Suku Bunga KPR Hambat Pertumbuhan Bisnis Properti

Pada triwulan III-2017, harga properti residensial diprediski tumbuh 3,99% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 3,17% (yoy) selama Q2 2017

oleh Fathia Azkia diperbarui 28 Agu 2017, 11:53 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2017, 11:53 WIB
pasar properti
Secara tahunan, harga properti residensial diperkirakan mengalami kenaikan lebih tinggi.

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan survei triwulanan yang dirilis Bank Indonesia seperti dikutip Rumah.com, responden memperkirakan indeks harga properti residensial pada kuartal ketiga (Q3) 2017 masih tumbuh sebanyak 1,15% (q-o-q) meskipun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yakni 1,18% (q-o-q).

Kenaikan harga rumah terendah diperkirakan akan terjadi pada semua tipe rumah terutama rumah tipe kecil (2,57%, q-o-q). Sementara berdasarkan wilayah, harga rumah tertinggi diperkirakan terjadi di Bandar Lampung (4,58%, q-o-q).

Secara tahunan, harga properti residensial diperkirakan mengalami kenaikan lebih tinggi. Pada Q3 2017, harga properti residensial diprediski tumbuh 3,99% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 3,17% (yoy) selama triwulan II-2017.

Jika diklasifikasikan berdasarkan tipe bangunan, kenaikan harga rumah tertinggi diprediksi terjadi pada rumah tipe kecil (7,79%, y-o-y). Sementara itu menurut wilayah, harga rumah di Surabaya diperkirakan mengalami pertumbuhan tertinggi (6,33%, yoy).

Sementara itu sebagian besar responden berpendapat bahwa faktor utama yang dapat menghambat pertumbuhan bisnis properti adalah tingginya suku bunga KPR (16,58%), lamanya perizinan (16,25%), pajak (15,40%), tingginya uang muka rumah (14,28%), serta kenaikan harga bahan bangunan (13,12%).

Survei BI: Harga Rumah di Q2 2017 Tumbuh Melambat

Hal ini nyaris senada dengan hasil survei yang dirilis Rumah.com Property Affordability Sentiment Index 2017, di mana sebanyak 86% konsumen properti menyatakan bahwa biaya dan proses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang ada di Indonesia terbilang cukup berbelit.

Hasil survei juga menunjukkan 51% masyarakat Indonesia beranggapan bahwa nominal uang muka pembelian rumah atau apartemen yang dinilai terlalu tinggi, menjadi penyebab mereka belum mengambil fasilitas kredit properti dari bank hingga saat ini.

Menurut survei BI, berdasarkan lokasi proyek, suku bunga KPR tertinggi terjadi di Jambi (15,18%), sedangkan suku bunga KPR terendah berada di Sulawesi Barat (7,99%).

KPR Tetap Jadi Andalan

Dari sisi pembiayaan, sebagian besar pengembang (55,30%) menyatakan bahwa dana internal perusahaan masih menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan properti.

Berdasarkan komposisi dana internal, sumber pembiayaan pembangunan sebagian besar berasal dari modal disetor (25,28%), laba ditahan (25,76%), lainnya (3,37%), dan joint venture (0,89%).

Sedangkan dari sisi konsumen, fasilitas KPR tetap menjadi pilihan utama dalam melakukan transaksi pembelian properti.

Simak juga: Gaji Rp8 Juta, Bisa Cicil Rumah di Bekasi

Hasil survei mengindikasikan bahwa sebagian besar konsumen (75,54%) masih memilih Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebagai fasilitas utama dalam melakukan transaksi pembelian properti residensial, meningkat dibandingkan triwulan lalu (74,31%).

Sedangkan proporsi konsumen yang memilih skema pembayaran tunai bertahap sebesar 17,07%, naik dibandingkan triwulan sebelumnya (16,74%). Sebagai informasi, tingkat bunga KPR yang diberikan oleh perbankan berkisar antara 9,76% – 13,29%.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya