Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan motor listrik di Tanah Air sudah mulai berkembang, mulai dari kehadiran Zero, Gesits, lalu Viar Q1. Bahkan, motor yang dibanderol Rp 16,2 juta (on the road Jakarta) ini sudah memiliki surat tanda nomor kendaraan bermotor (STNK), yang menjadi polemik motor listrik.
Baca Juga
Menurut Penasihat Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Gunadi Sindhuwinata, setiap merek pasti bisa memproduksi sepeda motor listrik. Paling penting, tidak hanya produk, tapi lihat infrastruktur, serta perlakuan motor listrik sama tidak dengan motor konvensional, seperti nomor plat, pendaftaran (STNK), uji layak jalan, dan lain-lain.
"Satu hal juga, jika kita lihat secara total sepeda motor listrik masih ada satu kendala, problem di baterai. Masalah di baterai ini tidak hanya pengadaan saja, tapi pengisian bagaimana. Setelah itu, jika sudah sampai pada masa pemakaian akan diapakan?," jelas Gunadi saat ditemui di daerah Cawang, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.
Lanjut pria yang akrab disapa Pak Kang ini, penerapan sepeda motor listrik ini mesti jelas tujuannya. Misalkan, jika perjanjiannya motor listrik ini digunakan di daerah tertentu untuk membebaskan polusi baru sepeda motor listrik bisa berjalan.
"Motor listrik ini tidak murah, listrik harus diciptakan di daerah tertentu untuk membawa polusi ke tempat lain. Artinya, polusi tetap ada, hanya tinggal pilihan listrik atau bahan bakar fosil," tegasnya.
Sementara itu, saat melakukan transformasi listrik dari pabrik menuju pengisian pasti melewati perjalanan yang cukup jauh. "Mungkin dari 35 ribu sampai 75 ribu kilovolt turun 220 kilovolt. Banyak kerugian yang ditimbulkan, seperti panas karena transformasi dan lain-lain. Ini yang harus secara total dipikirkan," pungkasnya
Advertisement
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini: