Malam Ini Puncak Perayaan Imlek di Semarang

Tradisi Imlek yang sempat hilang itu diharapkan bisa menjadi potensi wisata Kota Semarang.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 06 Feb 2016, 21:20 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2016, 21:20 WIB
20160502-Imlek Semarang
Suasana Pasar Semawis Imlek di Semarang (Liputan6.com/Edhie Prayitno Ige)

Liputan6.com, Semarang - Puncak perayaan Imlek digelar Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata (Kopi Semawis) pada Sabtu (6/2/2016). Puncak perayaan acara bertajuk Pasar Semawis Semarang ini dimaksudkan sebagai kegiatan penunjang pariwisata Semarang.

Sejak dibuka sampai penutupan, acara ini dimeriahkan gelaran bazaar produk dan budaya. Khusus hari ini, bazaar dibuka sampai pukul 24.00 WIB. Basar tersebut digelar sepanjang jalan gang pinggir sampai Jalan Wotgandul Timur.

Pada bazaar itu dijual aneka kuliner seperti soto ayam, nasi ayam, wedang tahu, siomay, ayam goreng, mi tittee, lunpia, tahu pong, nasi goreng babat, es marem, dan bolang-baling. Ada pula produk-produk Imlek dan umum, antara lain lampion, gantungan mobil, boneka, souvenir, tas, keramik, baju qibao, aksesoris, lukisan, patung, sulaman, dan handicraft.

Sementara itu, atraksi lain seperti barongsai, liong samsi, dan opera jalanan ada di area terbuka dimulai pukul 18.00-21.00. Di area tersebut juga pengunjung bakal diberi kesempatan ber-selfie dengan tokoh Cengge, di antaranya Dewa Petir, Raja Langit, Dewa Bintang Selatan, Dewi Kwan Im, 12 Shio, Sun Go Khong dan kawan-kawan, Yue Fei, dan Qin Kui.

Ini akan melengkapi pertunjukan kesenian dan kebudayaan Tionghoa mulai pukul 14.00 WIB sampai pukul 24.00 WIB.


Haryanto Halim selaku Ketua Kopi Semawis mengatakan, tradisi yang sempat hilang itu diharapkan bisa menjadi potensi wisata yang menjanjikan bagi Kota Semarang. Tradisi ini unik karena seluruh elemen masyarakat bisa berbaur, tidak hanya warga keturunan Tionghoa. Ia pun menjamin semua makanan halal.

"Ini berangkat dari tradisi Kota Semarang pada tanggal 29 Imlek biasanya warga Tionghoa Semarang berbelanja di gang baru ini untuk persiapan sembahyang dan makan malam bersama. Keramaian itu sempat hilang dan mereda pada saat pemerintahan Orde Baru," kata dia.

"Tapi dengan reformasi ini, keterbukaan mulai digaungkan. Maka budaya yang khas pecinan bisa dikembangkan. Jujur ini bisa jadi potensi wisata. Di kota lain bahkan di China pun kebersamaan semacam ini tidak ada," kata Haryanto.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya