Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun medamprediksi, perdebatan sengit bakal terjadi di sidang sengketa Pemilihan Presiden 2019. Satu di antaranya perdebatan mengenai jabatan cawapres nomor urut 01, Ma'ruf Amin di Bank Syariah Mandiri dan Bank BNI Syariah
Sebab, ada pihak yang menyebut bahwa dua bank tersebut adalah BUMN dan sebagian lainnya menyatakan tidak.
Baca Juga
"Pertanyaannya apakah BSM dan BNI Syariah bisa dikategorikan BUMN atau tidak. Perdebatan di sana," kata Refly di Jakarta, Kamis (12/6/2019).
Advertisement
Refly memprediksi, pembahasan untuk menentukan kategori dari kedua bank tersebut akan berjalan alot.Â
"BSM dan BNI Syariah bukan kategori BUMN apabila dilihat secara tekstual dan Undang-Undang BUMN. Sebab, saham BUMN dimiliki negara. Sementara, dua bank syariah tersebut sahamnya tidak dimiliki negara tapi dimiliki BUMN," ujar dia.
"Berdasarkan itu masuk akal juga, nah ini menurut saya open to debate, ini akan membuat perdebatan kalau misalnya isu ini diizinkan untuk dilanjutkan," sambung Refly.
Dalam konteks ini, Refly berharap, kubu 01 dan 02 mengerahkan segenap argumentasinya. Dia pun menyerahkan sepenuhnya keputusan akhir kepada Majelis Hakim MK.
"Apakah perspektif tekstual atau perspektif kontekstual. Saya tidak ingin masuk lebih dalam, saya ingin menyisakan ruang ini kepada MK," ujar dia.
Refly berpendapat, permasalahan ini nantinya akan menentukan masa depan dari Bank Syariah Mandiri dan Bank BNI Syariah, apakah termasuk dalam BUMN atau tidak.
"Kalau MK tidak mengkategorikan sebagai BUMN maka tidak ada yang dilanggar, tetapi kalau anak perusahaan BUMN bukan BUMN, maka memang akan mempengaruhi governance ke depan. Jadi nanti ke depan, anak-anak BUMN boleh dan bisa berpolitik," ujar dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Saran untuk Hakim MK
Sebelumnya, Refly Harun menyarankan, Hakim MK tidak mengedepankan paradigma hitung-hitungan dan paradigma terstruktur, sistematis dan masif (TSM) yang bersifat kumulatif dalam memutuskan sengketa pilpers.
Refly meyakini hakim akan menolak permohonan pasangan nomor urut 2 Prabowo-Sandiaga, jika dua pendekatan tersebut tetap digunakan untuk membuktikan suatu perkara.
"Kalau Pilpers sudah sampai ke MK dan paradigmanya masih dua paradigma awal yaitu paradigma hitung-hitungan dan pradigma TSM. Saya kira the game is over (selesai)," ujar Refly dalam diskusi bertajuk Menakar Kapasitas Pembuktian MK, di Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019).
Refly menjelaskan kelemahan dua paradigma tersebut untuk membuktikan suatu perkara. Misalnya, paradigma hitung-hitungan.
Hakim pasti membutuhkan waktu yang lama. Refly pesimis, hakim dapat memeriksa bukti-bukti yang dilampirkan pemohon dalam waktu 14 hari kerja.
"Bukti yang signifikan untuk membuktikan bahwa mereka unggul. Paling gampang C1 dan C1 pleno dan itulah yang akan dihitung ulang sembari mengecek keaslian dokumen. Agak susah kalau cuma 14 hari," ujar dia
Masih kata Refly, pembuktian dengan paradigma TSM yang sifatnya kumulatif juga sangat sulit dilakukan MK.
Advertisement