Perludem Minta Pemerintah Segera Evaluasi Pelaksanaan Pemilu Serentak 2019

Titi menyarankan agar penyelenggaraan pilpres dan pileg kembali dipisah.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Apr 2019, 15:03 WIB
Diterbitkan 21 Apr 2019, 15:03 WIB
Simulasi Pemilu 2019
Warga memasukkan surat suara yang telah dicoblos saat mengikuti simulasi pemungutan dan pencoblosan surat suara Pemilu 2019 di Taman Suropati, Jakarta, Rabu (10/4). Simulasi dilakukan untuk meminimalisir kesalahan dan kekurangan saat pencoblosan pemilu pada 17 April nanti. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini menilai, pemerintah perlu mengevaluasi pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Terutama, terkait format pemilu yang menggabungkan pilpres dan pileg.

"Saya kira yang harus dilakukan. Pemilu 2019 adalah membuat evaluasi yang mendalam, komprehensif, dan juga utuh yang terkait dengan seluruh aspek penyelenggaraan pemilu serentak," kata Titi di Gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (21/4/2019).

Menurut Titi, sejak awal pihaknya mengusulkan pemilu serentak terbagi menjadi dua. "Sejak awal yang kami usulkan adalah pemilu serentak yang terbagi dua pemilu serentak nasional yang pemilihan Presiden, DPR, DPD," sambungnya.

Titi menyarankan agar penyelenggaraan pilpres dan pileg kembali dipisah. Sebab, pemilu serentak dinilai memberikan banyak beban kepada penyelenggara pemilu.

"Ternyata betul, meski KPU telah melakukan sejumlah langkah untuk mendistribusi beban kerja, tetap saja penyelenggaraan, pemungutan suara, dan penghitungan jadi beban yang amat berat bagi petugas dilakukan," ungkapnya.

Selain itu, Titi juga mengingatkan pentingnya penggunaan rekapitulasi suara secara online. Menurutnya, rekapitulasi secara online bisa meringankan beban menulis para petugas teknis di tempat pemungutan suara (TPS).

"Dari penelusuran di lapangan, ternyata kelelahan itu tidak hanya dipicu oleh beban penyelenggaraan pemungutan suara yang sudah berat. Tapi ada juga kontribusi problematika logistik yang mereka hadapi," ucapnya.

Kasus lainnya yang ditemukan adalah keterlambatan dan kekurangan logistik. Sehingga, menguras energi para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

"Misalnya beberapa logstik datang terlambat lalu kemudian kurang, itu kan menambah energi dan beban untuk para petugas KPPS. Jadi ini uang harus dievaluasi dan dikoreksi ke depan," tambah Titi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Petugas KPPS Meninggal Dunia

Dua petugas KPPS di Kabupaten Bogor, Jawa Barat pingsan saat penghitungan suara
Dua petugas KPPS di Kabupaten Bogor, Jawa Barat pingsan saat penghitungan suara. (Liputan6.com/Achmad Sudarno)

Sebelumnya, sejumlah petugas KPPS dilaporkan meninggal dunia saat mengawal jalannya proses Pemilu Serentak.

Tumpukan tugas dan kondisi fisik yang lemah akibat kurang tidur jadi penyebab sejumlah petugas KPPS di berbagai daerah meninggal dunia akibat kelelahan.

KPU Jawa Barat mencatat, 10 petugas KPPS-nya meninggal dunia saat atau sesudah bertugas. Mereka berasal dari Pangandaran, Garut, Tasikmalaya, Purwakarta dan Ciamis.

Di luar itu, ada beberapa petugas KPPS di wilayah lain yang juga terpantau meninggal akibat kelelahan setelah menghitung suara di TPS selama dua hari non-stop.

Di media sosial, ungkapan berdukacita dan berbelasungkawa terhadap jasa para petugas itu disampaikan warga net dengan menyertakan tagar #MartirDemokrasi.

 

Reporter: Sania Mashabi

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya