Liputan6.com, Jakarta Dinamika pertumbuhan kawasan bisnis dan industri kota mendorong potensi hunian vertikal di Tangerang meningkat. Data dari Coldwell Banker mengatakan misi kota Tangerang yang ingin menjadi Kota Seribu Industri Sejuta Jasa menjadi salah satu pemicunya.
Berbagai kawasan bisnis dan industri tumbuh pesat. Pertumbuhan ini berjalan harmonis dengan lonjakan jumlah penduduk dan permintaan hunian vertikal alias apartemen beserta fasilitas lengkapnya.
“Peningkatan jumlah penduduk tentu juga meningkatkan jumlah kebutuhan akan tempat tinggal, antara lain hunian vertikal. Permintaan apartemen meningkat pesat terlebih karena terjadi peningkatan angka pendatang ke Tangerang,” terang Iwan Risdianto, Vice President Coldwell Banker Property Connection.
Advertisement
Hunian vertikal dipilih karena memiliki sejumlah kelebihan diantaranya lebih praktis di samping umumnya berada di lokasi strategis.
“Penghuni apartemen akan dimudahkan dari segi aktivitas, baik di kawasan Tangerang sendiri maupun di Jakarta lantaran sudah ada akses yang lengkap. Selain itu ekosistem juga sudah terbangun. Jadi pangsa pasar yang ada bukan hanya masyarakat di sekitar selatan Jakarta tapi lebih luas lagi,” lanjutnya.
Mengingat lokasi menjadi poin utama yang menarik dari sebuah apartemen, Hanifa Cokrodiharjo, Presiden Direktur PT GIB Land dalam membangun Urban Height Residences mengaku sangat mempertimbangkan faktor tersebut sebelum memulai proyek.
“Oleh karenanya Urban Heights Residences punya akses singkat ke pusat perbelanjaan ternama di Bintaro, termasuk juga ke beberapa pintu tol dan Bandara Soekarno Hatta,” ujarnya kepada Rumah.com.
Simak juga: Lokasi Strategis, Apartemen di Tangerang Hanya Rp200 Jutaan
Soal pangsa pasar, ia mengatakan lebih mengincar masyarakat urban baik kaum modern maupun milenial, sehubungan dengan harga apartemen yang ditawarkan berkisar antara Rp 300 juta sampai Rp600 juta.
“Hingga hari ini sudah ada 40% unit terjual. Menariknya, kami punya program passive income (pendapatan pasif) yang bekerjasama dengan perbankan sehingga konsumen memperoleh dua keuntungan,” jelas Hanifa.
Passive income yang pertama, konsumen mendapatkan pendapatan per bulan setara dengan bunga deposito. Sementara yang kedua, konsumen mendapatkan capital gain dari kenaikan harga properti.
Sebagai pedoman investasi, potensi kenaikan harga sebuah properti antara 10% – 20% per tahun. Namun, di lokasi-lokasi properti yang masih taraf pengembangan dan memiliki prospek baik, kenaikannya bisa di atas 25%.
Baca juga: Harga Apartemen Terkoreksi. Saatnya untuk Beli!
Untuk investor, biasanya tidak akan menjual properti ketika harganya naik 20% – 30% setelah dua tahun berinvestasi. Ini karena tujuan investasi adalah pelipatgandaan aset jangka panjang.
Jika properti tersebut ditahan, maka akumulasi capital gain yang akan didapat lebih besar. Umumnya, properti yang ditahan dalam jangka waktu minimal lima tahun akan memberikan capital gain yang jauh lebih besar, ketimbang melepas properti itu dalam jangka pendek.
“Program passive income ini cukup menjanjikan di tengah penurunan investasi emas, pasar modal, dan reksadana. Jelas jaminan keamanan dan keuntungan sudah terlihat. Untuk pembayaran pun cukup menarik. Khusus pembeli cara bayar cash masih mendapatkan passive income, sampai proyek pembangunan selesai. Ini terobosan yang menguntungkan bagi pembeli,” tukasnya.
Berencana investasi apartemen di Jakarta dan sekitarnya? Klik di sini untuk melihat daftar apartemen dengan harga di bawah Rp500 juta.