Usman Harun, Menlu Marty: Kita Catat
Lee Kuan Yew: `Dipaksa` Kunjungi Makam Prajurit Indonesia
Bapak Bangsa Singapura, Patung Raffles, dan Komunisme (1)
Lee Kuan Yew: Menikah Diam-diam Sampai Memerdekakan Singapura (2)



POPULER

Berita Terkini Selengkapnya