7 Ribu Ogoh-Ogoh Kepung Bali Jelang Nyepi

Sebanyak 7.079 ogoh-ogoh atau boneka raksasa berwujud menyeramkan keluar serentak di seluruh wilayah di Pulau Dewata sehari menjelang Nyepi.

oleh Liputan6 diperbarui 27 Mar 2017, 16:02 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2017, 16:02 WIB
Festival Ogoh-ogoh
Festival Ogoh-ogoh di Denpasar, Bali. (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Liputan6.com, Denpasar - Masyarakat Bali siap mengarak 7.079 ogoh-ogoh atau boneka raksasa berwujud menyeramkan serentak di seluruh wilayah di Pulau Dewata sehari menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Ajun Komisaris Besar Polisi Hengky Widjaja di Denpasar menjelaskan, ogoh-ogoh paling banyak tersebar di wilayah hukum Polres Buleleng sebanyak 1.380 ogoh-ogoh, Gianyar 1.355 ogoh-ogoh, dan Denpasar 1.121 ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh itu mengepung Bali menjelang Nyepi.

"Data jumlah ogoh-ogoh tersebut dikumpulkan oleh masing-masing petugas kepolisian salah satunya petugas bhabinkamtibmas yang bertugas di desa," ucap Henky di Denpasar, Bali seperti diwartakan Antara, Senin (27/3/2017).

Polda Bali dan satuan wilayah di masing-masing polres mengerahkan 5.626 personel yang salah satunya ditugaskan untuk pengamanan arak-arakan ogoh-ogoh dibantu sekitar 22 ribu "pecalang" atau petugas keamanan adat khas Pulau Dewata.

Kegiatan arak-arakan ogoh-ogoh akan dilakukan di sejumlah simpang sentral atau titik tertentu di suatu wilayah, misalnya di Denpasar. Di antaranya di kawasan Catur Muka Lapangan Puputan Badung dan perempatan Tohpati pada sore hari usai dilaksanakan ritual penyucian alam semesta atau Tawur Agung.

Untuk itu Hengky mengimbau kepada masyarakat untuk mengantisipasi dan mencari jalur alternatif untuk menghindari kepadatan arus lalu lintas di masing-masing wilayah.

Adapun ogoh-ogoh menyimbolkan sifat Bhuta Kala yang memiliki sifat negatif yang dibuat dengan kreativitas seni.

Ogoh-ogoh tersebut diarak sehari menjelang Nyepi untuk mengingatkan Umat Hindu dalam menyambut tahun baru saka, mengubah sifat negatif tersebut menjadi sifat yang positif dan penuh kebajikan.

Pada saat Nyepi, umat Hindu menjalankan "Catur Berata Penyepian" atau empat pantangan, yakni "amati karya" atau tidak bekerja, "amati lelungaan" atau tidak bepergian, "amati lelanguan" atau tidak bersenang-senang dan "amati geni" atau tidak menyalakan api termasuk listrik dan cahaya.

Saat Nyepi, hanya ada beberapa instansi yang beroperasi terbatas dengan menyiagakan petugas, di antaranya rumah sakit, kantor kepolisian dan dinas kebakaran dengan tidak ada penerangan lampu di luar gedung.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya