Tren Motor Kustom Menjamur, Ini Beberapa Kekurangan Modifikator Indonesia

Gelaran Honda Modif Contest di Makassar telah selesai. Ada beberapa kekurangan yang masih menjadi PR para modifikator

oleh Yurike Budiman diperbarui 30 Jul 2018, 20:02 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2018, 20:02 WIB
Honda Modif Contest
Honda Modif Contest di Makassar (Liputan6.com/Yurike)

Liputan6.com, Makassar - Tren modifikasi motor telah berkembang akhir-akhir ini. Para modifikator di berbagai daerah memiliki ciri khas tersendiri untuk menampilkan karyanya.

Seperti halnya pada ajang modifikasi yang diselenggarakan Astra Motor Makassar beberapa waktu lalu, Honda Modif Contest (HMC) yang diikuti 175 peserta dimana terbagi dari sembilan kelas. Semua bersaing untuk menunjukkan motor-motor modifikasinya dengan berbagai konsep.

Farhat Fikriyan, selaku tim HMC, mengatakan HMC memang bisa menjadi wadah untuk bertukar pikiran bagi para modifikator. Namun, ada beberapa hal yang menjadi kekurangan para peserta yang membangun motornya.

"Masih banyak modifikator yang enggan membaca, cari referensi. Jadi ketika menerima informasi tidak dikroscek. Kecenderungannya, ada modif bagus ini di dunia, kemudian di-copy, dia enggak mempelajari tekniknya segala macem," kata pria yang akrab disapa Aan tersebut di Anjungan Losari, Makassar, Sabtu (28/7/2018).

Ia menilai, jika tren modifikasi meningkat, lambat laun akan semakin banyak orang yang menganggap modifikator sebagai sebuah profesi di Indonesia. Oleh karena itu, faktor disiplin juga menjadi hal yang penting untuk dilakukan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Selanjutnya

Honda Modif Contest
Honda Modif Contest di Makassar (Liputan6.com/Yurike)

"Faktor disiplin, dimana perhitungan timeline segala macamnya, tapi saya bilang ini proses. Misalnya kapan harus selesai ngelas, karena orang kita kan kalau bisa 24 jam itu keren, terus kebiasaan dengan sistem kebut semalam," ujarnya.

Menurutnya, kekurangan lain, para modifikator masih belum mempunyai kemampuan teknikal dan edukasi yang merata. Kemampuan engineering belum menyentuh banyak daerah dikarenakan adanya kesenjangan dimana pelatihan atau kontes modifikasi lebih banyak terpusat di Jawa (Java Centris).

"Faktor pemerataan edukasi, jadi kemampuan engineering belum merata. Selain itu, ada fenomena one man show, pengennya semua ingin diselesaikan sendiri, dari ngelas sampai ngecat. Padahal dia keahliannya hanya salah satu," kata Aan.

"Jadi kadang kami bertemu dengan dua bengkel dalam satu kompetisi, yang satu pengecatan bagus tapi pengelasan jelek, dimana yang lainnya lagi berkebalikannya. Padahal jika mereka kerja sama bisa rebut juara nasional. Ini yang jadi persoalan dan tantangan kita semua," tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya