Liputan6.com, Yogyakarta - Jangan menilai sesuatu dari kulitnya saja. Ungkapan itu pas ketika disematkan pada roti-roti yang terpampang di rak sebuah kedai roti yang diberi label Kebun Roti Yogyakarta.
Warnanya kusam, bentuknya juga tidak rapi seperti layaknya roti pabrikan, tetapi soal rasa jangan ditanya. Kunyahan pertama akan berlanjut ke gigitan selanjutnya. Setelah roti pertama tandas, tak jarang orang menunjuk roti kedua, ketiga, dan membungkusnya untuk dibawa pulang.
Sesuai namanya, Kebun Roti Jogja menawarkan aneka jenis roti, mulai dari roti tawar, donat, roti isi, hingga pizza. Ada 15-30 varian yang dipajang setiap hari. Bedanya roti yang dijual di tempat ini meminimalkan penggunaan bahan baku yang berasal dari pabrik.
Advertisement
Baca Juga
Tidak memakai pengawet, pengembang, serta pelembut, tanpa margarin, berbahan tepung sorgum merah dan putih, kulit gandum, gula semut, garam laut organik, susu organik, dan sebagainya. Alhasil, kesannya pun lebih seret ketika dikunyah, namun tidak mengurangi cita rasa sama sekali.
"Awalnya justru tidak untuk dipasarkan, tetapi saya buat untuk konsumsi sendiri karena saya rentan alergi, makan roti biasa alergi, kebanyakan gula pasir gatal," ujar Siane Caroline, pemilik Kebun Roti Jogja mengawali percakapan dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu.
Teman-teman Siane ternyata ikut menyukai roti buatan perempuan berusia 29 tahun itu. Sebagian mulai rajin memesan, jadi pelanggan dan ada pula yang menyarankan untuk menjual roti-roti itu. Pada 2012, Siane mulai mendistribusikan roti-roti buatannya ke pusat-pusat kebugaran yang ada di Yogyakarta.
Bukan tanpa alasan, ia memilih pusat kebugaran sebagai pasar produknya. Roti yang dijualnya identik dengan sebutan roti sehat, roti yang cenderung tidak membuat gemuk, roti yang kalorinya terukur, roti yang aman dikonsumsi untuk orang-orang pengidap autisme, kanker, maupun alergi bahan tertentu.
"Selain saya waktu itu aktif di pusat kebugaran, pusat kebugaran juga butuh produk makanan yang menunjang kebutuhan konsumennya," tuturnya.
Perjalanan Kebun Roti
Untuk mendapatkan bahan baku, perempuan berambut panjang itu memanfaatkan komunitas lokal, seperti pembuat keju organik atau pengrajin gula semut di Kulonprogo.
Dua tahun kemudian, dia mulai menghentikan penjualan ke pusat kebugaran. Banyaknya pesanan membuat Siane tidak sanggup memenuhi permintaan pelanggan yang membludak.
Pemasarannya pun mulai beralih ke media sosial dan di Pasar Kolektif Jogja yang menjual makanan organik secara berpindah-pindah tempat. Tidak berapa lama kemudian, Siane bergabung dengan kedai kopi milik adiknya yang berlokasi di seputar Jalan Gejayan Yogyakarta.
Kebanyakan pelanggan Kebun Roti Jogja adalah mahasiswa sehingga harga yang dipatoknya pun relatif ramah kantong, berkisar Rp 10.000-Rp 13.000 per potong. Omzet per hari dari penjualan roti sehat pun bisa dibilang lumayan, sekitar Rp 1 juta.
Outlet Kebun Roti Jogja buka dari pukul 16.00 WIB. Persiapan membuat roti pun kini dilakukan bersama dengan asistennya di tempat tinggal Siane. Cukup lama membuat roti sehat karena membutuhkan waktu dari pukul 05.00 sampai 14.00 WIB.
Dalam sehari dibutuhkan 5 sampai 7 kilogram tepung, dan menghasilkan 20 kotak aneka roti. "Prosesnya lama karena pakai ragi alami," ucap Siane.
Advertisement