Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang atau beleid tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) mengamanatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai satu-satunya institusi yang memiliki hak untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.
Hal ini menuai kritik berbagai pihak, termasuk kalangan mahasiswa yang diwakili Wiryawan selaku Ketua Umum Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi).
Baca Juga
“Saya melihat ini kurang bagus jika hanya dilakukan oleh OJK. Proses penegakan hukum harus melibatkan banyak pihak terutama Polri," kata Wiryawan dalam keterangan pers diterima, Sabtu (7/1/2023).
Advertisement
Wiryawan menilai, soal penyidikan, kepolisian masih memiliki segala penunjang dalam proses penindakan suatu kasus hukum, termasuk kejahatan keuangan. Sebab, Polri memilih struktur lengkap sampai ke tingkat desa dan juga dibekali dengan peralatan siber yang canggih.
Wiryawan justru khawatir, peluang abuse of power atau penyalahgunaan wewenang malah terjadi, saat penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dimiliki OJK. Mengingat kewenangan yang diberikan begitu absolut.
"Jika dilakukan tunggal begini juga berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang karena tidak ada pembanding yang pas," tutur Wiryawan.
Direvisi
Atas itu, Hikmahbudhi sebagai bagian dari elemen mahasiwa mendesak agar beleid tersebut direvisi atau bila perlu dibatalkan. Sebab jika tidak, masyarakat korban kejahatan perusahaan jasa keuangan bisa saja dirugikan akibat hadirnya regulasi itu.
"Saya pikir UU ini perlu dikaji kembali, jangan sampai salah kaprah yang berpotensi merugikan korban yang mengalami kejahatan di sektor keuangan," Wiryawan menandasi.
Advertisement