Liputan6.com, Jakarta - Perlambatan ekonomi yang terjadi setahun belakangan ditandai pertumbuhan ekonomi yang rendah dan melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), secara tak langsung berdampak pada kinerja sektor properti Tanah Air di kuartal III 2015.
Hal ini bisa dilihat dari terkoreksinya permintaan produk properti. Real Estat Indonesia (REI) memperkirakan penjualan properti selama 2015 ini menurun hingga 40 persen. Penurunan umumnya terjadi di pasar perumahan menengah-atas.
Baca Juga
"Dilihat dari sisi pasokan, established city (Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung) mendominasi suplai pada kuartal III 2015 dengan angka lebih dari 70 persen, sementara emerging city (Makassar, Balikpapan, Bali, Semarang, Yogyakarta, Solo, dan Bodetabek) dan promising city (Pontianak, Banjarmasin, Kendari, Palembang, Cirebon) masing-masing menyumbang 20 persen dan 5 persen," jelas Tommy Bastami, Director Advisory Services Coldwell Banker Commercial seperti dikutip dari laman Rumah.com, Minggu (8/11/2015).
Advertisement
Ritel dan hotel telah berkembang di hampir semua kota besar di Indonesia, imbuh Tommy, sementara pasokan sektor perkantoran sangat didominasi established city (lebih dari 98 persen). Sementara itu, apartemen masih belum berkembang, kecuali di Jakarta dan Surabaya. Pasokannya berada di emerging city dan established city.
Di sisi permintaan, penyerapan sektor perkantoran paling tinggi terjadi di established city (10.662 m2), demikian pula dengan sektor apartemen (26.015 m2) dan hotel (2.049 m2). Sedangkan, sektor ritel didominasi emerging city dengan penyerapan 281.900 m2.
Selama kuartal III 2015, harga jual dan sewa properti di Indonesia relatif stabil dibanding kuartal sebelumnya, seiring dengan permintaan turun pada periode tersebut. Secara rerata, pertumbuhan di established city naik 10,17 persen, sementara di emerging city naik 8,31 persen.
Proyeksi di 2016
Asian Development Bank dan World Bank memprediksi ekonomi Indonesia akan menikmati pertumbuhan ekonomi 5,3 persen - 5,4 persen pada 2016, atau lebih tinggi dibanding tahun ini. Melihat kondisi ini, Coldwell Banker Commercial memperkirakan pasar properti akan bertumbuh positif.
Berikut ini proyek di pasar properti komersial dalam jangka pendek dan menengah di kota-kota besar di Indonesia:
Di established city, pertumbuhan harga akan mengalami perlambatan, sementara para pelaku usaha masih melakukan wait and see dalam mengantisipasi kondisi makro ekonomi. Hal ini akan memengaruhi permintaan sektor properti dalam jangka pendek.
Tingkat hunian dan penjualan akan mengalami penurunan karena tingkat permintaan belum pulih, sementara pasokan baru yang masuk tinggi—terutama di sektor perkantoran dan apartemen.
Harga lahan di established city yang tinggi membuat pengembangan properti umumnya dilakukan dengan cara joint venture antara pemilik lahan dengan developer. Sementara beberapa pengembang mengubah strategi dengan mengembangkan proyek di skala yang lebih kecil.
Harga yang lebih terjangkau di emerging city masih menarik bagi para developer. Kinerja dari basis ekonomi, aktivitas bisnis, dan kebijakan internal akan lebih berpengaruh dalam menentukan tren pasar properti ke depan.
Kota dengan komposisi pendatang lebih banyak akan menunjukkan kinerja pasar yang lebih stabil karena sumber permintaan yang dapat ditangkap lebih besar. Sumber permintaan tak hanya berasal dari dalam kota, tetapi juga dari luar kota.
Sektor perhotelan menjadi primadona di emerging city, sementara pengembangan sektor apartemen akan menargetkan pangsa pasar investor untuk disewakan pada mahasiswa atau karyawan.
Sementara itu, pengembangan properti komersial di promising city masih didominasi pengembang lokal, yang membangun perumahan, ritel, dan hotel.
Permintaan umumnya berasal dari masyarakat lokal. Belum pulihnya kinerja sektor komoditas dan manufaktur yang selama ini menjadi pembangkit permintaan sektor properti membatasi permintaan jangka pendek. Sedangkan pertumbuhan harga diperkirakan masih akan stagnan di semua sektor properti. (Anto E/Ahm)
Â