Liputan6.com, Pekanbaru - Mantan Bupati Bengkalis Herliyan Saleh divonis 6 tahun penjara. Dia dinilai mengkorupsi uang negara secara berjamaah karena menggelontorkan uang Rp 300 miliar bersama tiga rekannya,Â
Sementara, rekannya dalam kasus ini, mantan Sekda Bengkalis Burhanuddin, mantan Kepala Inspektorat Mukhlis dan pihak swasta Ribut Susanto dihukum lebih ringan, yaitu 3 tahun 4 bulan.
Menurut majelis hakim yang diketuai Joni, hukuman berbeda bagi Herliyan karena catatan tindak pidana yang dilakukan mantan Ketua PAN Riau ini. Ia terlibat korupsi lainnya, yaitu bantuan sosial Rp 200 miliar lebih dan sudah dinyatakan bersalah.
Di samping itu, Herliyan juga ditetapkan menjadi tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kasus ini tengah ditangani Kejaksaan Agung.
"Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi," kata Joni dalam pertimbangan hukumnya, Kamis malam, 16 Februari 2017, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Selain vonis penjara, hakim Joni juga mewajibkan Herliyan membayar denda Rp 200 juta. Jika tak dibayar, Herliyan wajib menjalani kurungan selama 3 bulan.
Pertimbangan hakim, penggelontaran dana tersebut ke BUMD Bumi Laksamana Jaya di Bengkalis oleh Herliyan membuka peluang kerugian negara. Pasalnya, penyertaan modal tidak bisa kembali sampai sekarang.
Advertisement
Baca Juga
Sementara, terdakwa lainnya, Muklis, Burhanudin, dan Ribut Susanto, selain penjara juga diwajibkan membayar denda Rp 50 juta. Jumlah ini juga lebih kecil dari denda yang harus dibayar Herliyan kepada negara.
"Menghukum membayar denda Rp 50 juta, dengan hukuman 2 bulan kurungan jika tak dibayar," tegas Joni.
Usai sidang, Herliyan tidak memberikan komentar apapun kepada wartawan. Ia memilih langsung berjalan menuju sel tahanan PN Pekanbaru didampingi kuasa hukumnya Aziun Asyari.
Aziun menilai putusan majelis hakim tidak relevan dengan fakta persidangan. Menurut dia, Herliyan jika didakwa sebagai Bupati tidak tepat karena bukan pengguna anggaran.
"Dia (Herliyan) merupakan kepala daerah selaku pemegang kebijakan. Kemudian, dia pemegang saham (di BUMD tersebut)," ucap dia.
Selain itu, Aziun juga mempersoalkan pertimbangan hukum yang dipaparkan hakim yang menyebut kliennya membuka peluang terjadinya korupsi.
"Pertimbangan hukum, membuka peluang terjadinya tipikor walaupun tidak menikmati sepersen pun. Peluang di sini yang bagaimana, apakah memberikan seluas-luasnya (peluang) kepada Yusrizal Andayani (terpidana perkara yang sama,red), atau peluang memberikan seluas-luasnya pencairan anggaran," tutur dia mempertanyakan pertimbangan hakim tersebut.
Sebelumnya dalam kasus ini, mantan Direktur Utama Bumi Laksamana Jaya, Yusrizal Andayani divonis terlebih dulu oleh Makamah Agung (MA). Dia dihukum 5 tahun penjara dan uang pengganti sebesar Rp 69.996.000.100, subsider 5 tahun penjara.
Melihat perkara pokok ini, Aziun lantas membandingkannya dengan vonis Herliyan yang tidak terbukti menerima uang akibat kerugian negara. Berdasarkan alasan ini, Aziun berencana mengajukan banding atas vonis tersebut.
"Perkara pokoknya Yusrizal Andayani menikmati kerugian negara divonis MA 5 tahun penjara. Ini tidak menikmati satu senpun malah dihukum 6 tahun. Ini ketidakadilan. Makanya, kita pikir-pikir mungkin dalam tujuh hari ini kita ajukan banding," ujar Aziun.
Tidak berhenti di sana, Aziun juga mempertanyakan pertimbangan hukum hakim yang menyebutkan kliennya terlibat pidana korupsi pada perkara lain, dalam hal ini hibah Bansos Bengkalis.
"Terlibat perkara korupsi, itu pun terbukti tidak menikmati, kebijakan, jadi semua (pada tataran) kebijakan," ucap dia.
Korupsi di tubuh BUMD Bengkalis itu berawal dari alokasi anggaran dari APBD Kabupaten Bengkalis pada 2011 oleh Pemkab Bengkalis kepada BUMD BLJ berupa senilai Rp 300 miliar.
Dana penyertaan modal itu semula dianggarkan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di dua tempat di Kabupaten Bengkalis.
Dalam prakeknya, alokasi anggaran tersebut nyatanya malah digunakan untuk keperluan lain, termasuk penyertan modal kembali kepada anak perusahaan dan tidak terkembalikan sampai sekarang.