Liputan6.com, Jakarta - Tahapan Pilkada DKI Jakarta semakin dekat. Sampai saat ini, baru Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang sudah menyatakan siap maju dengan dukungan tiga partai politik. Itu pun belum menentukan wakilnya.
Direkrut Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan, posisi Ahok di Pilkada DKI Jakarta sangat tergantung pada lawan yang akan berhadapan dengannya. Sampai saat ini, siapa saja yang mencalonkan diri juga belum jelas.
Baca Juga
"Petahana posisinya akan tinggi ketika belum ada lawannya, ketika ada lawannya tergantung siapa lawannya. Kalau lawannya kompetitif bisa turun, tapi kalau lawannya ayam sayur, petahana malah bisa tetap atau sedikit naik," jelas Djayadi usai diskusi politik di PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (19/9/2016).
Advertisement
Saat ini, Ahok memang terbilang cukup stabil bila dilihat dari tingkat elektabilitas. Hanya saja, Ahok perlu waspada karena seiring dengan berbagai isu yang menerpa, elektabilitas malah cenderung turun.
Sebagai calon petahana, Ahok sudah unggul dalam hal popularitas karena sudah lebih dulu memimpin Jakarta. Wajar bila masyarakat lebih familiar dengan Ahok. Terlebih, kinerja terbilang cukup baik.
"Cuma penantangnya ini bisa nyalip dia atau tidak? Sekarang kalau dilihat dari berbagai survei (Ahok) malah menurun," jelas Djayadi.
Calon Wagub Ahok
Selain itu, Ahok juga harus pintar dalam menentukan cawagubnya. Sosok cawagub harus bisa mengimbangi atau menutupi kekurangan yang selama ini menjadi celah bagi lawan politik Ahok.
Calon penantang juga tak bisa dipandang sebelah mata dalam memilih cawagub. Sebut saja bila Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma berhadapan dengan Ahok. Secara kinerja, popularitas, dan kredibilitas, keduanya sudah tak perlu diragukan lagi.
"Tapi ada faktor sosiologis yang membuat Ahok harus mepertimbangkan siapa calon wakil gubernur. Ada faktor agama, etnis, ya atau faktor-faktor yang lain," kata Djayadi.
Menurut dia, faktor etnis juga memiliki pengaruh besar dalam pemilu. Saat ini, etnis Jawa, Betawi, dan Sunda memegang posisi teratas. Faktor ini juga tidak bisa dilepaskan oleh Ahok dalam memilih calon wakilnya.
"Dia harus memilih wagub yang cocok dengan komposisi sosiologis itu, bagi Risma tidak masalah, secara sosilogis Risma cocok, dari segi kualitas personal dia terpenuhi," imbuh dia.
Sementara untuk faktor agama belum bisa diprediksi seberapa jauh isu agama bisa bermain di Pilkada DKI Jakarta. Meski pemilih Jakarta lebih rasional, masih ada 44 persen pemilih belum menentukan pilihannya (swing voter).
"Pertanyaannya mengapa? Bisa jadi mereka menunggu dulu siapa calonnya, komposisi apa sosiologis pertarungan antarcalon itu kemungkinan berpengaruh," pungkas Djayadi.