Pakar TPPU Kritik Kewenangan Penuh OJK Usut Pidana Jasa Keuangan: Berbahaya

Yenti Garnasih mengatakan bahwa pemberian kewenangan penuh OJK mengusut tindak pidana pada sektor jasa keuangan juga dapat menyebabkan pemborosan anggaran negara. Menurutnya, negara sudah memiliki instrumen yang mumpuni untuk mengusut pidana sektor keuangan, yakni Bareskrim Polri.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jan 2023, 17:59 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2023, 14:15 WIB
Komisi III DPR Rapat Bareng Pansel KPK
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih memberikan paparan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (9/9/2019). Rapat terkait dengan dimulainya uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test capim KPK. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih mengkritik kewenangan penuh yang diberikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjadi satu-satunya lembaga dalam mengusut tindak pidana di sektor jasa keuangan.

Dia menilai Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang memberikan kewenangan kepada OJK tersebut berbahaya karena mereka belum memiliki pengalaman dalam mengusut sendiri tindak pidana sektor keuangan.

"Sangat berbahaya, kecuali OJK sudah menunjukkan sumber daya manusianya, pengalaman bagaimana, karena kejahatan, industri keuangan sangat kompleks," kata Yenti Garnasih kepada wartawan, Selasa (10/1/2023).

Mantan Ketua Pansel Capim KPK ini meragukan para penyidik yang dimiliki OJK nantinya bisa benar-benar menangani beragam kejahatan di industri keuangan, seperti investasi, perbankan, hingga pasar modal.

Ia mengigatkan, saat ini Polri dalam hal ini Bareskrim sudah memiliki unit khusus untuk mengusut kejahatan di sektor kuangan, yakni Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus). Menurutnya, pemerintah seharusnya memaksimalkan unit khusus tersebut.

"Mereka (penyidik Dittipideksus) handal, apakah mereka tak bisa lagi menangani? Menurut saya gegabah, hanya OJK yang bisa menangani kasus pidana di sektor keuangan, sedangkan kejahatan keuangan sangat kompleks," ujar Yenti.

"Sekarang saja sudah kedodoran, apa lagi kalau hanya ke OJK penyidikannya," kata Yenti menegaskan.

Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (MAHUPIKI) itu mengatakan, semua kejahatan di industri keuangan berakhir pada pencucian uang. Ia ragu OJK bisa menangani hingga ke TPPU.

Menurutnya, pengusutan TPPU butuh kehati-hatian dan kecermatan dari para penyidik yang berpengalaman.

"Saya meragukan kemampuan mereka, SDM-nya, saya tak tau juga perangkatnya sudah seperti di Bareskrim atau belum," katanya.

 

Pemborosan Anggaran Negara

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di sisi lain, pemberian kewenangan penuh kepada OJK menjadi satu-satunya lembaga yang bisa mengusut tindak pidana di sektor keuangan juga pemborosan anggaran negara karena akan ada pengangkatan penyidik baru. Menurutnya, saat ini sudah banyak penyidik handal yang dimiliki kepolisian.

"Jangan mubazir dalam hal anggaran, kita sudah membelajarkan para penyidik, nanti mereka nganggur. sangat pemborosan, penyidik nantinya tak terpakai, yang baru apakah mampu?" katanya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diberi kewenangan menjadi satu-satunya institusi yang memiliki hak untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Hal itu diatur dalam Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Hal itu tercantum dalam Pasal 49 ayat (5). Artinya, selain sebagai regulator dan pengawas, OJK juga bertugas sebagai instansi tunggal yang melakukan penyidikan.

"Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan," demikian bunyi Pasal 49 ayat (5).

Meski demikian, OJK juga bisa menggunakan sumber daya dari kepolisian hingga pegawai negeri sipil.

Pada pasal 49 ayat (1) disebutkan bahwa penyidik OJK terdiri atas pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu dan pegawai tertentu, yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya