Era Emas Mesin Turbo di Dunia

Turbocharger jadi salah satu jawaban terhadap permasalahan lingkungan yang disebabkan kendaraan bermotor.

oleh Rio Apinino diperbarui 24 Mar 2017, 17:00 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2017, 17:00 WIB
Turbo
Turbocharge (Garret Turbo)

Liputan6.com, Jakarta - Turbocharger jadi salah satu jawaban terhadap permasalahan lingkungan yang disebabkan kendaraan bermotor. Pasalnya, pemasangan turbo pada mesin bisa membuat efisiensi bahan bakar meningkat. Emisi yang keluar pun bisa diminimalisir.

Hal ini terkonfirmasi melalui data pertumbuhan pasar. Menurut data Honeywell, produsen teknologi global yang salah satu produknya adalah turbocharger, penetrasi turbo diprediksi akan terus meningkat. Hingga 2020, pertumbuhannya diprediksi mencapai 15 persen.

Kemudian, prediksi lainnya, dalam lima tahun ke depan, diprediksi akan ada 52 juta kendaraan bermesin turbo dalam satu tahun penuh.

"Semua perkembangan dan kemajuan ini membuat kami memberikannya nama 'the gloden age of turbocharged'," ujar Alex Pollack, President Honeywell Indonesia dalam konferensi pers di kantor pusat Honeywell di Menara Prima, Kuningan, Jakarta, Kamis (23/3).

Menurutnya hal ini tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi alternatif lain yang juga bertujuan untuk mengurangi emisi gas buang. Teknologi lain, ujar Alex, lebih mahal ketimbang turbo. Yang dimaksud teknologi lain misalnya CNG, Plug-in gasoline-hybrid, hingga full electric.

"Harganya paling irit ketimbang mesin alternatif lain," tegas Alex. Apalagi turbo mereka diklaim lebih irit, yaitu bisa mencapai 100 ribu kilometer.

Honeywell sendiri sejauh ini sudah menjajakan sekira 9.000 jenis turbo di dunia, baik untuk truk hingga kendaraan penumpang, bahkan hingga untuk kendaraan bermesin 800 cc sekalipun. Angka tersebut membuatnya menjadi produsen turbocharger terbesar di dunia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya