SIM Adalah Hak Istimewa, Bukan Sekadar Pelengkap Berkendara

Undang-undang telah mengatur bahwa setiap pengendara kendaraan bermotor wajib memiliki surat izin mengemudi (SIM).

oleh Septian Pamungkas diperbarui 01 Mar 2019, 07:03 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2019, 07:03 WIB
SIM
Pemohon SIM mengikuti ujian praktek di Satlantas Polres Sidoarjo. (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Undang-undang telah mengatur bahwa setiap pengendara kendaraan bermotor wajib memiliki surat izin mengemudi (SIM). Hal itu tertuang dalam Pasal 18 (1) UU No. 14 Th 1992 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan.

Namun sayangnya masih banyak pengendara kendaraan bermotor yang berkendara tanpa memiliki SIM. Dan tidak sedikit pula pengendara yang beranggapan bahwa SIM hanya sekadar pelengkap agar tidak kena tilang saat razia.

Sejatinya, SIM merupakan bukti sahnya seseorang untuk diperbolehkan mengemudikan kendaraan di jalan dengan kemampuannya yang mumpuni, sehingga tidak menjadi penyebab kecelakaan.

Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri, Brigjen Pol. Chryshnanda DL menyampaikan, SIM merupakan hak istimewa yang diberikan kepada seseorang untuk mengemudikan kendaraan bermotor di jalan raya.

Menurutnya, hak istimewa tersebut diberikan karena orang yang bersangkutan telah lulus uji dan diakui memiliki kompetensi secara teori maupun praktek mengemudi kendaraan bermotor.

"Pemilik SIM juga harus memiliki kesadaran, kepekaan, kepedulian akan keselamatan berlalu lintas untuk dirinya maupun orang lain," terang Chryshnanda dalam keterangan resminya, Jumat (1/3/2019).

Lebih lanjut ia menyebutkan, lalu lintas merupakan urat nadi kehidupan. Karena saat berlalu lintas akan bersinggungan dengan pengguna jalan lainnya, maka akan berisiko menjadi korban atau pelaku yang merusak atau menghambat bahkan mematikan produktifitas bagi dirinya maupun orang lain.

"Dengan demikian SIM merupakan ikon kompetensi dari hasil uji admisnistrasi, kesehatan, teori maupun paktek. Adakah kompetensi-kompetensi dan kondisi fisik ini dimiliki sepanjang hayat? Tentu saja tidak," kata Chryshnanda.

Oleh karena itu, lanjut Chryshnanda, diperlukan suatu regulasi dan uji berkala sebagai bentuk kontrol untuk menjamin lalu lintas yang aman selamat tertib dan lancar. Menurutnya, SIM selain sebagai legitimasi kompetensi juga untuk fungsi kontrol dan penegakkan hukum.

 

Saksikan Juga Video Pilihan di Bawah Ini:

Selanjutnya

SIM juga sebagai sistem data yang dapat mendukung forensik kepolisian maupun pelayanan prima di bidang lalu lintas angkutan jalan.

Chryshnanda menilai, dalam pemberian hak istimewa ini perlu dilakukan beberapa langkah-langkah demi mewujudkan lalu lintas yang aman, selamat, tertib dan lancar, sehingga dapat meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan.

Untuk itu perlu diterapkan sistem pendukung SIM yang dikaitkan dengan program traffic attitude record dan demerit point system. Ini merupakan sistem edukasi dan pertanggungjawaban atas pemberian hak istimewa mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya dalam rentang waktu tertentu: 

1. Tanpa uji ulang sebagai bentuk apresiasi kepada yang bersangkutan karena selama masa berlakunya SIM tidak terlibat kecelakaan lalu lintas dan tidak tercatat dalam sistem traffic attitude record atau kalaupun pernah melanggar point nya tidak lebih dari 12 point

2. Uji ulang karena yang bersangkutan pernah terlibat kecelakaan lalu lintas. Atau melakukan pelanggaran berlalu lintas yang pointnya lebih dari 12

3. Cabut sementara karena yang bersangkutan terbukti berkendara ugal-ugalan yang membahayakan keselamatan berlalu lintas seperti kebut-kebutanan, balapan liar, mabuk, mengkonsumsi narkoba saat berkendara dsb

4. Cabut seumur hidup karena terlibat tabrak lari, ini merupakan kejahatan kemanusiaan yang secara moral sangat tidak layak untuk diberi hak istimewa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya