Liputan6.com, Jakarta - Tampilan situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memperlihatkan real count perhitungan suara Pemilu 2024 tiba-tiba berubah. Kini tak lagi menampilkan grafis dan diagram perolehan suara pilpres dan pileg.
Publik yang hendak mengakses https://pemilu2024.kpu.go.id/ tidak lagi dapat melihat suara Pileg DPR RI dan Pilpres 2024. Jika ingin mengetahui suara di TPS, publik harus menjangkaunya melaui sejumlah filter berjenjang mulai dari pilihan suara, provinsi dilakukan tempat pemungutan suara, dilanjutkan ke kota/kabupaten, lalu kecamatan/kelurahan/desa hingga hingga ke tingkat paling bawah yakni TPS.
Advertisement
Sesampainya di pilihan TPS, publik juga tidak bisa melihat siapa pihak yang unggul. Sebab, apa yang ditampilkan di situs KPU hanya berupa foto C hasil plano hasil pindai dokumen yang dilakukan KPPS menggunakan aplikasi Sirekap.
Advertisement
Perubahan tampilan itu disadari terjadi pada semalam, Selasa (5/3/2024). Pagi ini, Rabu (6/3) Liputan6.com juga coba melalukan hal senada, namun hasilnya sama.
Ketika dimintai penjelasan, komisioner KPU belum ada yang merespons.
Diketahui, progres angka harian menjadi acuan publik untuk melihat perkembangan suara masuk setiap waktu. Pengawalan secara bersama suara realcount diperlukan agar mengantisipasi adanya keanehan atau anomali.
Heboh Lonjakan Suara PSI di Real Count KPU
Dalam hitungan hari, perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melonjak signifikan. Dugaan manipulasi suara pun mencuat.
Pada Kamis 29 Februari 2024 pukul 07.00 WIB, situs real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat suara PSI masih dibawah 3%, tepatnya 2,85%, berdasarkan suara masuk 65,48% (539.043 dari 823.236 TPS). Keesokan harinya, pada 1 Maret, dari total suara yang masuk sebesar 65,62 persen, suara PSI menjadi 3%.
Suara PSI terus merangkak naik ke angka 3,13%, berdasarkan data yang masuk pada Senin 4 Maret pukul 18.00 WIB sebanyak 65.86% (542.215 dari 823.236 TPS). Perolehan suara PSI ini hanya menyisakan kurang dari 1 persen untuk bisa tembus ambang batas parlemen 4 persen dan mendudukkan calegnya ke kursi DPR RI.
Menlonjaknya suara PSI ini menjadi sorotan karena sebelumnya partai yang dipimpin putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep ini diprediksi lewat hasil quick count sejumlah lembaga survei tidak lolos ambang batas parlemen, dengan suara sekitar 2 sampai 2,5 persen.
Namun kini, perolehan data dari real count KPU berkata sebaliknya. Posisi PSI ini mengancam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kini memperoleh 4.01%.
Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy menduga, meroketnya suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terjadi secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM). Sebab, terjadi indikasi adanya penggeseran suara tidak sah menjadi sah untuk PSI.
"Hal ini jelas merugikan perolehan seluruh partai politik peserta Pemilu," kata pria karib disapa Romy, Senin (4/3/2024).
Ia memberkan, kalau partisipasi pemilih diasumsikan sama dengan 2019, maka suara sah tiap TPS = 81,69 persen x 300 suara = 245 suara per TPS. Itu berarti persentase suara PSI = 173/245 = 71 persen, dan seluruh partai lain hanya 29 persen.
"Sebuah angka yang sangat tidak masuk akal mengingat PSI sebagai partai baru yang tanpa infrastruktur mengakar dan kebanyakan caleg RI-nya saya monitor minim sosialisasi ke pemilih," ungkap Romy.
Untuk menyelidiki dugaan itu, Romy mendorong partainya membawa hal terkait sebagai materi hak angket. Pihaknya akan mendesak pemanggilan seluruh aparat negara yang terlibat, mulai dari KPPS, PPS, PPK, KPUD dan KPU serta Bawaslu dan seluruh perangkatnya untuk mengungkap dugaan tersebut.
"Secara politik, DPR akan melakukan percepatan dan terobosan melalui hak angket agar tindakan-tindakan kecurangan Pemilu semacam ini dihentikan!," minta Romy.
Advertisement
PSI Tampik Dugaan Kecurangan
Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie menampik segara dugaan kecurangan di balik lonjakan suara partainya. Dia menilai wajar adanya penambahan suara saat KPU melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024.
"Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut," kata Grace.
Ia menambahkan, saat ini masih lebih dari 70 juta suara belum dihitung dan sebagian besar berada di basis-basis pendukung Jokowi. "Di mana PSI mempunyai potensi dukungan yang kuat," kata dia.
Grace mengingatkan perbedaan antara hasil hitung cepat atau quick count dengan real count KPU juga terjadi pada partai-partai lain.
Ia mengambil contoh hitung cepat versi lembaga survei Indikator Indonesia atas PKB yang hasilnya 10,65 persen tapi berdasarkan rekapitulasi KPU mencapai 11,56 persen atau ada penambahan 0,91 persen. Contoh lain adalah suara Partai Gelora yang berdasarkan quick count 0,88 persen, sementara rekapitulasi KPU 1,44 persen alias selisih 0,55 persen.
Menurut Grace, berdasarkan hitung cepat Indikator, PSI ada di angka 2,66 persen sementara rekapitulasi KPU ada di 3,13 persen atau selisih 0,47 persen. Selisih PSI lebih kecil dibanding kedua contoh sebelumnya.
"Kenapa yang disorot hanya PSI? Bukankan kenaikan dan juga penurunan terjadi di partai-partai lain? Dan itu wajar karena penghitungan suara masih berlangsung," kata dia.
Ia meminta semua pihak bersikap adil dan proporsional. "Kita tunggu saja hasil perhitungan akhir KPU. Jangan menggiring opini yang menyesatkan publik," Grace menegaskan.