Pedagang Bensin Eceran Yogya Dilarang Beli Premium Jeriken

Konsumsi pertalite di Yogyakarta masih rendah.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 29 Jul 2016, 15:05 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2016, 15:05 WIB
20150723-Persiapan Peluncuran Pertalite-Jakarta-Ahmad Bambang
Pertamina mengklaim Pertalite memiliki keunggulan di sisi kualitas spesifikasi dan harga. Pertalite dengan kadar RON 90 lebih tinggi dari premium RON 88 tetapi harganya lebih rendah ketimbang Pertamax, Jakarta, Kamis (23/7/2015). (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Yogyakarta - Pertamina dan kalangan pengusaha migas (Hiswana Migas) bersama-sama menggenjot tingkat konsumsi pertalite di Yogyakarta. Untuk itu diterbitkan surat edaran melarang penjualan premium ke dalam jeriken yang biasanya diperuntukkan bagi pedagang bensin eceran mulai 1 Agustus 2016 mendatang.

"Nanti yang boleh dijual eceran adalah pertalite," ujar Marketing Branch Manager Pertamina DIY dan Surakarta, Dody Prasetya, Kamis 28 Juli 2016.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk memberi prioritas pemasaran untuk pertalite. Terlebih, pemerintah telah menyosialisasikan kepada masyarakat untuk beralih dari premium ke pertalite yang lebih rendah emisi gas buangnya sehingga lebih ramah lingkungan.

Meskipun demikian,  penjualan premium eceran tetap diperbolehkan di pengecer yang wilayahnya jauh dari SPBU supaya kebutuhan premium di masyarakat tetap terpenuhi.

Ia mencontohkan wilayah Panggang, Gunungkidul, Yogyakarta hanya ada satu SPBU. Lalu para pengecer di wilayah tersebut didata dan diizinkan membeli premium dari SPBU terdekat.

"Tetapi pengecer dari wilayah lain tidak boleh membeli premium di SPBU Panggang," kata Dody.

Konsumsi Pertalite Rendah

Konsumsi bahan bakar khusus (BBK) pertalite di DIY paling rendah jika dibandingkan dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur.  Secara nasional, konsumsi premium yang seharusnya berangsur digantikan oleh pertalite, masih berkisar 68 persen. Di DIY, konsumsi premium masih 71 persen.

Tingkat konsumsi pertalite di DIY juga jauh lebih kecil ketimbang premium, yakni hanya 120-160 kiloliter per hari, sedangkan premium mencapai 1.100 kiloliter per hari.

"Sebenarnya kami sudah berupaya mengalihkan konsumsi premium ke pertalite, namun ada hal-hal yang masih menjadi kendala," ujar Dody Prasetya.

Kendala yang dihadapi, kata dia, antara lain belum menyeluruhnya sarana dan prasarana pertalite,  sehingga masyarakat sulit mengakses pertalite dan harus mencari di SPBU tertentu.

Ia menyebutkan baru 62 dari 104 SPBU di DIY yang menyediakan pertalite. "Kami berupaya mendorong seluruh SPBU di DIY menyediakan pertalite," tutur dia.

Dody juga tidak memungkiri penyebab sebagian SPBU belum menyediakan pertalite karena terkendala modifikasi sarana penjualan, yakni melakukan konfigurasi dan membeli pipa, serta keterbatasan tangki timbun.

Meskipun demikian, pengalihan konsumsi premium ke pertalite tidak akan menghapus keberadaan premium. Tujuannya,  semata-mata menciptakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang lebih rendah.  Seperti yang diketahui,  pertalite memiliki Research Octane Number (RON) 90.

Ketua Hiswana Migas DIY Siswanto juga meminta SPBU untuk mengurangi penjualan premium dan mengimbau melayani penjualan pertalite. Sejauh ini baru 62 dari 106 SPBU di DIY yang melayani penjualan pertalite. 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya