Liputan6.com, Semarang - Isu 'maling sakti' yang dianggap bisa menghilang serta-merta reda bersamaan dengan penangkapan Selo. Dia waria setengah baya yang jika malam mangkal di jalan protokol untuk menjajakan pijat dan ganti nama jadi Sheilla.
Namun, pihak Polsek Gajahmungkur ternyata tidak yakin bahwa waria yang hidup sebatang kara itu adalah sosok yang diduga si 'maling sakti'. Dasarnya adalah hasil pemeriksaan.
Kapolsek Gajahmungkur, Iptu Dhayita menuturkan, berdasar keterangan kepada penyidik, Selo mengakui hendak mengambil tas perempuan di rumah Katno, warga Jomblang Legok.
"Awalnya hendak mencari gas elpiji, melihat ada tas, sekalian mau diambil," kata Iptu Dhayita kepada Liputan6.com di Semarang, Selasa (2/2/2016).
Baca Juga
Baca Juga
Iptu Dhayita sering tersenyum saat menjelaskan tentang kasus pencurian oleh Selo. Dalam pemeriksaan, Selo mengaku tiba-tiba ingin memiliki tas perempuan karena memiliki pakaian yang warnanya senada.
"Ada niat mengambilnya, diperburuk kesempatan yang memungkinkan dia mengambil. Motivasinya buat kerja malam agar sesuai dengan pakaian dan sepatunya," kata Dhayita.
Dengan dilepaskannya Selo, Dhayita mengaku masih terus berupaya memecahkan misteri 'maling sakti'. Sebab, hasil pemeriksaan memang tak ada kaitannya.
"Semoga dia kapok berurusan dengan polisi yang menahan dia 1 x 24 jam. Apalagi pelapor sudah berbaik hati, di mana pun berada tolong jangan ulangi lagi," kata Dhayita.
Si pelapor, Jusli, mencabut laporannya karena belum ditemukan kerugian. Selain itu kondisi fisik Selo yang sumbing dan kondisi ekonominya membuatnya iba.
"Kasihan, dalam sehari ia belum tentu bisa mendapatkan uang Rp 20 ribu. Kalau siang ia memijat sebagai laki-laki, kalau malam ia memijat dengan mengenakan pakaian perempuan," kata Jusli, Selasa (2/2/2016).
Advertisement
Balada Selo
Usai dilepaskan polisi, ke manakah Selo atau Sheilla berada?
Liputan6.com mencoba mencari tahu keberadaannya berbekal sebuah alamat di Jalan Plampitan yang diberikan petugas. Ternyata rumah tersebut tak dihuni oleh Selo.
"Memang itu dulu rumahnya. Dulu setelah dijual, ia sempat kos di rumahnya sendiri," kata Ilham, seorang tukang becak yang biasa mangkal di sekitar rumahnya.
Selo atau Sheilla ini hidup sebatang kara. Ia berubah orientasi seksualnya sekitar tahun 2000.
Menurut Ilham, dulu rumah Selo ini sering digunakan untuk berkumpul para waria. Namun Ilham tak berani menyimpulkan hal itu sebagai penyebab.
"Enggak tahu. Mungkin juga itu penyebabnya," kata Ilham.
Saat diperiksa polisi, Selo atau Sheilla ini mengaku beralamat di jalan Plampitan. Semua saudara dan orangtuanya sudah meninggal.
"Saya kos. Pindah-pindah," ucap Selo saat diperiksa.
Fakta ini berbanding lurus dengan penjelasan Iptu Dhayita. Dijelaskan bahwa saat diperiksa ia memang menyebut alamat di Jalan Plampitan. Namun kesehariannya ia berada di tempat kos.
"Hidupnya berpindah-pindah. Sulit mencari alamatnya," ujar Dhayita.
Salah satu tempat kos Selo atau Sheilla yang berada di Jalan Kemuning ternyata juga sudah tidak ditinggali. Ia pindah karena tak mampu membayar kos yang sewa per bulannya sekitar Rp 500 ribu.
"Di sini cuma satu bulan. Setelah nunggak ia pindah. Enggak tahu ke mana," kata Retno, penjaga rumah kos.
Informasi yang diperoleh Liputan6.com, Selo alias Sheilla ini hanya mengandalkan hidupnya dari keahliannya memijat. Ia tak mau mengamen seperti waria pada umumnya.
Siang hari ia berusaha tampil macho dan menunggu undangan memijat. Sementara malam hari, ia berubah menjadi Sheilla, mangkal di jalan protokol untuk menawarkan jasa pijatnya.
Salah satu waria yang ditemui Liputan6.com, Avi, mengaku tak begitu mengenal sosok Sheilla. Namun sebagai sesama waria, Sheilla bukan sosok yang menonjol. Pakaiannya sering tidak matching dan seadanya.
"Antara sepatu, pakaian, dan tas, warnanya saling tabrak enggak karu-karuan," kata Avi.
Advertisement