Cicipi Tahu Higienis Legendaris dari Bandung Ini

Sebanyak 3-4 kuintal kedelai digunakan per harinya untuk menghasilkan ribuan potong tahu.

oleh Liputan6 diperbarui 11 Agu 2016, 06:06 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2016, 06:06 WIB
Inilah Cara Buat Tahu Secara Tradisional
Protein nabati ini juga lebih murah dibandingkan daging. Tak heran, bila makanan berbahan dasar kedelai ini begitu digemari

Liputan6.com, Bandung - Pernah mencoba tahu telaga dari Bandung, Jawa Barat? Tahu-tahu berwarna hitam-putih ini dikenal higienis dan banyak penggemarnya.

"Di sini tahunya segar terus, enggak mau ke lain hati. Keluarga saya selalu membeli tahu ini sejak zaman kakek saya," kata warga Bandung Andri Leman, seperti dikutip dari Antara, Rabu (10/8/2016).

Pemilik tahu talaga mengklaim, mereka menggunakan bahan-bahan bermutu tinggi tapi bukan impor. Melainkan bahan lokal dengan kualitas terbaik. Mereka menggandeng para petani Jawa Timur yang dinilai bisa turut menjaga mutu tinggi tahu talaga.

Seperti dituturkan pemilik tahu talaga A. Hendra Gunawan. Hendra adalah generasi ketiga dari pemilik bisnis tahu ini. "Kami berani memberi harga mahal kepada petani demi kualitas produk kami," kata Hendra.

Sebanyak 3-4 kuintal kedelai digunakan per harinya untuk menghasilkan ribuan potong tahu. Ditambah lagi kunyit yang sudah menjadi simbol kedekatan tahu talaga dengan alam dan menjaga jarak dari bahan dasar kimiawi buatan.

"Kami hanya membuat tahu pagi untuk dihabiskan siang, lalu bikin siang untuk sore. Tak ada yang ditaruh berjam-jam. Kami selalu fresh (segar)," tutur Hendra.

Meski harganya lebih mahal, para penggemar tahu ini tetap setia. Mereka juga selalu antusias melahap inovasi baru tahu talaga, seperti tahu organik dan lainnya.

Meski begitu, Hendra mantap tak ingin memproduksi produknya secara massal. "Ada pelajaran ekonomi yang enggak bisa dipelajari di sekolah, yakni kalau ada di mana-mana, kami tidak lagi dianggap spesial."

Pabrik tahu telaga ada di tengah Kota Bandung. Didirikan pada 1938 oleh Liu Phak Phine, tahu ini awalnya dinamai Yun Sen yang artinya seterusnya maju.

"Kami mungkin satu-satunya pabrik yang diizinkan berdiri di dalam kota," ucap dia.

Kakek Hendra, Liu Phak Phine merintis usaha ini bersama sang istri, Mak Ilot, perempuan sunda dari Talaga di Cikijing, Majalengka. Talaga akhirnya menggantikan nama Yun Sen. Lalu pada 2000 estafet bisnis diteruskan kepada Hendra.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya