Liputan6.com, Bangli - Sore itu, pembina Kelompok Tani Hidup Rukun di Banjar Dinas Bubungkelambu, Desa Batur Tengah, Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali, bertatap muka dengan jurnalis yang tengah mengikuti workshop jurnalistik tentang kehutanan yang diselenggarakan Center for International Forestry Research (CIFOR).
I Nyoman Conto, nama sang pembina, bersama 25 anggotanya bercerita tentang penanaman bambu untuk menghijaukan kembali lahan gersang.
Ia mengaku kelompok taninya kini sengaja memfokuskan pada pembudidayaan pohon bambu karena fungsinya yang erat dengan setiap tahap kehidupan umat Hindu Bali.
Padahal, kelompok tani yang bertemu setiap tanggal 15 tiap bulan itu kebanyakan bergerak di bidang pertanian umum, kehutanan, peternakan, dan lainnya.
"Dari lahir sampai meninggal, bambu memiliki peran utama bagi umat Hindu Bali," kata Conto mengungkapkan alasannya saat ditemui di kediamannya, Minggu, 20 November 2016.
Salah satu fungsi bambu, kata Conto, adalah menaruh tali pusar bayi yang baru lahir. Begitu pula saat menggelar upacara di pura hingga upacara kematian.
Advertisement
Baca Juga
"‎Bambu ini sangat diperlukan, tapi belum ada yang membudidayakan secara permanen. Mungkin karena dia (pohon bambu) dianggap tak ada nilainya, makanya dianggap sebelah mata," kata dia.
Budidaya pohon bambu sudah ditekuni sejak 1,5 tahun lalu. Jenis bambu yang ditanam di lahan seluas 12 hektare itu di antaranya bambu petung kultur jarwagan, bambu petung hitam, bambu tali hitam, bambu tali, bambu petung abu, taluh, jempit, bambu jajang, bambu tamblang dan bambu tabah.‎
Di atas lahan itu dulu hanya ditanam semak-semak. Karena lahan mudah terbakar, warga setempat mulai menggencarkan reboisasi dengan penanaman pohon albasia dan pohon lainnya yang sekali tanam langsung panen sejak 1999.
"Akhirnya, kita mulai berpikir menanam pohon yang sekali tanam tapi panennya berkali-kali. Solusinya ya, pohon bambu. Hingga anak cucu nanti, mereka masih bisa menikmati," ujar anak bungsu dari 10 bersaudara itu.
Meski secara turun temurun sudah menanam bambu, Conto masih belajar dari pihak ketiga. Sebuah LSM bersedia bekerja sama dengan mengajari mereka tentang pembudidayaan bambu secara modern.
"Kita masih tradisional. Dari penyiapan lahan, penanaman lahan, pembersihan semua kita difasilitasi. Dengan pengetahuan itu, ‎pertumbuhannya beda," kata dia.
Penstabil Tanah
Dari hasil studi banding dengan kelompok tani di Pupuan, Tabanan, yang juga fokus pada budidaya bambu, Conto mengaku pohon bambu di daerahnya memiliki keunggulan tersendiri. Jika di Pupuan rebung ke luar tiap musim hujan, rebung di daerahnya tak mengenal musim.
"Mau musim hujan atau panas rebungnya tetap ke luar. Justru pertumbuhan rebungnya lebih bagus di sini," tutur Conto.‎
Petugas Lapangan ITTO, LSM yang bekerja sama dengan Conto, I Wayan Sukasana, menuturkan pada 2005 di sekitar lahan yang kini menjadi lokasi budidaya bambu Kelompok Tani Hidup Rukun belum ada tanaman apa pun.
"Masih gundul pada tahun itu, tapi sekarang sudah hijau," ujar dia.
Dipilih budidaya bambu lantaran Sukasana memprediksi lima tahun ke depan tanaman itu akan punah lantaran penebangan. Saat yang sama, pohon bambu berfungsi menahan kestabilan struktur tanah.
"Secara tradisional, bambu teman sejati kita sejak lahir sampai meninggal. Kalau kita meninggal nanti ‎digotong dengan bambu. Akarnya bisa dimanfaatkan untuk patung. Bambu juga merupakan bahan dasar olahan kerajinan sehingga tentu saja memiliki nilai tambah," ucap Conto lagi.
Namun, daerah dengan ketinggian 1.600 mdpl itu masih kekurangan air meski memiliki Danau Batur. Jika hujan tak turun, sudah barang tentu mereka kekurangan air. Kalau sudah demikian, solusinya adalah membeli air dari tangki yang disalurkan.
‎Ilmuwan CIFOR, Elizabeth Linda Yuliani, menuturkan apa yang telah dilakukan oleh Kelompok Tani Hidup Rukun merupakan aplikasi Landscape Approach. Pendekatan itu melihat persoalan kehutanan secara menyeluruh dan kohesi, tak lagi parsial seperti konsep sebelumnya. Pendekatan itu kini sering digunakan untuk menangani persoalan kehutanan.
"Jadi, ada 10 ciri dari Landscape Approach ini di antaranya pengelolaan adaptif, kepentingan bersama, lalu memperhatikan aspek manusianya, aspek ekonomi, sosial, budaya dan beberapa hal lainnya," kata Linda.
Ia berharap ke depan, semua pihak termasuk pemerintah menggunakan pendekatan Landscape Approach dalam melihat persoalan kehutanan. "Sementara ini, Landscape Approach adalah konsep ideal untuk melihat persoalan kehutanan kita," tutur Linda.